YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di Limbangan, Garut, Jawa Barat dalam peringatan Hari Santri, beberapa waktu lalu masih terus menimbulkan reaksi publik. Pristiwa ini menjadi salah satu ujian dalam kehidupan berbangsa yang majemuk dan sedang mekar di era demokratisasi yang serba bebas ini.
Guna meredam meluasnya pertentangan, ormas-ormas Islam bertemu di kediaman Wakil Presiden RI dan menghasilkan pandangan secara kolektif. Semua pihak menyesalkan peristiwa tersebut. Para pemimpin ormas Islam juga mengingatkan bahwa bangsa Indonesia dalam mengatasi berbagai masalah bangsa selalu diselesaikan dengan musyawarah dan saling pengertian, serta tetap menjaga persatuan dan kesatuan dengan kearifan dan nilai luhur bangsa.
Secara khusus PP Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), juga mengajak agar umat Islam dan warga bangsa menjaga keutuhan dan persatuan, serta tidak terpancing dan terprovokasi yang merugikan kehidupan bersama. Proses hukumpun agar ditegakkan secara adil dan sesui hukum yang berlaku.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa situasi nasional di tahun politik banyak menyuguhkan isu-isu dan hal-hal yang sensitif atau pro-kontra sesuai kepentingan masing-masing pihak. “Satu masalah dapat selesai seketika, tetapi terbuka kemungkinan terus terpolitisasi secara luas. Politik itu dinamis dan seni dari banyak kepentingan dari yang terbuka sampai tersembunyi,” tuturnya.
Haedar mengimbau Umat Islam di seluruh Tanah Air untuk arif dan cerdas dalam menghadapi keadaan.“Jangan bereaksi secara berlebihan, termasuk mudah melakukan aksi massa, yang dapat membuka peluang terpolitisasi, yang muaranya saling berhadapan sesama umat dan warga bangsa,” ujarnya.
Diperlukan sikap dewasa dan seksama diserta kesabaran dan keikhlasan dalam menjaga keutuhan sesama umat maupun berbangsa dan bernegara. “Kembangkan sikap saling memafkan dan tidak mengulangi kesalahan, memperluas toleransi dan kebersamaan yang dilandasi keikhlasan dan ukhuwah yang otentik,” tutur Haedar.
Haedar juga mengingatkan bahwa masih banyak agenda-agenda penting dan strategis yang menanti untuk dikerjakan oleh umat Islam dan bangsa Indonesia di berbagai bidang, termasuk ekonomi, pendidikan, dan membangun keunggulan umat dan bangsa. Oleh karena itu, semua komponen bangsa perlu untuk bergandengan tangan memajukan bangsa.
“Jika terlalu sering demo dan aksi massa, maka kerja-kerja produktif dan strategis menjadi kurang terperhatikan atau bahkan terabaikan. Padahal perjalanan umat Islam dan bangsa Indonesia masih terjal menuju atau meraih keunggulan dan kemajuan,” tutur Haedar. Di sinilah pentingnya komitmen jangka panjang dari seluruh elite dan warga di tubuh umat Islam dan bangsa Indonesia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah juga mengajak semua pihak untuk bijak dalam menyikapi persoalan ini. “Kami percaya umat Islam maupun seluruh masyarakat Indonesia tetap mampu menjaga keutuhan nasional. Berbagai pengalaman pahit sebelum ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan pelajaran ruhaniah yang membuat umat dan bangsa ini makin matang dan dewasa. Karenanya kasus pembakaran bendera tersebut jangan menjadikan umat Islam dan bangsa Indonesia tepecah-belah dan jatuh pada saling bertentangan satu sama lain,” tuturnya.
Haedar Nashir mengimbau agar seluruh umat Islam dan warga bangsa dapat menahan diri dengan tetap bersikap tenang dan tidak berlebihan dalam menghadapi masalah yang sensitif ini. Hindari aksi-aksi yang dapat menambah persoalan menjadi bertambah berat dan dapat memperluas suasana saling pertentangan di tubuh umat dan bangsa. Beban bangsa Indonesia sungguh berat dengan berbagai masalah seperti korupsi dan kesulitan ekonomi, sehingga jangan ditambah dengan masalah baru.
“Sikap legowo dan tidak apologi (pembelaan diri) atas kesalahan perlu ditunjukkan sebagai wujud kedewasaan berbangsa. Semua pihak penting mengedepankan jiwa ikhlas untuk berusaha saling meminta maaf dan memberi maaaf satu sama lain berlandaskan spirit ukhuwah sebagaimana diajarkan dalam Islam. Insya Allah tidak ada yang jatuh diri karena saling memaafkan, sebaliknya hal itu menggambarkan kemuliaan diri,” ulasnya.
Haedar berharap semua pihak dapat mengambil pelajaran berharga dari kasus yang sama-sama tidak diharapkan ini. “Bahwa setiap sikap dan tindakan yang berlebihan (israf, ghuluw) dalam segala hal atas nama apapun sungguh tidaklah baik dan tidak bermaslahat, sebaliknya agama mengajarkan sebaik-baik urusan ialah yang bersifat tengahan dalam makna yang sebenar-benarnya. Mari kita meningkatkan taqarrub kepada Allah, seraya memohon pertolongan agar bangsa Indonesia dilimpahi jiwa damai, berkah, dan karunia-Nya,” tukas Haedar Nashir. (ribas/ppmuh)
Baca juga:
Haedar Nashir: Mengumpulkan Orang untuk Demo Lebih Mudah Daripada Mengajak ke Perpustakaan
Begini Pernyataan Bersama Ormas Islam tentang Pembakaraan Bendera