Sosok yang sangat sederhana dan bersahaja ini bukan orang biasa. Kemewahan dunia telah absen dari kehidupannya. Beliau adalah KH AR Fakhruddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama. Menjabat selama 22 tahun sejak 1968 hingga 1990.
Meskipun hidup dalam serba kesederhanaan, meminjam ungkapan Buya Syafii Maarif, Pak AR dikaruniai pisau batin yang sangat tajam. Dengan pisau itulah dia memahami dan menyikapi berbagai watak manusia. Dengan kepiawaiannya itu, dia diterima di semua golongan dari akar rumput sampai ke menara gading.
Pak AR dikenal sangat dekat dengan pemerintahan kala itu, era Orde Baru. Bahkan Pak Suharto dan Pak AR tampak seperti sahabat karib. Namun demikian Pak AR tidak pernah haus kekuasaan. Sebaliknya, Pak AR tetap kritis kepada penguasa namun dengan cara-cara yang elegan, disampaikan secara langsung, pribadi, tanpa diumbar. Hal ini tentu karena akses dakwah Pak AR yang terbuka kepada siapapun, termasuk kepada penguasa.
Selain kepada pemerintah, kesetiaan Pak AR kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 45 tidak bisa diragukan. Catatan sejarah berikut terekam dengan baik di Majalah Suara Muhammadiyah No.15/62/Th 1982. Menjelang 17 Agustus 1982, dengan ejaan disesuaikan, Pak AR menuliskan Suatu Imbuan:
Saya ingin mengimbau saudara-saudara sebangsa dan setanah air terutama yang seagama. Yaitu negara ini adalah negara kita. Dasar negara dan falsafah negara kita sekarang ini, adalah hasil perundingan kita bersama.
Sudah sama kita niatkan untuk menetapkan dasar dan falsafah negara kita itu. Maka marilah dengan bismillah, dasar dan falsafah negara kita itu kita mantapkan dalam hati kita sebagai putera Indonesia. Bahwa negara kita adalah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Dan sebagai umat Islam tentunya kita tetap mantap untuk tetap beragama Islam. Kita tidak perlu ragu-ragu, dan tidak usah khawatir. Kita yakin negara kita tetap akan memberikan perlindungan kepada kita.
Karena itu marilah kita membela negara kita dengan sebenar-benarnya tanpa ragu-ragu lagi. Pemerintah kita pun kita bela secara sungguh-sungguh. Tentu saja selama pemerintah kita tidak menyeleweng dari Pancasila dan UUD 45 dan tidak menyeleweng dari ketentuan agama Islam.
Kalau ada seseorang oknum pemerintah yang menyeleweng, kita berhak untuk menegurnya, meluruskannya dengan cara yang baik, dengan cara yang dibenarkan oleh UU dan aturan permainan yang berlaku.
Pemerintah kita adalah pemerintah kita sendiri. Maka marilah kita hargai, marilah kita taati, dan marilah pula kita bantu dan kita bela pemerintah dan negara kita tercinta ini. (Erik Tauvani)