Di awal tahun 2020, Virus Corona (Coronavirus) telah mengakibatkan 106 kematian di seluruh dunia. Virus ini dapat mengakibatkan Middle East Rispiratory Syndrone (MERS) yaitu penyakit pernafasan dengan gejala klinis batuk, pilek, demam, letih, lesu, tenggorokan sakit, dan pernafasan terganggu. Coronavirus pertama kali muncul pada tahun 2012 di Arab Saudi. Sebelumnya pada tahun 2003, Virus ini mengakibatkan 774 kematian yang mengakibatkan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yaitu sebuah jenis penyakit pneumonia.
Namun siapa sangka jika yang pertama kali menemukan virus ini adalah seorang Muslim. Ia adalah Ali Mohamed Zaki seorang ahli virus dari Fakultas Kedokteran Universitas Ain-Shams, Mesir. Lahir 1 Desember 1953 dan berhasil menamatkan kuliah di Departemen Mikrobiologi Universitas tersebut.
Dilansir dari The Guardian, pada pertengahan Juni tahun 2012, Ali Mohamed Zaki adalah seorang ahli virus di Rumah Sakit Dr Soliman Fakeeh di Jeddah Arab Saudi. Ia menerima telepon dari seorang dokter yang khawatir dengan kondisi seorang pasien yang ia tangani. Pasien berusia 60 tahun tersebut telah dirawat di rumah sakit karena pneumonia yang parah. Maka sang dokter ingin Zaki mengidentifikasi virusnya. Zaki pun memperoleh dahak sang pasien dan mulai menelitinya dan menjalankan tes lab biasa. Satu demi satu tes telah dilakukan dan hasilnya kembali negatif.
Bingung dengan hasil tersebut, Zaki pun mengirim sampel ke laboratorium virologi terkemuka di Erasmus Medical Centre di Rotterdam. Sambil menunggu tim dari Belanda yang memeriksa virusnya, Zaki mencoba satu tes lagi. Kali ini ia mendapatkan hasil positif bahwa virus yang menyerang pasien tersebut adalah coronavirus. Zaki dengan cepat mengirim email ke labaroraturium di Belanda untuk membunyikan alarm waspada. Ini adalah virus corona yang belum pernah ia dilihat sebelumnya.
Untuk mengingatkan ilmuwan lain, Zaki juga memposting catatan tentang hasil dari temuannya tersebut di sistem pelaporan internet yang bisa secara cepat berbagi rincian penyakit menular dan wabah dengan para peneliti dan lembaga kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Langkah itu sangat merugikannya. Seminggu kemudian, Zaki pun kembali ke tanah kelahirannya di Mesir karena kontraknya di rumah sakit terputus. Ada tekanan dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi, bahwa mereka tidak suka hasil penelitian tersebut muncul di proMED dan tersebar luas. Mereka memaksa rumah sakit untuk mengakhiri kontraknya. “Saya terpaksa meninggalkan pekerjaan saya karena ini, tetapi itu adalah tugas saya. Ini adalah virus yang sangat serius,” ujarnya saat diwawancarai pada waktu itu.
Pada akhirnya, pasien yang diketahui mengalami MERS tersebut meninggal 11 hari setelah dirawat di rumah sakit. Kesehatannya semakin memburuk karena nafas yang semakin pendek. Ali selanjutnya kembali ke Mesir setelah laboraturium rumah sakit tempatnya bekerja ditutup. Saat ini Zaki kembali ke posisi akademiknya sebagai professor mikrobiologi di Ain Shams University. (Diko)