Oleh : Gonda Yumitro
Ketika mendarat di Jeddah jam 23.30 waktu setempat, saya membuka WhatsApp dan ternyata dapat berita jika Ustadz Yunahar Ilyas meninggal dunia.
Segera saya kirim WA ke ustadz Fathurahman Kamal dan ustadz Syakir Jamaluddin mengkonfirmasi berita tadi. Tidak lama, ustadz Syakir segera membalas menyatakan bahwa ternyata berita tadi adalah benar.
“Doakan Ustadz Yunahar di depan Multazam. Begitu dulu Ustadz Yun berpesan ke saya” , kembali ustadz Syakir mengirimkan pesan.
Seketika terasa ada kesedihan yang mendalam. Tiba-tiba saya teringat perjalan mengenal beliau mulai awal pertemuan dan berbagai nasehat yang begitu banyak selama ini beliau berikan. Bagi saya sosok dan nasehat beliau banyak mempengaruhi kehidupan saya sekarang.
Awal pertemuan dengan ustadz Yun, begitu saya sering memanggil beliau adalah ketika kami bersama teman-teman terlibat dalam IMM UGM.
Ketika saya menjadi ketua IMM UGM dan diteruskan dengan bekerja di LPSI UAD, komunikasi cukup intens kami lakukan baik melalui SMS maupun pertemuan. Terkadang, ketika ada yang mau saya konsultasikan Ustadz Yun dengan tawadhu’ menawarkan pertemuan di rumah beliau, di masjid sehabis khutbah atau memanfaatkan waktu setelah kajian di Cik Ditiro hari Kamis pagi yang akhirnya berubah menjadi kajian Rabu pagi.
Kajian ini masyaAllah menarik minat banyak pihak. Pada tahun 2005-an sd 2007 (yang saya ketahui selama saya masih di Jogja), saya ingat mahasiswa dari berbagai gerakan dan organisasi keislaman di UGM dan kampus sekitar bergabung dalam kajian beliau di PP Muhammadiyah Cik Ditiro.
Kami anak-anak IMM bertugas menyiapkan tempat terutama menyusun kursi dan secara bergilir menjadi moderator kajian beliau. Urusan rekaman dan administrasi lainnya diurus mas Ananto.
Berkenaan dengan rekaman kajian, dulu beliau dan ustadz Fathurrahman Kamal sempat meminta kami anak-anak IMM untuk mentraskrip rekaman beliau sehingga bisa dinikmati dalam bentuk buku tafsir mengingat pemikiran dan cara beliau menyampaikan tafsir yang masyaAllah sangat mendalam, menarik dan mudah dipahami. Qadarallah, program ini belum selesai dilaksanakan karena waktu itu belum tahu cara menggunakan teknologi mentraskrip teks, dan akhirnya teman-teman sudah tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Semoga meskipun beliau sudah meninggal, program ini ada yang bisa kembali melanjutkan.
Terkait dengan kami pribadi, banyak sekali hal yang sering saya konsultasikan dengan beliau. Motivasi belajar bahasa Arab pun juga diantaranya didapatkan dari beliau ketika ustadz Yun menyampaikan bahwa beliau sangat ingin jika mubaligh Muhammadiyah tidak punya masalah dengan ilmu alat baik bahasa Arab maupun Inggris sehingga bisa mempunyai sumber bacaan yang lebih luas.
Bagi saya, ustadz Yun menjadi profile yang ingin saya tiru meskipun tentu berat dan posisi keilmuwan beliau bagi saya seperti melihat langit dari bumi yang rendah.
Ketika lulus kuliah, Alhamdulillah saya diterima di beberapa tempat termasuk menjadi dosen. Saya pun berkonsultasi dengan beliau, maka kata ustadz Yun, menjadi dosen itu insyaAllah banyak manfaat dan bisa menyebarkan ilmu. Tetapi kalau niatnya menjadi orang kaya sepertinya bukan profesi yang tepat. “Kalau dosen itu, ya seperti saya ini” kata beliau dengan tawadhu’nya.
Begitu juga ketika menjadi dosen, saya sering berkonsultasi dengan beliau, masalah sekolah, atau beberapa urusan keislaman yang baru saya pelajari. MasyaAllah, jawaban, nasehat dan arahan beliau selalu membuat saya lega, dan jika pun ada persoalan, apa yang saya hadapi seketika menemukan jalan terang Alhamdulillah.
Qadarallah hampir dua tahun terakhir saya tidak ketemu beliau. Terakhir kami sempat ngobrol sampai jam 12 malam di hotel UMM Inn ketika beliau ke Malang tentang berbagai persoalan. Setelah itu komunikasi kami hanya melalui telepon dan WA seperti ketika beliau mau ke Turki dan saya menerbitkan buku.
Beberapa kali ketika beliau ke Malang, qadarallah saya sedang tidak di Malang. Demikian juga ketika saya ke Jogja akhir Juli lalu, qadarallah belum ada kesempatan bertemu. Adapun ketika beliau dirawat di rumah sakit, ustadz Fathurrahman Kamal sering menyampaikan, yang penting do’anya saja karena memang kondisi beliau yang belum memungkinkan untuk ditemui.
Kesedihan ini terasa begitu mendalam. Sampai akhirnya di pagi ini sambil menunggu subuh, Allah seakan mengingatkan saya ketika saya sampai pada bacaan,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ ۖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ * ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ ۚ أَلَا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“……..Dan Dia-lah penguasa mutlak semua hamba-Nya, dan diutus untukmu para malaikat penjaga.Sampai jika tiba waktu kematian bagi kalian, maka utusan kami mewafatkannya dan mereka tidak melalaikan tugasnya”
Kemudian ia kembali kepada Allah, penguasa mereka yang sesungguhnya. Ketahuilah segala hukum milik Allah, dan Dia paling cepat melakukan hisab (Q.S. Al An’am: 61-62)
Saya pun meneruskan bacaan, dan kembali saya diingatkan dengan ayat,
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“…….Dan jika sudah datang ajal mereka, maka tidak ada yang bisa mengakhirkan meskipun sesaat, dan tidak pula ada yang bisa mempercepat (Q.S. Al A’raf: 34)”
Meskipun terasa berat, kami berusaha untuk mengikhlaskan kepergian ustadz. Hanya do’a yang bisa kami panjatkan, semoga Allah mengampunkan segala kesalahan ustadz, memberikan rahmat-Nya kepada ustadz, dan semoga Allah nanti mengumpulkan kita semua di dalam surga, serta semoga semakin banyak di tengah umat ini yang bisa melanjutkan perjuangan ustadz. Aamiin
Masjid Nabawi, 3 Januari 2020
Murid yang kehilangan, Gonda Yumitro, Dosen HI UMM / Kandidat Doktor di IIUM Malaysia / MoFA Taiwan Fellowship Awardee – Asia University