• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Selasa, Desember 16, 2025
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Hifdzul Qalam

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
17 Maret, 2020
in Ibrah
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Share

Dikisahkan, ada orang yang berucap satu kata tetapi Allah ridha dengan kata itu, lalu dinaikkan derajat dirinya. Sebaliknya, ada orang yang dimasukkan ke neraka gara-gara satu kata, karena Allah murka atas kata-kata yang diucapkannya. Demikian pelukisan nasib seseorang dengan kata-katanya sebagaimana sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.

Kisah tersebut menunjukkan ajaran tentang pentingnya menjaga kata-kata. Dalam ajaran Islam sering disebut hifdz al-lisan, yakni menjaga ucapan atau perkataan agar senantiasa baik dan menghindarkan diri dari kata-kata yang buruk. Apalagi kata yang mengandung onar dan fitnah. Gurauan yang berlebihan pun sebaiknya dihindari. Menjaga lisan termasuk dari perwujudan akhlak mulia atau al-akhlaq al-karimah yang diajarkan Islam dan dicontohkan Rasulullah.

Baca Juga

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

Kini manusia modern hidup di era virtual. Dunia maya tetapi nyata. Setiap orang selain berkomunikasi secara lisan atau ucapan melalui hubungan langsung maupun lewat media telepon, relasi antarorang dilakukan melalui tulisan lewat media sosial. Melalui situs jejaring sosial yang canggih seperti blog, twitter, facebook, whatsapp, dan lainnya terjadi proses komunikasi dan interaksi yang paling populer dan supercepat.

Media sosial jenis ini menjadi darah daging setiap insan modern. Menjadi gaya hidup baru. Bahkan sampai batas tertentu menjelma sebagai “berhala” baru. Orang selain tidak bisa lepas dari teknologi canggih ini, tetapi seakan telah diperbudak olehnya. Sejak bangun tidur dalam rentang duapuluh empat jam orang berada dalam genggamannya. Manusialah yang diatur hidupnya oleh media ini. Naluri egois pun makin dimanjakan olehnya.

Hal yang menarik dunia medsos itu telah mengubah banyak perilaku orang dari anak-anak hingga orang tua. Mereka asyik-masyuk menjadi “homo ludden” seperti makhluk bermain, yang bisa menumpahkan apa saja dengan riang, bebas, bahkan liar. Ucapan atau tulisan apa saja dan tentang apapun bisa hadir di media elektronik yang membanjiri khalayak siapapun. Tidak jarang kata-kata atau tulisan apapun “tumpah ruah” kadang tanpa rem kesantunan dan batas hifdz al-lisan.

Dunia media sosial tempat berkicau. Berkicau persis layaknya burung. Apa saja diwartakan. Kegiatan sedetail apa pun dishare atau dibagi ke ruang publik. Mungkin ke kamar mandi pun diwartakan kepada siapa saja. Kadang narsis, memuji diri sendiri menjadi gaya hidup mereka. Bahkan, tidak sedikit cara dan ungkapan dalam media sosial itu tidak lagi mengindahkan “hifdz al-qalam” atau “hifdz al-maqal” atau ujaran tertulis sebagaimana ujaran lisan yang semestinya menjadi bingkai dalam adab bertutur-kata.

Berkicau melalui media sosial nyaris tanpa rasa risih, bahkan liar. Dunia media sosial itu benar-benar bermazhab liberal. Apa saja boleh seolah tanpa pagar moral atau keadaban. Jadilah kicauan lewat medsos menjadi bebas tanpa pembatas. Termasuk pembatas hifdz al-lisan atau hifdz al-qalam dalam tatakrama akhlak mulia yang diajarkan Nabi yang agung. Jika Muslim boleh berkicau apa saja, lantas di mana beda orang Islam dan yang bukan?

Bergurau, bergembira, dan berkomunikasi penuh canda memang perlu tetapi tetap harus ada pagarnya. Begitu pula dalam beraspirasi melalui media sosial, pun perlu keadaban. Jagalah agar tetap bertutur kata yang elok dan mulia. Lebih-lebih manakala menyangkut urusan banyak orang. Maka, siapapun Muslim, lebih-lebih mereka yang terdidik dan mengaku pengikut Nabi Muhammad, tetap penting menjaga lisan dan tulisan agar tidak liar dan tumpah ke mana-mana. Jangan bangga dengan sikap urakan dan merasa paling hebat, sehingga sering tak mampu menjaga lisan.

Jika mengaku pengikut Nabi Muhammad, teladanilah akhlaknya nan agung. Rasulullah bahkan bersabda, yang artinya: “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berbicaralah yang baik atau diamlah.” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad dari Abu Huairah). A. Nuha

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2015

Tags: Hifdzul Kalamibrahmuhammadiyah
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah
Berita

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

28 September, 2024
Prof Dr Abdul Mu'ti
Berita

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

22 Agustus, 2024
Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah
Berita

Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah

2 Juli, 2024
Next Post
Prof Dr Dadang Kahmad, MSi Dok SM

Jalan Hidup Pribadi

  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In