JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Setelah melalui sidang pleno, Pimpinan Pusat Muhammadiyah akhirnya menyatakan sikap resminya terkait Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat atau PERPPU Ormas. Sikap Muhammadiyah ini tertuang dalam Pernyatan Sikap Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 364/PER.I.O/A/2017. Pernyataan yang ditandatangani langsung oleh ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan sekretaris umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti itu memuat enam poin penting.
Pernyataan bertanggal 2 Agustus 2017 itu mempertegas komitmen Muhammadiyah untuk mendukung Negara Pancasila, dan menolak pemutlakan gagasan Khilafah Islamiyah. “Muhammadiyah menolak paham yang memutlakkan sistem kekhalifahan Islam yang disertai sikap menegasikan pilihan politik Islam lainnya dengan menuding sebagai sistem di luar Islam (tidak lslami, sistem thaghut), lebih-lebih apabila disertai gerakan untuk mengganti sistem politik yang telah berlaku pada setiap negara Islam atau negara Muslim.”
Dalam Muktamar ke-47 Tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah memutuskan sebuah dokumen penting tentang “Negara Pancasila Dar al-Ahdi Wa al-Syahadah”. Kandungan isinya ialah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan sejalan dengan ajaran Islam, sebagai hasil konsensus nasional yang harus dibangun menuju terwujudnya cita-cita nasional.
“Bahwa Negara Pancasila tersebut selain disebut sebagai hasil konsensus nasional (Dar al-ahdi) dan tempat pembuktian atau kesaksian (Dar al–Syahadah), dapat diposisikan dan difungsikan sebagai negeri yang aman dan damai atau Darussalam (Dar al-Salam). Sebagai hasil konsensus nasional maka Negara Pancasila mengikat bagi seluruh institusi negara dan komponen bangsa,” tegas surat Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Oleh karena itu, Muhammadiyah menolak segala paham, eksistensi organisasi, dan gerakan anti Pancasila lainnya yang berusaha mengganti Dasar Negara Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Muhammadiyah bukan hanya menolak gerakan anti-pancasila yang berbasis paham agama. Namun juga mempertegas penolakannya atas paham dan gerakan komunisme, maupun paham yang ingin menjadikan atau membawa Indonesia menjadi negara sekuler. Muhammadiyah juga menolak segala bentuk separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun segala paham dan gerakan yang meruntuhkan sendi-sendi dasar NKRI.
Surat Pernyataan Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu juga meminta DPR untuk tetap berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum yang berlaku, serta tidak boleh surut ke belakang yang memberi peluang pada kebijakan yang mengandung unsur otoritarian yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum. Karenanya DPR-RI penting untuk mempertimbangkan dan merujuk regulasi Ormas pada UU Ormas No 17 Tahun 2013 yang secara konten sejalan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum sebagaimana terkandung dalam pasal 3 ayat 1 UUD 1945. Apabila terdapat kekurangan sebagaimana yang menjadi dasar keluarnya PERPPU No 2 Tahun 2017 maka DPR-RI dapat melakukan perubahan atau penyempurnaan terhadap Undang-undang nomor 17 tahun 2013 tanpa keluar dari jiwa dan spirit dasar UU tersebut dalam prinsip demokasi dan negara hukum (Pasal 3 ayat 1 UUD 1945), serta dalam prinsip kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3) dalam memperlakukan atau melakukan tindakan hukum terhadap Organisasi Kemasyarakatan sebagai pilar penting keberadaan dan perannya dalam menegakkan dan membangun NKRI.
Dikarenakan PERPPU tersebut telah masuk ke ranah politik di DPR-RI, maka Muhammadiyah menyerahkan proses politik ini kepada DPR untuk mengambil keputusan politik yang sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya yang didasarkan pada kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas serta mendukung tegaknya sistem pemerintahan yang demokratis dan berdasarkan hukum yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Muhammadiyah juga meminta DPR berdasar pada masukan dan kritik atas sebagian isi Perppu yang menimbulkan kontroversi, terutama yang menyangkut pembubaran Ormas tanpa proses pengadilan dan pentingnya kriteria yang jelas mengenai hal-hal yang disebut paham dan gerakan maupun tindakan yang bertentangan dan/atau anti Pancasila. Muhammadiyah menuntut DPR benar-benar bersikap yang seksama dalam mengambil putusan.
Muhammadiyah membenarkan bahwa memang diperlukan tindakan hukum terhadap organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang terbukti secara nyata dan meyakinkan mengembangkan paham, ideologi, dan gerakan yang bertentangan serta ingin mengganti Pancasila dan/atau keberadaan NKRI.
Akan tetapi, tindakan hukum berupa pembekuan atau pembubaran Ormas tersebut semestinya dilaksanakan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum serta bukan atas dasar negara kekuasaan sebagaimana termaktub dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 serta pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yang spirit konstitusi dasar tersebut telah direpresentasikan dalam Undang-Undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013.
Dalam melakukan regulasi dan tindakan hukum terhadap Ormas tersebut hendaknya meniscayakan adanya proses pengadilan serta harus dipastikan adanya kriteria yang jelas mengenai paham, ideologi, dan gerakan yang disebut anti atau bertentangan dengan Pancasila agar tidak menjadi pasal karet dan tidak menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan. (Ribas/Th)
Download Pernyataan PP Muhammadiyah Lengkap di sini!