“Puncak musim panas tanggal 22 Juli white night-beeliy nochiy populer dirayakan dalam festival tahunan musim panas di St Petersburg. Durasi siang yang lebih lama dari malam memberi efek puasa sepanjang hari. Hampir seluruh kota merasakan sensasi itu, jikapun berbeda masih hitungan menit dan jam. Siang malam nyaris tak berbatas, tidur menghadap jendela kwartira (asrama) dengan gorden terbuka melihat jingga di ufuk barat menghias awan berarak menjadi pemandangan alam sebelum lelap.”
Itu adalah kesan yang terlontar dari benak Nurul Wirda, Sekretaris PCIM Rusia, ketika ditanya mengenai pengalamannya menjajal Ramadhan di negara Beruang Merah, Rusia. Seperti di belahan bumi lainnya, bulan Ramadhan merupakan waktu yang dinantikan dengan sukacita oleh Muslim Rusia. Walaupun, menjalani ibadah puasa di daratan Rusia berarti harus menahan lapar dan haus selama lebih dari 18 jam, bahkan lebih panjang lagi bagi yang tinggal di daerah Rusia bagian Utara.
Seperti yang dialami Muslim Rusia yang tinggal di St Petersburg: waktu puasa mencapai 21 hingga 22 jam. Otomatis mereka hanya memiliki waktu 3 jam untuk menikmati hidangan sebelum kembali berpuasa. Di Moskow, dengan durasi puasa kurang lebih 19 jam, Muslim setempat melaksanakan ibadah Tarawih kurang lebih mendekati pukul 24.00 alias tengah malam.
“Berkaitan dengan waktu shalat, antara Isya dan Subuh kurang lebih 2 Jam. Waktu Isya jam 23.48 dan Subuh jam 02.15,” terang Nurul, yang telah lulus dengan gelar Master of Psychology dari Moscow State Pedagogical University (MSPU).
Rusia telah menjadi negara dengan kota yang ditinggali oleh jumlah penganut Islam terbesar di daratan Eropa. Di Moskow, kurang lebih kini ada 3 juta Muslim bermukim dengan 160 suku bangsa yang tersebar. Populasi Muslim terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks. Sebagian besar Muslim di Rusia bukan hasil dari gelombang imigrasi dari luar, melainkan bagian dari perjalanan sejarah dan budaya selama lebih dari 14 dekade di negara yang kini populasinya diperkirakan menyentuh angka 143.386.022 tersebut.
Di kawasan Champ Elysses, Nurul menceritakan bahwa berdiri megah sebuah Masjid, Gereja Kristen Ortodoks, dan Sinagog umat Yahudi. Champ Elysses adalah simbol kesatuan bangsa-bangsa Rusia yang mengingatkan adanya ikatan kesamaan sejarah perjuangan agama di Rusia. Di kawasan ini terlihat Pemerintah Rusia ingin menunjukan toleransi keberagaman dalam bingkai harmoni pluralisme.
“Pertama dalam sejarah Rusia, Presiden Vladimir Putin mengangkat Muslim berkebangsaan Tatar, Rasyid Gumarovic Nurgaliev, menjadi Menteri Dalam Negeri,” terang perempuan kelahiran Jakarta ini.
Komunitas Muslim asli Rusia sebagian besar bermukim di antara wilayah Laut Hitam dan Laut Kaspia, yaitu Muslim Adyghs, Balkars, Bashkirs, Chechens, Cherkess, Ingush, Kabardins, Karachay, dan berbagai suku bangsa Dagestani. Di bagian tengah dari Lembah Volga, dihuni sekelompok besar etnis Tatars, Udmurts, dan Chuvash, sebagian besar dari mereka adalah Muslim. Sementara, banyak juga yang menempati daerah Ul’yanovsk, Samara, Nizhniy Novgorod, Moscow, Perm’, dan Leningrad Oblasts.
“Baik di Marseille maupun Paris, Anda tidak akan menemukan koloni Arab. Di London tidak ada blok orang India. Di Den Haag, Anda tidak akan menemukan seorang Jawa atau Melayu Muslim. Namun, Moskow dan St Petersburg merupakan rumah bagi ribuan Muslim, dengan nama jalan, masjid-masjid, dan lain sebagainya,” ungkap Nurul mengutip pernyataan Ismail Bek Gasprinskiy, seorang politikus dan pembaru Muslim, yang menurutnya sangat tepat untuk menggambarkan Kota Moskow sebagai pusat komunitas Muslim, dulu maupun kini.
Masjid dan Perayaan Bulan Suci di Rusia
1 Ramadhan pun disambut Muslim Rusia dengan antusiasme luar biasa. Tenda-tenda Ramadhan atau disebut dengan “Shater Ramadhan” yang dikelola Mufti Rusia adalah tempat masyarakat bisa menyantap hidangan selama satu bulan penuh. Ditambah dengan berbagai aktivitas ibadah Ramadhan seperti i’tikaf, dzikir dan membaca Al-Qur’an. “Namun, satu hal lain yang unik, di Rusia malam lailatul qadr itu sudah ditentukan setiap malam tanggal 27 Ramadhan, bertepatan dengan peringatan Nuzulul Qur’an,” kata Nurul.
Acara-acara pentas amal, budaya, dan seni digelar dan disaksikan tamu undangan serta 150 pengurus Mufti yang datang dari seluruh daratan Rusia. Termasuk, di antaranya seluruh duta besar negara sahabat yang menjalin kerjasama dengan dewan Mufti Rusia. Pertunjukan seni dan budaya pun terus berlangsung setiap hari sepanjang bulan Ramadhan, yang menampilkan secara bergilir performance dari Muslim Dagestan, Bashkortostan, Ufa, Tatarstan, Chechnya, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Turki.
“Mega event dalam satu bulan dibuat bervariasi dan sangat beragam untuk mengisi acara ngabuburit secara live. Yang sangat menarik hati saya adalah acara nominasi Qira’atul Qur’an dan Hifdzul Qur’an untuk masuk ke babak final di MTQ Internasional Moskow,” jelas Nurul.
Sepanjang bulan Ramadhan, kurang lebih 500 kursi dan 1.000 lebih hidangan pembukaan hingga penutup untuk berbuka sampai sahur tiba tersedia bagi seluruh kalangan. “Selain hari pertama dan hari terakhir bulan Ramadhan, siapa pun boleh masuk shatir (tenda) untuk berbuka dan menyantap hidangan,” kata Nurul.
Didirikan pada 1996, Dewan Mufti sendiri, terang Nurul, merupakan perkumpulan yang beranggotakan 1.400 organisasi Muslim. Termasuk di dalamnya berasal dari Masjid, Musalla, Madrasah, Universitas Islam, Yayasan, dan lembaga Islam lainnya di seluruh Federasi Rusia. Organisasi Muslim di setiap wilayah memiliki perhimpunan yang disebut Administrasi Spiritual Muslim (DUMR), di mana Kepala DUMR ini disebut Mufti. Saat ini, Kepala Dewan Mufti dipegang Syeh Ravil Gainutdin.
Di Rusia, kini terhitung ada 7.000 masjid. Masjid memiliki peran penting bagi kehidupan Muslim Rusia. Berbagai sejarawan, menurut Nurul, memperkirakan bahwa masjid pertama di Moskow berdiri pada abad ke-16, ke-17 (pada 1782. Namun, terangnya, banyak yang percaya bahwa komunitas Muslim telah bermukim sejak abad XIII–XV di Moskow, dan di sana juga diyakini telah berdiri masjid. Tercatat dalam dokumentasi pada 1712 tentang penemuan pertama masjid di Moskow, masjid pertama tersebut terbuat dari kayu, dan berada di halaman rumah seorang penerjemah urusan luar negeri Pangeran Sulmamit Murza Simenei. Selain itu, masjid tertua pun muncul di wilayah Tatar, yaitu Desa Zamoskvorechye. “Banyak penerjemah bangsa Khan, pedagang, dan buruh yang menetap di desa tersebut,” tutur Nurul.
Beberapa Masjid Jami’ yang terletak di ibukota saat ini di antaranya adalah Istoricheskaya Mechet atau History Mosque yang berdiri tahun 1823 di Bolshaya Tatarskaya Ulitsa; Moskovskaya Sobornaya Mechet atau Moscow Cathedral Mosque berdiri pada 1902 di Vypolzov Pereulok; Mecheti Yardyam atau Mosque Yardyam yang terkadang disebut Yerussalem Baru berdiri tahun 1997 di daerah Otradnoye, Ulitsa Khachaturian; dan Memorial’naya Mecet’ na Poklonnoy Gore atau Memorial Mosque on Victory Hill- berdiri tahun 1997 di Ulitsa Minskaya, Champ Elysses.
“Dari masjid tersebut, pilihan saya adalah Masjid Memorial’naya di perbukitan Poklonnaya. Masjid yang didirikan atas inisiatif Pemerintah Moskow dan Administrasi Spiritual Muslim Eropa dan Rusia untuk menghormati dan mengenang tentara Muslim yang mengorbankan nyawanya dalam Perang Dunia II,” terangnya.
Dirancang oleh arsitek terkenal asal Moskow, Ilyas Tazhiev, desain eksterior masjid mengkombinasikan berbagai corak arsitektur seperti Tatar, Uzbek, dan Kaukasia. Masjid ini kemudian menjadi salah satu ornamen arsitektur paling unik di kota dengan pusat komunitas Muslim dan juga madrasah. “Pada bulan Ramadhan, tak jauh dari masjid dibuka tenda Ramadhan yang terbuka untuk berbuka puasa. Nah, di sinilah ngabuburit a la Rusia berpusat,” tandasnya. (Th)
—
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 10 Tahun 2017