YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dorong praktik ekonomi sosial, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang berupaya menuju Entrepreneur University menggandeng British Council melalui program Inclusive and Creative Economies (DICE).
UAD berharap mampu menjadi partner strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif dan inklusif di Yogyakarta dan Indonesia secara umum.
Hal tersebut dikemukakan dalam kunjungan British Council ke UAD kampus 2 pada Senin (15/7) yang diterima oleh Wakil Rektor 4 bidang Kerjasama dan Urusan Internasional Sarbiran dan Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Abdul Fadlil. Kunjungan ini merupakan bagian dari proses seleksi oleh British Council kepada UAD yang telah mendaftarkan diri sebagai calon peserta dalam program DICE.
Melalui Kantor Urusan Bisnis Inovasi (KUBI), UAD ingin berfokus kepada pembinaan terhdap perempuan korban perceraian yang termarjinalkan secara ekonomi juga kelompok disabilitas.
Menurut Sarbiran, UAD juga memiliki sejumlah Pusat Studi yang sebelumnya telah mengidentifikasi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan penguatan salah satunya dalam hal ekonomi.
“Ini merupakan upaya UAD sebagai lembaga pendidikan Islam dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat,” tukas Sarbiran.
Selain di Indonesia, Ambariski Project Manager Program Internationalization for Higher Education, mengatakan bahwa DICE program ini juga diadakan di sejumlah negara seperti Brazil, Mesir, Afrika Selatan, dan Pakistan.
“Kami percaya bahwa dengan pendekatan sosial ekonomi, dapat menyelesaikan permasalahan kesenjangan yang menimpa mereka yang berasal dari kelompok yang termarjinalkan.”
DICE yang merupakan Multiyear Project, telah dijalankan oleh British Council sejak tahun lalu. Beberapa jenis kegiatan yang dilakukan di antaranya dalam lingkup kebijakan seperti memberikan rekomendasi-rekomendasi terhadap pemerintah, Focus Group Discussion (FGD), pemberian hibah, kerjasama dengan universitas, join proposal antar negara bagi creative enterprises, juga creative hubs di surabaya.
“Untuk program Higher Education sendiri hanya ada di indonesia. Bentuk programnya adalah pelatihan kepada dosen untuk inkubasi bisnis yang akan difasilitasi oleh fasilitator dari Indonesia dan Inggris.”
Salah satu fasilitator DICE Muhammad Setiawan mengatakan bahwa harapannya melalui pelatihan yang akan dilakukan selama 4 hari ini mampu memberikan pemahaman terhadap peserta tentang bisnis sosial atau social enterprise. Pemahaman ini kemudian bisa digulirkan dan ditindaklanjuti dengan mengadopsinya ke dalam kegiatan bisnis di masyarakat. Selain itu, pelatihan ini akan melatih bagaimana mendesain perfect incubator sesuai kearifan lokal di masing-masing universitas.
“Program ini diharapkan mampu menggulirkan pentingnya isu inklusi khususnya dalam hal ekonomi. Melalui kegiatan ini peserta mampu memahami bagaimana memahami operasionalisasi konsep kewirausahaan sosial.
Universitas diharapkan menularkan hasil dari pelatihan ini kepada masyarakat agar memiliki orientasi sosial dalam bisnisnya, mampu lebih memberdayakan, dan berpihak kepada kaum marginal.”
Kuota yang terbatas dan proses seleksi yang ketat membuat peserta pelatihan, salah satunya UAD jika terpilih dalam program ini, diharapkan mampu memiliki komitmen yang kuat.
“Bukan hanya berhenti di pelatihan saja, minimal dalam 6 bulan setelah pelatihan peserta mampu mengetahui bagaimana tindaklanjut dari hasil pelatihan tersebut,” tandasnya. (Th)