Tauhid adalah ajaran paling fundamental dalam Islam. Pintu masuk Islam bahkan dimulai dari syahadat, antara lain kesaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Laa ilaaha illa Allah. Tugas utama para Nabi esensinya mengajak orang bertauhid, yakni beriman hanya kepada Allah Yang Maha Esa dan tidak menyekutukan pada apapun.
Maka, sungguh ironis manakala diksi tauhid dipakai untuk hal-hal yang berlawanan dengan ajaran tauhid sendiri. Katanya demi dan untuk menghadiri acara bertajuk tauhid, tetapi bawa sepeda motor bergerombolan dengan ugal-ugalan sampai meresahkan masyarakat. Pesan-pesan agama penuh nuansa keras dan menyesatkan sesama Muslim. Adakah spirit tauhid mengajarkan demikian?
Ibrahim alaihissalam dikisahkan mencari Tuhan. Dia lihat matahari yang bersinar terang terbit di waktu fajar, betapa dahsyatnya sang surya itu, lalu dianggapnya Tuhan. Tapi matahari tenggelam, luruhlah kepercayaan Ibrahim. Ia beralih pada bulan, inilah Tuhan. Namun sinar bulan yang terang pun tenggelam di pagi hari, berarti bukan Tuhan. Akhirnya, dengan hidayah Allah ia menemukan Tuhan yang sejati, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Yang Maha Segalanya, tiada sekutu apapun atas-Nya.
Karena bertauhid itulah, Ibrahim bersama istrinya Siti Hajar dan putra tercintanya Ismail rela berkorban. Sungguh tak ada manusia di muka bumi yang demikian berani mengorbankan jiwa melebihi ketiga hamba yang dikasihi Allah itu. Sumber keutamaannya terletak pada jiwa bertauhid yang murni. Tidak ada kepentingan apapun yang bersifat duniawi kecuali taat dan mengabdi kepada Allah Yang Maha Esa.
Nabi Muhammad dengan ajaran tauhid membebaskan bangsa Arab yang jahiliyah menjadi berkeadaban mulia. Mereka semula menyembah Latta, Uza, dan segala berhala yang dibikinnya sendiri. Kemudian mereka menjadi bertuhan hanya kepada Allah dan beribadah kepada-Nya tanpa sekutu. Mereka semula merendahkan martabat perempuan lantas menjadi bangsa yang menghormati perempuan di tempat mulia.
Nabi akhir zaman itu bahkan dengan tauhid membangun peradaban umat manusia yang cerah dan mencerahkan dalam simbol Yatsrib menjadi Al-Madinah Al-Munawwarah, sebuah Kota Peradaban nan cerahmencerahkan. Dari rahim Madinah itu kemudian akhir peradaban Islam yang jaya dan menjadi era keemasan Islam selama berabad-abad.
Maka, bagaimana mungkin diksi tauhid dibawa ke dunia yang begitu sempit. Menjadi acara yang serba eksklusif serta kehilangan kedalaman dan keluasan Islam yang berfondasi tauhid yang cerah-mencerahkan sebagaimana teladan risalah Ibrahim, Ismail, dan Muhammad yang berakhlak agung. Ruh ajaran tauhid menjadi dikerangkeng ke paham agama yang dangkal.
Perlu pemaknaan, pemahaman, dan penghayatan yang hakiki atas pesan ajaran tauhid. Laa ilaaha illa Allah, tiada tuhan kecuali Allah. Bagaimana mungkin mengaku bertauhid tetapi meminjam baju keangkuhan Allah untuk sesama, sehingga yang lahir sifat tazakku alias merasa diri paling suci. Engkau mudah sekali menyesat-nyesatkan sesama saudara seiman karena berbeda paham. Padahal Allah mengingatkan, yang artinya “…Dan jangan sekali-kali kalian merasa dirimu paling suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS. A-Najm [53] : 32).
Laa ilaaha illa Allah, tiada tuhan kecuali Allah. Menurut Ahmad Amin, jika sngkau ucapkan kalimat Laa ilaaha illa Allah, janganlah sewenang-wenang terhadap sesama, karena Allah tidak suka pada orang-orang yang dzalim. Dengan kalimat tauhid, bebaskanlah orang-orang miskin dan dhu’afa dari segala penindasan. Allah sungguh berada di pihak orang-orang yang suka membela sesamanya, demikian Nabi Muhammad bersabda.
Laa ilaaha illa Allah, tiada tuhan kecuali Allah. Dengan bertauhid yang benar, cintailah sesama. Tebarkan kasih sayang kepada siapapapun, meski kepada orang-orang yang memusuhimu. Sabda Nabi, yang artinya: “Tidak disebut beriman seseorang hingga dia mencintai sesama seperti mengasihi dirinya” (HR Bukhari-Muslim). Tauhid mengajarkan welas asih terhadap sesama dan segala makhluk ciptaan Tuhan di alam semesta. (A. Nuha)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 21 Tahun 2015