Khamar, Judi, Infak dan Pemeliharaan Anak Yatim (5) Surat Al-Baqarah Ayat 219-220

Sementara itu, di antara manfaat dari judi adalah:

  1. Membantu kaum fakir miskin, seperti yang berlaku pada adat bangsa Arab pada masa lalu, yang tidak ada lagi pada masa sekarang, kecuali dalam bentuk permainan yang disebut dengan Yā nashīb (undian), yang hasilnya dimanfaatkan untuk membangun perkampungan, rumah sakit, sekolahsekolah dan lain sebagainya, dalam bentuk dana kebajikan yang dapat dimanfaatkan oleh fakir miskin.
  2. Membuat pemenang merasa gembira.
  3. Mengubah orang miskin menjadi kaya tanpa harus bersusah payah.(Muhammad Rasyid Ridha, hlm. 331-332).

Lebih lanjut Allah menegaskan bahwa,

Dan dosanya (bahayanya) lebih besar dari manfaatnya.

Firman Allah ini memberi petunjuk kepada kaum mukmin (ulama fiqh) untuk menetapkan cara berdalil, sehingga kemudian mereka mendapatkan dua qaidah fiqh dari ayat ini, yang kemudian menjadi bagian dalil dalam menetapkan hukum dalam Islam, yaitu qaidah:

“Menolak kerusakan didahulukan dari pada menarik manfaat” dan qaidah

“Melakukan yang paling ringan bahayanya dari dua alternatif yang sama-sama berbahaya, apabila sulit menentukannya dan tidak ada petunjuk untuk mengkompromikannya.” Selain itu, ada qaidah fiqh lain yang dapat dipetik dari ayat ini yaitu;

Apa yang dalilnya dalam nash bersifat zhanniyyah tidak qath’iyyah, maka ia tidak menjadi syari’at yang berlaku umum yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat, setiap umat beramal sesuai dengan hasil ijtihadnya masing- masing.Siapa yang memahami haramnya maka ia berhenti dan siapa yang tidak memahami seperti itu, maka berlakulah padanya ketentuan asal yaitu boleh (ibahah).(Ibid. hlm. 332).

Pada awalnya, pengharaman khamar dan maysir tidak dinyatakan secara tegas. Karena itu para sahabat beramal sesuai dengan ijtihad masing-masing, yang berbeda antara satu dengan yang lain. Umar bin Al-Khathab lalu berdoa agar Allah memberikan penjelasan tentang masalah khamar dengan keterangan yang jelas dan pasti. Allah kemudian menurunkan ayat 90 surat Al-Maidah yang menegaskan pengharaman khamar dan maysir. Setelah turunnya ayat ini semua sahabat Rasulullah saw meninggalkan khamar dan perjudian, karena makna ayat yang secara tegas mengharamkan khamar dan judi. Hal ini ditambah dengan pertanyaan (istifham ) yang memperkuat larangan, yaitu firman Allah dalam Qs Al-Maidah [5]: 91,

Tidakkah kalian berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?

Dari berbagai fakta di lapangan, dari waktu ke waktu semakin terbukti betapa besarnya bahaya khamar dan judi, yang dahulu belum pernah diketahui. Tidak terhitung banyaknya orang yang menderita penyakit berbahaya yang merusak organ-organ vital, seperti paru-paru, liver, ginjal dan jantung, akibat kecanduan khamar. Tidak terhitung pula yang mati karenanya. Selain itu masih banyak bencana lain yang diakibatkan oleh khamar yang tidak hanya berakibat buruk pada diri pecandu saja tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bahkan bangsa dan negara.

Judi juga memiliki akibat buruk yang tidak kalah besar. Banyak orang dan perusahaan yang bangkrut karena judi, bahkan tidak sedikit pelakunya yang akhirnya gila, bunuh diri atau membunuh karena kalah berjudi. Dengan semuanya ini terbuktilah apa yang dijelaskan Allah dalam firmanNya yang menegaskan bahwa “Dosa keduanya lebih banyak dari manfaatnya”.

Namun sangat disayangkan, karena alasan tidak mau tersisih dalam pergaulan, atau karena mengikuti trend, mengikuti hawa nafsu dan rangsangan kelezatan, tidak sedikit orang yang mengaku sebagai orang pintar, modern dan beradab telah mengabaikan peringatan Allah ini. Mereka dengan bangga meneguk minuman haram dan melakukan perjudian di berbagai pertemuan, di restoran-restoran, kafe-kafe dan di berbagai tempat.

Parahnya lagi kebiasaan buruk ini telah menjalar pula kepada kalangan masyarakat bawah, seperti para pekerja, buruh, pedagang kecil dan bahkan anak-anak sekolah. Mereka yang tersebut terakhir ini, karena tidak mampu membeli minuman yang bermerek yang harganya mahal, maka mereka meminum minuman memabukkan yang harganya murah, yang dioplos, yang akibat buruknya lebih besar, sehingga tidak sedikit di antara mereka yang tewas karena meminumnya.

Selain itu, dampak ikutan dari meminum khamar ini adalah semakin banyak terjadi tindak kriminal, seperti pencurian, penjambretan, perampokan, perzinaan, perkosaan, pembunuhan dan lain-lain. Sedangkan untuk berjudi, kalangan bawah ini biasanya membeli lotre dan yang seumpamanya, yang untuk itu, mereka sering mengabaikan kebutuhan rumah tangga, anak dan isteri mereka, yang berakibat sangat fatal untuk keutuhan rumah tangga dan pendidikan anak.

Dari penjelasan ayat ini dapat disimpulkan bahwa Allah memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita untuk menyadari berbagai bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan maysir terhadap kehidupan kita, dengan melihat sejumlah fakta di lapangan atau pun dengan berbagai penelitian. Dengan penjelasan ini semoga kita dapat memahami secara lebih baik maksud yang terkandung dalam pengharaman keduanya.

Setelah menjelaskan larangan mempergunakan dan memperoleh harta dengan cara yang tidak baik, maka ayat berikutnya beralih pada penjelasan tentang penggunaan harta pada jalan kebaikan, yaitu dengan cara berinfak. Berkenaan dengan hal ini Allah berfirman,

Dan mereka bertanya kepadamu (tentang) apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, kelebihan (dari apa yang diperlukan).

Yang dimaksud dengan infak dalam ayat ini adalah di luar dari zakat yang diwajibkan, yang biasa kita sebut dengan shadaqah. Infak seperti ini bisa kita berikan kepada orang per orang atau pun kepada lembaga-lembaga untuk kepentingan umum.

Yang dimaksud dengan al -‘afw adalah al-fadhl yang berarti kelebihan dari kebutuhan. Inilah pengertian yang dipahami oleh kebanyakan ulama. Thāwus, ulama dari generasi tabi’in, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-‘afw adalah ‘yang mudah dari tiap-tiap sesuatu’. Sedangkan Rabi’ berpendapat bahwa al -‘afw adalah ‘kelebihan harta dan yang paling baik’. Semua makna ini kembali kepada al-fadhl.(Ibnu Katsīr, Tafsīr Al-Qur’ānil ‘Azhīm,(Kairo: Dār Al-Hadīts, th 1426H/2005M), Jilid I, hlm. 555).

Kesimpulannya adalah yang berlebih dari keperluan, yang mudah dan tidak memberatkan kalau dinafkahkan. Yang tidak memberatkan itu adalah yang telah berlebih dari kebutuhan. Artinya, infakkanlah olehmu apa yang berlebih dari kebutuhanmu dan jangan kamu menyakiti dan menyulitkan dirimu dengan memberikan yang dibutuhkan oleh dirimu dan keluargamu. Bersambung

Tafsir Tahlily ini disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan naskah awal disusun oleh Dr Isnawati Rais

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 16 Tahun 2017

Exit mobile version