Tuntunan Islam Menjawab Salam

Salam

Foto Dok Ilustrasi

Tuntunan Islam Menjawab Salam

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Selama ini saya menjawab salam dengan “wa ‘alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh”. Saya mengikuti dari kebanyakan yang dijumpai di masyarakat kita. Juga dari film-film tentang Umar ibnu Khathab. Dalam beberapa klip film tersebut saling mengucap salam. Namun beberapa kajian secara kebahasaan Arab disimpulkan jawaban salam yang benar adalah “wa ‘alaikumus-salam …”. Saya tidak terburu-buru dalam mengikuti tuntunan Islam kecuali sudah ada dalilnya.

Pertanyaan saya adalah: Apakah ada hadis tentang lafal menjawab salam yang diajarkan Rasulullah saw? Mohon penjelasannya yang tidak terbatas hanya didasari kaidah bahasa Arab, melainkan yang dicontohkan Rasulullah saw. Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Habib Abdullah (disidangkan pada Jum‘at, 17 Zulhijjah 1438 H / 8 September 2017 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh

Terimakasih kepada saudara Habib Abdullah atas pertanyaannya.

Untuk menjawab pertanyaan saudara, terlebih dahulu kami kemukakan dalil mengenai menjawab salam. Disebutkan dalam firman Allah swt,

وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا [النّساء، 4: 86].

Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh Allah memperhitungkan segala sesuatu [QS. an-Nisa’ (4): 86].

Dari ayat tersebut, bahwasanya dalam menjawab salam kita diperintahkan untuk lebih baik dari pada salam yang diucapkan kepada kita atau setidak-tidaknya sama dengan salam yang diucapkan kepada kita.

Tentang kalimat salam yang diajarkan oleh Rasulullah saw adalah sebagaimana yang tertera dalam hadis berikut,

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ الَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ, فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ ثُمَّ جَلَسَ فَقَالَ النَّبِيُّ صلّى الله عليه وسلمَ عَشْرٌ, ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ, فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَسَ فَقَالَ: عِشْرُوْنَ, ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ, فَرَدَّ عَلَيْهِ فَجَلَس فَقَالَ: ثَلَاثُوْنَ [رواه أبو داود والترمذى].

Dari ‘Imran bin Khusain (diriwayatkan) ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw kemudian mengucapkan Assalamu ‘alaikum, Nabi menjawab salamnya kemudian duduk dan bersabda: Sepuluh. Kemudian datang laki-laki lain dan mengucapkan Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah, Nabi saw menjawab salamnya kemudian duduk dan bersabda: Duapuluh. Kemudian datang lagi laki-laki dan mengucapkan Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, Nabi menjawab salamnya dan bersabda: Tigapuluh [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi].

Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa ucapan salam ada 3 macam dan menunjukkan urutan-urutan yang paling baik:

  1. Assalamu ‘alaikum
  2. Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
  3. Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Hadis-hadis yang menunjukkan menjawab salam dari Rasulullah saw, antara lain,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْكَ السَّلَامُ … [رواه البخاري].

Dari Abu Hurairah r.a (diriwayatkan) bahwa seorang laki-laki memasuki masjid, sementara Rasulullah saw tengah duduk di pojok masjid, kemudian laki-laki itu mengerjakan shalat. Seusai shalat ia datang menemui beliau sambil mengucapkan salam, dan Rasulullah saw menjawab kepadanya: Wa ‘alaikas-salam … [HR. al-Bukhari].

Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa jawaban Rasulullah saw dalam menjawab salam sesuai dengan salam yang diucapkan kepada beliau.

عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ الْهُجَيْمِيِّ عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ قَالَ لَقِيتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ طُرُقِ الْمَدِينَةِ وَعَلَيْهِ إِزَارٌ مِنْ قُطْنٍ مُنْتَثِرُ الْحَاشِيَةِ فَقُلْتُ عَلَيْكَ السَّلَامُ يَا رَسُولَ اللهِ فَقَالَ إِنَّ عَلَيْكَ السَّلَامَ تَحِيَّةُ الْمَوْتَى إِنَّ عَلَيْكَ السَّلَامَ تَحِيَّةُ الْمَوْتَى إِنَّ عَلَيْكَ السَّلَامَ تَحِيَّةُ الْمَوْتَى سَلَامٌ عَلَيْكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا … [رواه احمد].

Dari Abu Tamimah al-Hujaimi (diriwayatkan) dari seorang laki-laki kaumnya berkata: Saya bertemu Rasulullah saw di salah satu jalan di Madinah dan beliau memakai sarung yang terbuat dari kapas yang ujungnya terjuntai. Saya berkata: Semoga keselamatan atas anda, wahai Rasulullah. Lalu Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya ‘alaikas-salam (semoga keselamatan atas kamu), adalah doa keselamatan untuk orang yang telah meninggal. Sesungguhnya ‘alaikas-salam, adalah doa keselamatan untuk orang yang telah meninggal. Sesungguhnya ‘alaikas-salam, adalah doa keselamatan untuk orang yang telah meninggal. Semoga keselamatan atas kalian, semoga keselamatan atas kalian, dua kali atau tiga kali … [HR. Ahmad].

Dari hadis di atas, dapat dipahami bahwa pelafalan menjawab salam disambungkan dalam pengucapan ‘alaikas-salam, akan tetapi ‘alaikas-salam dalam hadis di atas merupakan doa keselamatan untuk orang yang telah meninggal.

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ إِنَّ نَوْفًا يَزْعُمُ أَنَّ مُوسَى الَّذِي ذَهَبَ يَلْتَمِسُ الْعِلْمَ لَيْسَ بِمُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالَ أَسَمِعْتَهُ يَا سَعِيدُ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ كَذَبَ نَوْفٌ حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ بَيْنَمَا مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام فِي قَوْمِهِ يُذَكِّرُهُمْ بِأَيَّامِ اللهِ وَأَيَّامُ اللهِ نَعْمَاؤُهُ وَبَلَاؤُهُ إِذْ قَالَ مَا أَعْلَمُ فِي الْأَرْضِ رَجُلًا خَيْرًا وَأَعْلَمَ مِنِّي قَالَ فَأَوْحَى اللهُ إِلَيْهِ إِنِّي أَعْلَمُ بِالْخَيْرِ مِنْهُ أَوْ عِنْدَ مَنْ هُوَ إِنَّ فِي الْأَرْضِ رَجُلًا هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ قَالَ يَا رَبِّ فَدُلَّنِي عَلَيْهِ قَالَ فَقِيلَ لَهُ تَزَوَّدْ حُوتًا مَالِحًا فَإِنَّهُ حَيْثُ تَفْقِدُ الْحُوتَ قَالَ فَانْطَلَقَ هُوَ وَفَتَاهُ حَتَّى انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَعُمِّيَ عَلَيْهِ فَانْطَلَقَ وَتَرَكَ فَتَاهُ فَاضْطَرَبَ الْحُوتُ فِي الْمَاءِ فَجَعَلَ لَا يَلْتَئِمُ عَلَيْهِ صَارَ مِثْلَ الْكُوَّةِ قَالَ فَقَالَ فَتَاهُ أَلَا أَلْحَقُ نَبِيَّ اللهِ فَأُخْبِرَهُ قَالَ فَنُسِّيَ فَلَمَّا تَجَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا قَالَ وَلَمْ يُصِبْهُمْ نَصَبٌ حَتَّى تَجَاوَزَا قَالَ فَتَذَكَّرَ قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا فَأَرَاهُ مَكَانَ الْحُوتِ قَالَ هَا هُنَا وُصِفَ لِي قَالَ فَذَهَبَ يَلْتَمِسُ فَإِذَا هُوَ بِالْخَضِرِ مُسَجًّى ثَوْبًا مُسْتَلْقِيًا عَلَى الْقَفَا أَوْ قَالَ عَلَى حَلَاوَةِ الْقَفَا قَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَكَشَفَ الثَّوْبَ عَنْ وَجْهِهِ قَالَ وَعَلَيْكُمُ السَّلَامُ … [رواه مسلم].

Dari Sa’id bin Jubair (diriwayatkan) ia berkata: Ditanyakan kepada Ibnu Abbas bahwa Nauf beranggapan sesungguhnya Musa yang pergi mencari Ilmu itu bukanlah Musa yang diutus kepada Bani Israil. Ibnu Abbas bertanya: Apakah kamu mendengarnya juga wahai Said? Aku menjawab: Ya. Ibnu Abbas berkata: Nauf telah berdusta! Telah menceritakan kepada kami Ubay bin Ka‘ab dia berkata: Aku mendengar Nabi saw bersabda: Musa berpidato di hadapan kaumnya mengingatkan hari-hari Allah, kemenangan dan cobaannya, ia menyatakan bahwa: Aku tidak tahu ada orang yang paling pandai di muka bumi selain aku. Kemudian Allah swt mewahyukan padanya bahwa Allah memiliki seorang hamba yang lebih pandai darinya, Musa berkata: Wahai Rabbku tunjukilah kepadaku, Lalu Allah berfirman kepadanya: Bawalah bersamamu bekal dari ikan yang asin. Hingga akhirnya kamu akan mencari ikan itu. Lalu pergilah Musa hingga ia sampai di sebuah batu lalu ia tidak dapat melihat ikat tersebut. Lalu Musa pergi dengan meninggalkan temannya untuk mencari ikan tersebut. Namun tiba-tiba ikan tersebut bergerak-gerak hingga dapat diketahui oleh temannya. Temannya berkata: Aku akan mengejar Musa hingga aku beritahukan tentang ikan itu kepadanya. Ubay berkata: Lalu teman itu lupa hingga mereka terus berlalu. Musa berkata: Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. Lalu temannya berkata: Adakah kamu melihat kita berdiam yakni ketika beristirahat di batu besar. Sesungguhnya aku terlupa kepada ikan hiu itu dan tiada yang membuat aku lupa tentang hal itu, melainkan setan. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula ketika ikan tersebut lari dengan cepat hingga mengagetkan Musa dan mereka berjalan mengikuti jejak ikan tersebut. Musa berkata: Inilah tempat yang telah digambarkan kepadaku. Lalu dia mencari kemudian bertemulah dengan seseorang yang memakai kain penutup kepala, sambil berbaring. Musa mengucapkan salam kepadanya dan ia membalas sambil membuka kain yang menutupi wajahnya: Wa ‘alaikumus-salam[HR. Muslim].

Dari hadis tersebut dapat dimengerti bahwa pelafalan menjawab salam adalah Wa ‘alaikumus-salam.

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ إِنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَا عَائِشَةَ هَذَا جِبْرِيلُ يُقْرِئُكِ السَّلَامَ فَقُلْتُ وَعَلَيْهِ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ … [رواه البخاري].

Dari Ibnu Syihab Abu Salamah (diriwayatkan) ia berkata: Sesungguhnya ‘Aisyah r.a. berkata: Pada suatu hari Rasulullah saw bersabda: Wahai ‘Aisyah, ini ada malaikat Jibril datang untuk menyampaikan salam kepadamu. Aku katakan: Wa ‘alaihis-salam wa rahmatullahi wa barakatuh (Salam sejahtera, rahmat Allah dan barakah-Nya baginya) [HR. al-Bukhari].

Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa lafal menjawab salam dituntunkan untuk yang lebih lengkap dan pelafalan menjawab salam dari Rasulullah saw disambung dalam pengucapannya yaitu Wa ‘alaihis-salam wa rahmatullahi wa barakatuh” yang disesuaikan dengan subjek (dhamir) pemberi salam.

Berdasarkan ayat dan hadis-hadis di atas, dalam menjawab salam sebaiknya digunakan dengan lafal yang lebih lengkap dari pada yang memberi salam. Ketika yang memberi salam dengan ucapan salam yang lengkap maka harus dijawab dengan salam yang lengkap pula. Jika yang memberi salam tidak lengkap maka hendaknya juga dijawab dengan lafal salam yang lengkap.

Adapun jawaban lafal menjawab salam dalam hadis-hadis yang telah disebutkan, yaitu: ‘Alaikas-salam, ‘Alaikumus-salam dan ‘Alaihis-salam wa rahmatullahi wabarakatuh. Perbedaan lafal tersebut disesuaikan dengan subjek (dhamir) pemberi salam.

Dengan demikian jawaban salam yang terlengkap adalah wa ‘alaikumus-salam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 22 Tahun 2018

Exit mobile version