JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) Aidul Fitriciada Azhari menegaskan bahwa gerakan yang dipimpinnya siap untuk melanjutkan aksi jihad konstitusi Muhammadiyah yang sudah berjalan selama ini.
Jihad konstitusi adalah aksi Muhammadiyah dalam mempersoalkan sejumlah undang-undang yang dianggap liberal dan bertentangan dengan UUD 1945. Muhammadiyah mengajukan judicial review undang-undang tersebut, dan beberapa di antaranya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Aidul menjelaskan bahwa upaya untuk melanjutkan jihad konstitusi Muhammadiyah merupakan salah satu alasan dibentuknya MAHUTMA. Selain itu, ia menambahkan bahwa alasan lain dibentuknya organisasi yang menghimpun para pakar hukum tata negara di lingkungan Muhammadiyah ini karena belum tergalinya secara maksimal pemikiran para tokoh Muhammadiyah yang sudah lama bergelut di bidang ketatanegaraan.
“Kami ingin menggali pemikiran-pemikiran tokoh Muhammadiyah sejak sebelum kemerdekaan hingga saat ini yang telah terlibat dalam dinamika ketatanageraan Indonesia,” ujarnya saat menyampaikan pidato deklarasi MAHUTAMA. Aidul menyampaikan hal tersebut dalam deklarasi MAHUTAMA dan diskusi publik di Aula KH Ahmad Dahlan Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (1/3).
Taushiyah oleh Muhyiddin Junaidi, mewakili PP Muhammadiyah yang juga Ketua MUI Pusat kemudian dilanjutkan diskusi publik media mengenai “Pemilu Jujur dan Adil untuk Indonesia Berkemajuan”. Tampak hadir berbagai tokoh sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, di antaranya, adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, Pakar HTN FH UMJ Ibnu Sina Chandranegara dan Ahli HTN Sulardi yang juga pernah menjabat sebagai Dekan FH UMM yang dimoderatori oleh Elviandri, lulusan terbaik S3 UMS.
Sekretaris Jenderal MAHUTAMA Auliya Khasanofa yang juga menjadi pembicara menambahkan bahwa MAHUTAMA juga akan berjihad (berupaya dengan sungguh-sungguh) untuk mendorong agar pemilihan umum (Pemilu) 2019 dapat berjalan dengan jujur dan adil demi Indonesia berkemajuan untuk menghadirkan kepemimpinan profetik.
Menurut Auliya di dalam Pemilu 2019 ini, MAHUTAMA akan memegang khittah Muhammadiyah 2002 (Denpasar) bahwa Muhammadiyah senantiasa memainkan peran politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa.
“Selain itu, Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban karena dalam pedoman hidup Islam warga Muhammadiyah tidak boleh apatis dengan dunia politik,” pungkas Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang tersebut. (Riz)