JAKARTA, Suara Muhammadiyah- Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyerukan bahwa umat beragama harus turut mengentaskan kemiskinan dan mengatasi buta aksara. Hal ini menurutnya, mengingat kemiskinan dan buta aksara merupakan masalah peradaban dunia yang krusial.
“Umat beragama harus merasa terpanggil untuk mengatasinya, karena itu adalah tanggung jawab kemanusiaan dan keagamaan sekaligus,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam International Peace Prayer di Mount Hie, Kyoto, Jepang, Jumat (4/8).
Pertemuan yang juga dihadiri puluhan tokoh berbagai agama dunia itu menandai Peringatan 30 Tahun The Religious Summit Meeting on Mount Hie (Pertemuan Puncak Tokoh-Tokoh Agama Dunia di Mount Hie). Tampil sebagai narasumber dalam sesi yang sama di antaranya tokoh kristen Nigeria Kardinal John Oyinaken, cucu Mahatma Ghandi, Ela Ghandi, Supreme Patriach Kamboja, dan utusan Vatikan.
Turut hadir dalam Pertemuan di Mount Hie 2017 tersebut beberapa perwakilan tokoh agama dunia. Di antaranya yaitu pemimpin tertinggi Buddha Tendai Jepang, Sekjen Liga Dunia Islam (Rabithah Alam Islami), Sekjen Religions for Peace, utusan Vatikan, utusan World Council of Churches, Tokoh Kristen Oryhodox Yunani, Sekjen World Buddhist Fellowship, Mufti Bosnia, ulama Suriah, Utusan Sant Egidio, dan Din Syamsuddin yang diundang sebagai President of Asian Conference of Religions for Peace (ACRP).
Acara juga dilengkapi dengan doa bersama bagi Perdamaian Dunia berlangsung di Mount Hie, sebuah gunung berketinggian 800 meter di luar kota Kyoto. Acara diisi doa bersama dan penyampaian pesan dari para wakil agama-agama.
Dalam keterangan persnya, Sabtu (5/8), Din juga menyampaikan bahwa dirinya sudah tiga kali diundang dalam peringatan tahunan peristiwa ini. “Agenda pertemuan ini selalu diawali dengan sebuah simposium seputar isu perdamaian, kerukunan, dan penanggulangan kekerasan,” pungkasnya (Amri/ Yusri).