Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr wb. Jika ada seorang wanita mau nikah tetapi orangtuanya jauh (belum pasti bisa hadir). Siapa yg paling berhak menjadi walinya? Wali nasabnya atau langsung wali hakim?
Terimakasih. Saudara shafthande, (disidangkan pada hari Jum›at 10 Muharram 1436 H / 23 Oktober 2015)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam wr.wb.
Terimakasih atas pertanyaan yang Saudara ajukan.
Dalam Islam, keberadaan wali nikah bagi wanita merupakan suatu keharusan, bahkan nikah tidak sah jika tidak ada wali. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud no. 2087:
عَنْ أَبِى مُوسَى أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَال: لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ
Dari Abu Musa (diriwayatkan), bahwa Nabi saw bersabda: Tidak ada (tidak sah) nikah kecuali dengan adanya wali.
Alangkah lebih baiknya jika wali dapat hadir dalam proses ijab qabul. Namun jika ia berhalangan karena tempatnya terlalu jauh, sehingga dia tidak dapat hadir, untuk pelaksanaan ijab qabulnya dapat diwakilkan kepada orang yang memenuhi syarat untuk menjadi wali nikah, yaitu: laki-laki, muslim (orang Islam), baligh (dewasa), dan aqil (berakal). Orang yang menjadi wakil wali nikah dapat dari orang yang memiliki hubungan nasab dan juga dapat dari orang yang tidak ada hubungan nasab misalnya petugas dari Pegawai Pencatatan Nikah atau pihak lain yang memenuhi syarat.
Merujuk ketentuan kompilasi Hukum Islam pada pasal 28 disebutkan “akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan, wali dapat mewakilkan kepada orang lain”.
Dalam pasal tersebut memang tidak disebutkan tentang tata cara mewakilkan. Undang-undang hanya bersifat normatif. Jadi, ketika dalam perundang-undangan tidak disebutkan tentang tata cara pelaksanaan taukil, maka aplikasinya kembali merujuk pada kitab-kitab fiqh.
Berdasarkan ketentuan dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 477 Tahun 2004, tentang permasalahan taukil disebutkan dalam pasal 19 ayat (6) yang berbunyi “wali nasab dapat mewakilkan kepada penghulu atau pembantu penghulu atau orang lain yang menurut penghulu atau pembantu penghulu dianggap memenuhi syarat.” Kemudian ditindaklanjuti dalam peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 pada pasal 18: “untuk melaksanakan pernikahan wali nasab dapat mewakilkan kepada PPN, Penghulu, Pembantu PPN atau orang lain yang memenuhi syarat.”
Dari penjelasan pasal tersebut, tampak hampir tidak ada perbedaan antara hukum Islam dan peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai masalah taukil atau pelimpahan wewenang untuk menikahkan.
Perwakilan bagi wali yang bertempat tinggal jauh dari tempat akad nikah dapat pula dilakukan dengan menggunakan surat yang dibubuhi dengan materai, atau dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi seperti video call, video streaming dan lain-lain.
Dalam Islam, perwalian dibebankan kepada ayah. Akan tetapi jika ayah tidak ada karena meninggal atau ‘adlal (enggan dan tidak mau menikahkan) maka perwalian digantikan oleh wali nasab yang urut-urutannya sebagaimana yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 21 sebagai berikut: Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka. Jika kelompok pertama tidak ada maka perwalian berpindah pada kelompok kedua, jika wali kelompok kedua tidak ada maka hak perwalian berpindah pada kelompok ketiga dan jika kelompok ketiga tidak ada maka digantikan kelompok keempat.
Mengenai wali hakim, sebagaimana disebutkan dalam hadis Ahmad no. 25365:
أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنَّ السُّلْطَانَ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ.
Diriwayatkan sesungguhnya ‘Aisyah telah mengabarkan, bahwa Nabi saw bersabda: Sesungguhnya pemerintah (hakim) menjadi wali bagi siapa yang tidak memiliki wali.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang berhak untuk menjadi wali nikah pada saat ijab qabul adalah ayah, tetapi jika ayah tidak bisa (berhalangan) dapat diwakilkan kepada yang memenuhi persyaratan sebagai wali. Jika ayah tidak ada maka berpindah pada wali dan urut-urutan sebagaimana tersebut di atas. Jika wali nasab tidak ada, maka hak perwalian berpindah kepada wali hakim.
Wallahua’lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 7 Tahun 2016