• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Sabtu, Juli 19, 2025
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Muhammadiyah dan PDRI

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
18 Desember, 2019
in Sajian Utama
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Share

Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Belanda dan Jepang memang sangat berat. Tetapi lebih berat perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari cengkeraman kolonialisme Belanda yang berambisi menguasai kembali tanah air Indonesia.

Dalam Agresi Militer Belanda I, Jakarta berhasil dikuasai Pasukan Sekutu (Allied Forces Netherlands East Indies). Pusat pemerintahan Indonesia di Jakarta harus pindah ke Yogyakarta (1946) demi keamanan penyelenggaraan pemerintahan. Sekitar dua tahun kemudian, Yogyakarta pun berhasil dikuasai Pasukan Sekutu pada 19-20 Desember 1948 dan para pejabat tinggi pemerintahan Indonesia (Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan beberapa menteri) ditangkap dan diasingkan.

Baca Juga

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

Pihak Belanda menyatakan kemenangan mereka karena merasa berhasil melumpuhkan pemerintahan pusat Indonesia.

Namun, sebelum terjadi kekosongan pemerintahan Indonesia, Hatta telah mengamanatkan kepada Syafruddin Prawiranegara (Menteri Kemakmuran), yang kebetulan tidak menetap di Yogyakarta sehingga lolos dari penangkapan oleh tantara Sekutu, untuk menyelenggarakan pemerintahan darurat di Sumatera Barat.

Inilah yang dikenal sebagai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang secara politik berhasil menyelamatkan Indonesia dari Agresi Militer Belanda II. Pada saat yang sama, Jenderal Sudirman yang tengah sakit menyatakan dukungan atas PDRI di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara. Setelah revolusi Palagan Ambarawa (Oktober-Desember 1945) yang secara politik dimenangkan oleh pihak Indonesia, eksistensi PDRI di Sumatera Barat (1948-1949) menjadi bukti bahwa pemerintahan Indonesia belum habis.

Republik Indonesia masih berdiri sekalipun sistem pemerintahan diselenggarakan secara mobile, berpindah-pindah tempat dengan fasilitas ala kadarnya. Pemerintahan sementara ini mendapat dukungan penuh dari rakyat Indonesia, terutama warga di Sumatera Barat. Sedangkan Sumatera Barat adalah salah satu basis massa terbesar gerakan Muhammadiyah di luar Pulau Jawa yang telah tumbuh sejak 1927.

Sayang sekali, bangsa ini terlalu pendek ingatan sejarahnya. PDRI yang hanya berusia sekitar 7 bulan tersebut dianggap sebagai serpihan sejarah yang mungkin tidak penting. Padahal, tanpa PDRI, keberlangsungan pemerintahan Indonesia mungkin akan berakhir. Kekosongan pemerintahan pusat pada 19-22 Desember telah digantikan secara sah lewat mandat yang diberikan kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk PDRI di Sumatera Barat.

Setelah situasi nasional semakin kondusif, Bung Karno dan Bung Hatta kembali melanjutkan pemerintahan yang sebelumnya sempat berpindah-pindah tempat itu. Dalam konteks ini, peristiwa PDRI harus dapat diletakkan dalam sejarah dan matarantai keberlangsungan pemerintahan Indonesia sejak masa Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini. Menurut Ahmad Syafii Maarif, peristiwa PDRI di Sumatera Barat, Revolusi 10 November di Surabaya, perlawanan Jenderal Sudirman, dan diplomasi Sutan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, dan Hatta sebagai tonggak-tonggak sejarah revolusi Indonesia.

Salah satu fakta historis yang tak dapat dipungkiri, PDRI diselenggarakan di Sumatera Barat, sebuah wilayah yang menjadi basis massa terbesar gerakan Muhammadiyah di luar Jawa. Ketika PDRI mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat, secara tidak langsung gerakan Muhammadiyah turut mendukung eksistensi PDRI. Kontribusi Muhammadiyah terhadap keberlangsungan pemerintahan Indonesia, terutama ketika republik ini melewati masa-masa darurat pada 1948-1949, tentu tidak dapat diabaikan begitu saja. (rief)

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 24 Tahun 2018

Tags: muhammadiyahPDRIPemerintah Darurat Republik IndonesiaSyafruddin Prawiranegara
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah
Berita

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

28 September, 2024
Prof Dr Abdul Mu'ti
Berita

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

22 Agustus, 2024
Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah
Berita

Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah

2 Juli, 2024
Next Post

PDRI, Titik Temu Legalitas Pusat dan Inisiatif Lokal

  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In