Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullâhi wabarakatuh. Ada orang Muhammadiyah ketika shalat malam dia membaca secara sir. Kemudian, saya mengatakan kepadanya bahwa seharusnya dengan jahar. Dia menjawab: “Kalau kita jadi imam, kita secara jahar, kalau sebagai makmum atau shalat sendiri, kita baca secara sir.” Mohon penjelasannya.
Nyakmat, Labuhan Haji, Aceh Selatan (disidangkan pada hari Jum’at, 25 Jumadal Tsaniyah 1435 H / 25 April 2014)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan. Perlu saudara ketahui bahwa pertanyaan saudara sudah ada jawabannya dalam buku Tanya Jawab Agama jilid IV halaman 156 yang intinya bahwa kadang-kadang Nabi membaca sir dan kadang-kadang jahar dalam shalat malam. Untuk lebih jelasnya, kami akan menyebutkan beberapa Hadits yang menjelaskan tentang bacaan dalam shalat malam dengan sir atau jahar; Hadits dari ‘Aisyah bahwa dia pernah ditanya:
Bagaimana bacaan Nabi saw. sewaktu shalat malam? Lalu ia menjawab: Semua itu seperti yang biasa dikerjakan, yaitu kadang-kadang ia pelankan (sir) dan kadang-kadang ia keraskan (jahar). [HR. Imam yang lima dan disahkan oleh at-Tirmidzi]
Hadits dari ‘Aisyah juga:
Diriwayatkan dari Ghudhaif bin al-Harits, dia mengatakan, aku mendatangi ‘Aisyah, lalu aku bertanya, bagaimana bacaan Rasulullah saw, apakah beliau mengeraskan suara (jahar) atau mengecilkan suara (sir)? ‘Aisyah menjawab, terkadang beliau mengeraskan (jahar) bacaannya dan terkadang memelankan (sir). Aku berkata; Allahu akbar, Alhamdulillâh (segala puji hanya milik Allah) yang telah memberikan kemudahan dalam masalah ini. [HR Abu Dawud,1/89]
Hadits dari Abu Hudzaifah
“Aku shalat bersama Nabi saw pada suatu malam, maka beliau memulai dengan surat Al-Baqarah, lalu aku katakan,’Beliau rukuk pada ayat keseratus, kemudian beliau meneruskan, aku katakan, beliau shalat dengannya pada satu rakaat, lalu beliau meneruskan, lalu aku katakan, beliau rukuk dengannya, kemudian mulailah membaca surat An-Nisa’ dan beliau membacanya. Lalu memulai membaca surat AliImran, beliau membacanya dengan tidak tergesa-gesa. Maka apabila mendapati ayat yang terdapat tasbih, maka beliau bertasbih, dan apabila mendapati ayat yang ada permohonan, beliau memohon, kemudian apabila mendapati ayat yang ada ta’awwudz, beliau berta’awwudz, lalu rukuk dan membaca subhana rabbiyal ‘adhim, lamanya rukuk beliau sama seperti berdirinya. Lalu beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah, rabbana lakal hamdu, kemudian beliau berdiri yang lama berdirinya itu mendekati (lama) rukuknya, Lalu beliau sujud dan membaca subhana rabbiyal ‘a’la, maka lamanya sujud beliau tidak jauh beda dari rukunya”. [HR. Muslim]
Hadits dari Abu Qatadah:
Bahwasanya suatu malam Nabi saw keluar rumah dan mendapati Abu Bakar ra. shalat malam dengan merendahkan suaranya (sir). Dan beliau melewati Umar bin Khattab ketika sedang shalat dengan meninggikan suaranya (jahar). Ketika keduanya telah berkumpul di dekat Nabi saw beliau bersabda: “Wahai Abu Bakar, aku melewatimu ketika engkau sedang shalat dengan merendahkan suaramu.” Abu Bakar berkata: “Wahai Rasulullah, aku memperdengarkan kepada (Allah) yang aku berbisik kepada-Nya.” Beliau juga bersabda kepada Umar: “Aku melewatimu ketika engkau sedang shalat dengan meninggikan suaramu” (jahar). Umar berkata: “Wahai Rasulullah, aku membangunkan orang yang mengantuk dan mengusir setan.” Maka Nabi saw bersabda: “Wahai Abu Bakar, tinggikan suaramu (jahar) sedikit.” Beliau juga bersabda kepada Umar: “Wahai Umar, rendahkan suaramu (sir) sedikit”. [HR Abu Dawud, no. 1329]
Dari beberapa Hadits di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
Ketika Rasulullah shalat malam sendirian, terkadang beliau membaca bacaan shalat dengan mengeraskan suara (jahar) dan terkadang merendahkan suara (sir).
Ketika Rasulullah shalat malam bersama Abu Hudzaifah, Abu Hudzaifah menjelaskan bahwa Rasulullah membaca surat Al-Baqarah, AnNisa’ dan Ali-Imran. Ini menunjukkan bahwa Abu Hudzaifah mendengar suara Rasulullah ketika membaca ayat secara jahar.
Dalam kasusnya Abu Bakar dan Umar, bahwa Rasulullah menyarankan agar mu’tadil (sedang) yaitu tidak terlalu keras (jahar) dan tidak terlalu pelan (sir) membaca bacaan ketika shalat malam.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Rasulullah saw ketika shalat malam sendirian kadang-kadang membaca dengan jahar dan kadangkadang dengan sir; dan ketika beliau melakukan shalat malam berjamaah membaca dengan jahar. Sungguhpun demikian beliau menyarankan agar dalam shalat malam membaca tidak terlalu jahar dan tidak terlalu sir.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 2 Tahun 2015