Istighfar 1000 Kali setelah Tahajud

Shalat Tahajud

Ilustrasi Muslim Village

Pertanyaan:

Assalamu alaikum wr wb Bolehkah saya setiap selesai shalat Tahajud beristighfar sebanyak 1000 kali? Termasuk bid’ah atau tidak? Terima kasih jawabannya.

Wassalamu alaikum wr wb

(disidangkan pada Jum’at, 21 Dzulhijjah 1437 H / 23 September 2016 M)

Jawaban:

Wa alaikumus salam wr wb

Terima kasih atas pertanyaan saudara. Sebelumnya kami jelaskan pengertian istighfar terlebih dahulu. Istighfar berasal dari bahasa Arab yang berasal dari kata gha-fa-ra yang berarti menutup, seperti lafal ghafarallahu dzunubahu artinya Allah menutupi dosanya, sehingga lafal istighfar dapat diartikan memohon kepada Allah untuk ditutupi dan diampuni atas dosa dan kesalahannya (Lisanul Arab, halaman 3274). Istighfar dapat berarti memohon ampunan, bertaubat atas perbuatan buruk yang telah dilakukan. Sebagai hamba, manusia sangat membutuhkan ampunan Allah sehingga sangat dianjurkan untuk beristighfar, sebagaimana dalil-dalil berikut yang menganjurkan beristighfar:

“ … dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2), maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat (3)” (Qs An-Nashr [110]: 2-3).

“Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam (9), maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” (Qs Nuh [71]: 9-10).

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs Al-Baqarah [2]: 199).

“Dan mohonlah ampun kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. An-Nisaa [4]: 106).

Ayat-ayat di atas berisi perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk meminta ampunan kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat. Hanya orang-orang musyrik (dosa syirik) sajalah yang tidak mendapat ampunan, sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (Qs An-Nisaa [4]: 48).

Beristighfar dapat dilakukan di manapun kecuali pada tempat-tempat terlarang (misalnya kamar mandi) dan kapan pun di setiap waktu. Tidak ada ketentuan waktu yang dikhususkan untuk beristighfar. Namun dalam pada itu, terdapat beberapa waktu yang lebih utama dalam beristighfar seperti pada waktu sahur atau pada waktu sepertiga malam yang terakhir. Sebagaimana Allah SwT berfirman:

“Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar,” (Qs Adz-Dzaariyaat [51]: 17-18).

“Katakanlah: Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu? Untuk orangorang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungaisungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hambahamba-Nya” (Qs Ali-Imran [3]: 15-17).

Dan Hadits Nabi Muhammad Rasulullah saw:

“Dari Abu Hurairah [diriwayatkan] bahwa Rasulullah saw bersabda: Allah Tabaaraka wa Ta’aala turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman: Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni” [HR. al-Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad dengan lafal dari al-Bukhari].

“Dari Abu Hurairah ra [diriwayatkan] bahwa Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya” [HR Muslim].

Adapun mengenai jumlah banyaknya belum ditemukan dalil yang menyebutkan tentang beristighfar sebanyak 1000 kali, yang ditemukan hanya dalil hadis berikut ini:

“Telah menceritakan pada kami Yahya ibn Yahya dan Qutaibah ibn Sa’id dan Abu ar-Rabi’ al-‘Atakiy, seluruhnya dari Hammad. Yahya berkata: telah menceritakan pada kami Hammad ibn Zaid dari Tsabit dari Abi Burdah. Dari al-‘Aghari al-Muzabiy, mereka semua adalah para sahabat, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya istighfar itu selalu meliputi hatiku dan sungguh aku selalu memohon ampun kepada Allah setiap hari sebanyak seratus kali” [HR. Muslim].

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah saw. beristighfar sebanyak seratus kali dalam sehari, namun tidak menjelaskan dalam pelaksanaannya itu setelah shalat tahajud atau yang lain. Berbeda halnya dalam shalat fardlu, Rasulullah saw. mengajarkan untuk beristighfar setelahnya sebanyak tiga kali, sebagaimana Hadits berikut:

“Dari Tsauban, maula Rasulullah saw, (diriwayatkan) ia berkata: Adalah Rasulullah saw apabila hendak bangkit dari shalatnya beristighfar tiga kali, kemudian mengucapkan: Allahumma antas-Salaam, wa minkaSalaam, tabaarakta yaa Dzal-jalaali wal-ikraam. [HR Ahmad].

Adapun Hadits riwayat Muslim di atas tidak menunjukkan ukuran paling sedikit atau paling banyaknya dalam beristighfar, namun yang pasti bahwa istighfar itu sangat dianjurkan, sehingga patut bagi kita untuk memperbanyak istighfar. Rasulullah saw yang kedudukannya jelas di sisi Allah mutlak masuk surga beristighfar 100 kali dalam sehari, apalagi orang biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa.

Dari uraian di atas dipahami bahwa istighfar itu merupakan perbuatan yang terpuji, hanya saja dalam pelaksanaan dan jumlah banyaknya tidak ada aturan yang mengikat, yang penting ialah kita memperbanyak istighfar. Namun demikian hendaknya didukung dengan keikhlasan dalam hati atau dengan kata lain muncul dari lubuk hati yang paling dalam sehingga membekas dalam perilaku kesehariannya. Perwujudannya adalah istighfar disertai dengan hati yang tunduk dan tawadhu’ serta rasa sesal atas perbuatan yang telah dilakukan, yakin akan berhenti total dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Ringkas kata, istighfar dilakukan dengan memperhatikan aspek kuantitas dan kualitas.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Artikel ini telah dimuat di Majalah SM Edisi 12 Tahun 2017

Exit mobile version