YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah menyambangi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Dalam kunjungan Gus Dur itu bermaksud untuk bernostalgia. Seketika imajinasinya melayang ke tahun 1954-1957, di mana selama tiga tahun ia tinggal di Kauman, ia bergaul dengan anak-anak muda di Kauman.
“Saya dulu tinggal di rumah Pak Djunaedi, kalau panggilannya ya Pak Joned,” tutur Gus Dur kala itu yang disambut tawa hadirin yang ikut memenuhi ruang Masjid Gedhe Yogyakarta, Jumat tanggal 18 Februari 2000 sebagaimana dalam Reportase Majalah SM No 5 tahun itu. Pada rentang tahun 1954-1957 Gus Dur menimba ilmu di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Negeri di Gowangan Yogyakarta.
Gus Dur kemudian melanjutkan ceritanya. “Mau tahu kenapa saya sekolah di Yogya, biasa karena tidak naik kelas,” kelakar Gus Dur yang masih membuat tawa jamaah Masjid Kauman kala itu. Ternyata hawa dan suasana Yogya yang merupakan kota pelajar ini memang memacunya untuk kiat belajar, meski pun tetap saja tidak meninggalkan kenalakannya di masa remaja. “Ternyata saya akhirnya lulus juga,” tambahnya.
Gus Dur Belajar kepada Tokoh Muhammadiyah
Ia juga menceritakan tentang dirinya yang pernah berguru dengan ulama-ulama Muhammadiyah. “Saya juga mengaji kepada Kyai Maksum Abu Hasan, Mbah Hana, dan Pak Basyir,” katanya. Ketiganya ulama Muhammadiyah, Pak Basyir merupakan ayah dari KH Ahmad Azhar Basyir MA, ketua PP Muhammadiyah sebelum Dr H Muhammad Amien Rais, sedangkan Mbah Hana adalah Direktur Madrasah Mualimat Muhammadiyah Yogyakarta kala itu.
Karenanya, Gus Dur melihat bahwa Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sangat dekat sekali. Kalau ada yang bilang Muhammadiyah jauh dengan NU, apalagi bermusuhan, itu menurutnya, hanya mencari-cari saja. “Wong yang dipelajari saja bahannya sama kok,” tegasnya, tetapi kalau perbedaan penafsiran itu wajar-wajar saja menurutnya.
Gus Dur bercerita, sewaktu dulu Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan, pendiri NU KH Hasyim Asy’ari bertanya siapa yang mendirikan Muhammadiyah. Ketika dijawab KH Ahmad Dahlan, kemudian ia minta penjelasan apakah Ahmad Dahlan yang sama-sama mengaji dengannya di Kyai Sholeh Darat Semarang. Setelah dibenarkan, tampak hatinya lega.
Penerus KH Hasyim Asy’ari, KH Bisri Syamsuri yang juga ahli fiqhnya NU, ketika ada masalah tentang fiqh, ia tidak segan-segan mengajak Abdurrahman Wahid untuk pergi ke ulama Muhammadiyah. Waktu itu biasanya pergi ke rumah Mbah Hana. Dalam diskusi sering mereka menjadi merah. Jika belum puas diskusi di Yogya, kemudian KH Bisri Syamsyuri pergi ke Kroya, rumah Kyai Adqia. “Saya ya manut saja,” tandasnya.
Karena itu Gus Dur mengaku bahwa ia sering dijuluki orang Muhammadiyah yang ada di NU. Sebaliknya KH Ahmad Azhar Basyir sering dijuluki orang NU yang ada di Muhammadiyah. Oleh karena itu, sebetulnya antara organisasi Islam tidak perlu ribut-ribut. Tidak hanya Muhammadiyah ataupun NU, bahkan bagi Mathlahul Anwar, Perti, ataupun organisasi Islam lainnya kala itu.(ran)