Oleh: Erik Tauvani
Kesunyian itu pecah seketika kala Pak Haedar Nashir secara diam-diam membuka pintu Ruang Redaksi Majalah Suara Muhammadiyah sambil melihat-lihat aktifitas para redaktur yang tengah serius di depan masing-masing layar komputernya. Semua berdiri memberikan salam dan menyalami.
Di hari ketiga puasa Ramadan 1440, Pak Haedar berkunjung dan memberikan suntikan semangat kepada pagawai SM. Kunjungan tanpa disangka-sangka. Tidak ada yang tahu. Beliau menanyakan kabar semuanya. Alhamdulillah, semua sehat walafiat. Puasa-puasa harus tetap berkarya.
Namun sang Direktur, Deni Asy’ari, harus pulang kampung untuk menemani dan merawat ayahanda yang tengah terbaring karena kondisi kesehatan menurun. Kepada Deni, Pak Haedar sampaikan salam doa agar senantiasa bersabar dan semoga ayahanda segera pulih kembali seperti sediakala.
Lantas Pak Haedar meberikan nasihat kepada mereka yang masih diberi waktu bersama orang tuanya agar memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Dalam situasi seperti ini, kata Pak Haedar, anak diberi ujian untuk birulwalidain. Bukan perkara mudah ketika anak harus selalu dekat dengan orang tuanya untuk merawat kala mereka sedang sakit. Apalagi, misalnya, si anak telah berkeluarga dan ia adalah orang sibuk di dunia karirnya.
Sambil lalu, Pak Haedar juga memberi masukan-masukan untuk majalah SM pada edisi-edisi yang akan datang. Sesekali melemparkan candaan. Suasana kekeluargaan begitu terasa. Antara pimpinan dan anggota terasa tanpa ada jarak, namun tetap dengan rasa ketakziman.
“Bagaimana kabar pembangunan kampus Mu’allimin, Mas?” Tanya Pak Haedar. Saya sampaikan bahwa pembangunan kampus Mu’allimin di Sedayu pada tahap gedung pertama hingga kini telah sampai ke lantai empat. Insyaallah gedung pertama akan rampung pada Juli atau Agustus tahun ini. Setelah itu beranjak pada gedung kedua, insyaallah Masjid. Mu’allimin juga membangunkan untuk warga sekitar gedung RT dan lapangan bulu tangkis.
Pak Haedar menuturkan: “Nah, dakwah itu harus begitu, Mas. Kita harus tahu dan paham kebutuhan masyarakat. Syukur-syukur bisa turut memenuhinya. Dakwah itu tidak semata-mata ceramah tapi juga memberi. Dengan masyarakat harus saling sapa dan terjalin ikatan kekeluargaan. Tidak hanya memberi dalam bentuk materi, tapi juga memberi rasa aman, nyaman, dan kegembiraan.”
Sesaat kemudian, suasana canda tawa mulai memecah suasana lagi. Namun tak lama kemudian Pak Haedar harus segera melanjutkan agenda lain. Terasa amat sebentar namun bermakna. Bersama-sama, mari kita ciptakan suasana Ramadan yang menggembirakan. Terima kasih, Pak Haedar.