Prof Dr HM Amien Rais
Persyarikatan ini dinamakan Muhammadiyah tentu dengan tujuan jelas, yakni menjadikan Nabi Muhammad saw sebagai uswah hasanah dan menjadikan tarikh Nabi saw sebagai rujukan baku perjuangan Muhammadiyah. Pada dasarnya warga Muhammadiyah mempunyai dua uswah hasanah, yaitu Nabi Muhammad saw dan Nabi Ibrahim as ( Qs Al-Ahzab: 21 dan Qs Al-Mumtahanah: 4).
Bila dilihat secara singkat, Nabi Ibrahim as sebagai Bapak Monotheisme atau Patriarch of Monotheisme mengemban misi penegakan tauhid dan menunaikan tugas memimpin kemanusiaan (Qs Al-Baqarah: 124). Sebagai khalilullah, Nabi Ibrahim melakukan perlawanan kepada Namrud yang merupakan simbol kemusyrikan dan kedhaliman.
Tauhid yang ditancapkan oleh Nabi Ibrahim pada gilirannya diikuti oleh 3 agama samawi, yakni Yahudi, Nasrani dan Islam. Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim mencapai kulminasi (puncak) pada agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Di dua surat, Al-Qur’an memerintahkan untuk beriman pada Allah dan mengimani seluruh wahyu yang diberikan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan para keturunan mereka yang menjadi nabi. Allah juga memerintahkan mengimani wahyu yang diturunkan kepada Musa, Isa dan seluruh para nabi. Tidak boleh melakukan diskriminasi satu sama lain dan kepada Allah sajalah semua berserah diri (Qs Al-Baqarah: 136 dan Qs Ali-Imran: 84).
Setelah Allah SwT melantik Nabi Ibrahim as sebagai imaaman linnaas, sebagai penggulu/ pemimpin buat seluruh manusia, Bapak Tauhid itu bertanya: apakah anak-cucunya juga akan menjadi pemimpin kemanusiaan? Jawaban Allah singkat: “Janjiku tidak akan mencapai orang-orang yang dhalim.” ( Qs Al-Baqarah: 124).
Nabi Muhammad saw sebagai nabi pamungkas dan sekaligus penyempurna millah Ibrahim menjadi satu-satunya pemimpin yang mutlak harus diikuti warga Muhammadiyah. Komitmen untuk menjadi pengikut perjuangan Rasulullah bersifat total. Bahkan sayap perempuan Muhammadiyah dinisbatkan dengan salah satu isteri tercinta Nabi, yakni ‘Aisyah dan jadilah ‘Aisyiyah.
Kini Muhammadiyah menapaki abad yang kedua dalam kehidupan perjuangannya. Satu hal yang perlu diingat adalah sejarah terus berubah, bergerak ke depan, dan Al-Qur’an memberi tahu bahwa nasib manusia, organisasi, dan bangsa serta negara berputar secara cakra-manggilingan seperti roda berputar (Qs Ali-Imran: 140).
Muhammadiyah dan warganya patut bersyukur telah mampu melewati satu abad perjuangan dengan sehat, sukses dan tidak menunjukkan gejala sakit maupun melemah karena usia. Syajarah Thayibah atau pohon indah Muhammadiyah tetap segar, makin banyak buah amal shalihnya sepanjang masa dan dinikmati oleh segenap bangsa (Qs Ibrahim 24).
Dalam berusaha mengisi sebanyak mungkin amal shalih pada abad yang kedua, ada baiknya berpikir sejenak untuk merefleksikan tantangan apa saja yang dihadapi Muhammadiyah dewasa ini. Ini akan memudahkan memilih apa yang harus ditempuh untuk menjawab berbagai tantangan itu.
Zaman memang terus berputar dan sejarah tidak pernah berhenti stasioner. Di atas permukaan disaksikan perubahan kultural dan peradaban manusia berbarengan dengan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu menimbulkan kejutan-kejutan kultural dan moral. Tetapi fundamental masalah kemanusiaan tidak pernah berubah, warga Muhammadiyah patut bersyukur memiliki Al Qur’an dan Sunnah Shahihah yang bersifat abadi dan mampu memberikan pijakan kokoh untuk menjawab segala tantangan itu.
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 6 disebutkan bahwa maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sementara paragraf terakhir Muqaddimah Anggaran Dasar itu berbunyi: “Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang surga Jannatun Na’im dengan keridhaan Allah yang Rahman dan Rahim.”
Ternyata untuk sampai dan masuk ke Jannatun Na’im, kaum beriman perlu melewati jihad dan menjadi hambahamba Allah yang sabar (Qs Al-Baqarah: 142). Selain juga mengalami cobaan ujian sebagaimana dialami oleh umatumat beriman sebelumnya. Muhammadiyah menjadi ajang untuk berjihad. (*e)
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2015