Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Perihal waktu-waktu yang dilarang mengerjakan shalat sunnah. Bagaimana Majelis Tarjih menyikapi tentang waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat, misal waktu setelah shalat Ashar sampai menjelang Magrib, setelah shalat Subuh sampai waktu syuruq dan saat matahari tepat di atas kepala kita, menjelang akan tibanya waktu Zhuhur.
Dan ada sebagian memperbolehkan walaupun waktu yang terlarang. Misal shalat Tahiyatul Masjid, Shalat Jenazah. Dan apa betul ada hadis yang memperbolehkannya, sedangkan larangan jelas banyak hadis yang terdapat pada al-Bukhari, Muslim dan yang lainnya.
Wassalamu alaikum wr. wb.
Saruji Ismail (disidangkan pada Jum‘at, 7 Ramadan 1438 H / 2 Juni 2017 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam wr. wb.
Terima kasih atas pertanyaan saudara, berikut ini jawabannya:
Islam mengajarkan supaya umat Islam mendirikan shalat, baik yang fardu maupun yang sunat, pada waktu-waktu yang telah ditetapkan. Allah berfirman:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا [النسآء، 4: ١٠٣]
Sesungguhnya shalat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” [QS. an-Nisa (4): 103].
Selain itu, Islam juga mengajarkan supaya umat Islam tidak mendirikan shalat pada waktu-waktu tertentu, karena hikmah dan argumentasi yang terkadang tidak diketahui. Semua itu sebagai ujian ketaatan kepada Allah. Waktu-waktu yang dilarang mendirikan shalat ada lima, yaitu:
- Waktu setelah shalat Subuh sampai terbit matahari.
- Waktu terbit matahari sampai naik sekitar satu anak panah.
- Waktu matahari tepat di atas kepala sampai waktu shalat Zhuhur.
- Waktu matahari berwarna kekuningan hingga terbenamnya matahari.
- Waktu setelah shalat Ashar sampai terbenamnya matahari.
Waktu nomor 1 dan 5 dilarang shalat berdasarkan kepada hadis:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لَا صَلَاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ [رواه البخاري ومسلم واللفظ للبخاري].
Dari Abu Said al-Khudri [diriwayatkan] ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Tidak boleh shalat setelah subuh sampai matahari naik (sedikit), dan tidak boleh shalat setelah asar sampai matahari menghilang (tidak tampak/terbenam) [HR. al-Bukhari dan Muslim dan lafal hadis ini milik al-Bukhari].
Waktu nomor 2, 3 dan 4 dilarang shalat berdasarkan kepada hadis:
عن عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ الْجُهَنِىَّ يَقُولُ: ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ [رواه مسلم].
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani [diriwayatkan] ia berkata: Tiga waktu yang Rasulullah saw. melarang kami untuk shalat dan menguburkan orang yang mati di kalangan kami pada waktu-waktu tersebut: Ketika matahari terbit sampai naik (sedikit), ketika matahari berada di kulminasi (titik tertinggi) sampai tergelincir, dan ketika matahari condong untuk terbenam sampai terbenam [HR. Muslim].
Apabila direnungkan, lima waktu yang dilarang shalat tersebut bisa dirangkum menjadi tiga waktu seperti berikut:
- Waktu setelah shalat Subuh sampai matahari naik sekitar satu anak panah (2,5 meter, yaitu sekitar 15 menit dari terbit matahari).
- Waktu matahari tepat di atas kepala sampai waktu shalat Zhuhur.
- Waktu setelah shalat Ashar sampai terbenamnya matahari.
Namun perlu dijelaskan di sini bahwa shalat yang dilarang pada waktu-waktu di atas bukan semua shalat, tetapi shalat yang dilarang adalah shalat rawatib setelah Subuh dan asar serta shalat sunat tanpa sebab. Shalat sunat tanpa sebab adalah shalat sunat mutlak, yaitu shalat yang didirikan tanpa sebab apapun selain mendekatkan diri kepada Allah.
Adapun shalat fardu lima waktu yang tertinggal, demikian pula shalat-shalat sunat yang tertinggal, maka shalat-shalat tersebut boleh dilakukan pada waktu-waktu terlarang seperti di atas. Setelah shalat asar didirikan umpamanya, apabila ada orang yang belum shalat Zhuhur karena lupa atau tertidur maka ia harus segera shalat Zhuhur ketika mengingatnya, meskipun saat itu adalah waktu terlarang. Dalilnya adalah hadis berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ نَبِىُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا [رواه البخاري ومسلم واللفظ لمسلم]
Dari Anas bin Malik [diriwayatkan] ia berkata: Nabi saw. bersabda: Barangsiapa lupa shalat atau tertidur darinya, maka kaffaratnya (tebusannya) ialah hendaknya ia mendirikan shalat tersebut apabila ia mengingatnya [HR. al-Bukhari dan Muslim dan lafal hadis ini milik Muslim].
Dan hadis berikut:
عَنْ قَيسٍ جَدِّ سَعْدٍ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحُ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: مَا هَاتَانِ الرَّكْعَتَانِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولُ اللهِ رَكْعَتَا الفَجْرِ لَمْ أَكُنْ صَلَّيتُهُمَا، فَهُمَا هَاتَانِ، قَالَ: فَسَكَتَ عَنْهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ [رواه ابن خزيمة].
Dari Qais kakek Sa’ad [diriwayatkan] bahwa ia shalat Subuh bersama Nabi saw., lalu ia bangun lagi shalat dua rakaat, maka Nabi saw. bertanya: Apakah dua rakaat ini? Ia menjawab: Wahai Rasulullah, itu adalah shalat sunat fajar dua rakaat yang tadi belum sempat aku mendirikannya, maka dua rakaat itu yaitu tadi. Ia berkata: Nabi saw. mendiamkannya [HR. Ibnu Khuzaimah].
Demikian pula shalat-shalat sunat yang ada sebabnya, itu semua boleh dikerjakan pada waktu-waktu terlarang. Contoh shalat-shalat sunat yang ada sebabnya adalah shalat sunat wudu, shalat sunat safar, shalat sunat tahiyyatul masjid, shalat sunat setelah tawaf, shalat sunat kusuf (gerhana matahari), shalat sunat istisqa‘ (minta hujan), termasuk shalat jenazah yang hukumnya fardu kifayah. Apabila ada orang masuk masjid setelah waktu shalat Ashar misalnya, maka ia boleh shalat sunat tahiyyatul masjid. Apabila ada orang mau safar atau bepergian saat matahari tepat di atas kepala, ia boleh shalat sunat safar pada waktu terlarang tersebut karena ada sebabnya. Dalilnya adalah hadis berikut:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ وَقَالَ: شَغَلَنِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ [رواه البخاري].
Dari Ummu Salamah [diriwayatkan]: Nabi saw. shalat dua rakaat setelah asar, dan beliau bersabda: Orang-orang dari (kabilah) Abdul Qais telah menyibukkanku dari shalat dua rakaat tersebut setelah Zhuhur [HR. al-Bukhari].
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. shalat sunat dua rakaaat pada waktu terlarang yaitu setelah shalat Ashar. Namun beliau melakukannya karena ada sebab yaitu karena sibuk melayani umatnya.
Dalil lain yang membolehkan shalat pada waktu-waktu terlarang:
عَن جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَا بَنِي عَبْدَ مَنَافٍ، لَا تَمَنَّعَوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ وَصَلَّى أية سَاعَةٍ شَاءَ، مِن لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ [رواه أصحاب السنن وصححه ابن خزيمة والترمذي].
Dari Jubair bin Muth’im [diriwayatkan] bahwa Nabi saw. bersabda: Hai Bani Abdu Manaf, janganlah kalian melarang seseorang tawaf di Ka’bah ini dan shalat waktu kapanpun ia berkehendak, baik malam atau siang [HR. para pengarang Sunan dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan at-Tirmidzi).
Hadis ini menunjukkan bolehnya atau bahkan sunatnya shalat sunat tawaf kapan saja, baik waktu siang maupun malam, waktu terlarang maupun bukan waktu terlarang.
Dalil lainnya:
عَن أَبِي هُرَيرَةَ قَالَ: قَالَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ: يَا بِلَال حَدَّثَنِي بِأرْجَى عَمَلٍ عَمَلْتَهُ مَنْفَعَة فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي قَدْ سَمِعْتُ اللَّيْلَةَ خشف نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَي فِي الْجَنَّةِ فَقَالَ: مَا عَلِمْتُ يَا رَسُولَ اللهِ فِي الْإِسْلَامِ عِنْدِي عَمَلًا أَرْجَى مَنْفَعَة مِن أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّر طُهُورًا تَامًا قَطّ فِي سَاعَةٍ مِن لَيْلٍ أَو نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ لِرَبِّي مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّي [رواه ابن خزيمة].
Dari Abu Hurairah [diriwayatkan] ia berkata: Nabi Allah saw. bersabda kepada Bilal tatkala shalat Subuh: Hai Bilal ceritakan kepadaku amalan yang telah kamu kerjakan yang paling kamu harapkan manfaatnya di dalam Islam, karena sungguh aku mendengar suara kedua sandalmu malam ini di hadapanku di dalam surga. Bilal menjawab: Wahai Rasulullah, saya tidak mengetahui amalan di dalam Islam yang lebih saya harapkan lebih dari bahwa saya tidak bersuci dengan sempurna baik pada waktu malam maupun siang melainkan saya shalat karenanya untuk Tuhanku seberapa banyak yang telah ditentukan untukku bershalat [HR. Ibnu Khuzaimah].
Hadis ini menunjukkan disunatkannya shalat sunat wudu pada waktu siang maupun malam, baik waktu terlarang maupun bukan. Adapun shalat jenazah tidak terlarang dilakukan di waktu ini (sebagaimana terdapat pada hadis ‘Uqbah bin ‘Amir di atas). Makna hadis tersebut adalah seseorang dengan sengaja mengakhirkan waktu pemakaman sampai waktu terlarang tersebut, sebagaimana larangan mengakhirkan shalat asar sampai matahari menguning tanpa ada alasan yang dibenarkan. Namun jika pada saat pemakaman sudah masuk pada tiga waktu larangan ini, di luar kesengajaan, maka tidak ada masalah.
Dari keterangan serta hadis-hadis di atas dan hadis-hadis lainnya dapat disimpulkan bahwa tidak ada halangan untuk mendirikan shalat fardu dan shalat sunat yang ada sebabnya pada lima waktu yang dilarang shalat di dalamnya.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 15 Tahun 2018