Terlahir dengan nama lengkap Abu al-Abbas Taqiyyuddin Ahmad bin Abd as-Salam bin Abdillah bin Taimiyah al-Harrani pada 22 Januari 1263 M yang bertepatan dengan 10 Rabiul Awwal 661 H Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah adalah pembaru agung dari Damaskus. Ia adalah orang yang keras pendiriannya, teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya.
Dikutip dari Ensiklopedia Peradaban Islam karya Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec, pada satu kesempatan ia pernah berkata, “Jika aku sedang memikirkan suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang musykil bagiku, maka aku akan beristighfar sekitar seribu kali sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan dimanapun, baik di pasar, masjid, maupun madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Di Damaskus ia menimba ilmu hingga kemudian menjadi ulama besar yang sangat dikagumi karena ketinggian ilmu dan istiqamahnya dalam memperjuangkan aqidah Islam. Sejak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Menghafalkan al-Qur’an dan menimba berbagai cabang ilmu dari para ulama terus ia lakukan. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu usuluddin, seperti tafsir, hadits, dan bahasa arab. Ia pun telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, al-Mu’jam al-Kabir karya at-Tabrani dan al-Kutub as-Sittah.
Suatu waktu saat ia masih kanak-kanak, ada seorang ulama besar dari Aleppo sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan pertanyaan dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, ia pun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya sehingga ulama tersebut berkata, “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar. Sebab, belum pernah ada seorang bocah sepertinya.”
Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan menggali ilmu, terutama yang terkait dengan al-Qur’an dan sunnah. Lalu lantas bagaimana dengan kita, masihkah kita masih ingin bermalas-malasan membaca dan belajar? (Diko)