Warisan Ahli Waris Pengganti

waris

Waris

Pertanyaan:

Assalamu alaikum wr. wb.

To the point, soal tanah warisan dari orang tua satu petak sawah, saya bersaudara dua orang laki-laki. Tapi abang saya sudah meninggal, sekarang anak abang saya (keponakan) minta warisan tanah tersebut. Apakah keponakan saya berhak? Bagaimana solusinya?

Terima kasih penjelasannya.

Wassalamu alaikum wr. wb.

Bahtiar Baddu (disidangkan pada hari Jum’at, 29 Syawal 1436 H / 14 Agustus 2015)

Jawaban:

Wa alaikumus salam wr. wb.

Terima kasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan. Sebelum menjawab inti pertanyaan saudara, perlu kami sampaikan bahwa setiap kali hendak menyelesaikan kasus warisan, maka terlebih dahulu harus diselesaikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Biaya pengurusan jenazah si mayyit yang meninggalkan harta warisan
  2. Pelunasan wasiat apabila ia berwasiat dan hutang-hutangnya apabila ia memiliki hutang, baik hutang kepada Allah seperti hutang zakat maupun hutang kepada sesama manusia, berdasarkan al-Quran surah an-Nisa (4) ayat 11:

… مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ … 

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.

  1. Penentuan harta bawaan dan harta bersama (gono-gini) apabila yang meninggal telah bersuami/istri. Harta bawaan dan separuh harta bersama inilah yang nantinya akan diwariskan. Hal ini didasarkan kepada:
  2. Pasal 87 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam: Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh oleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
  3. Pasal 96 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam: Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang masih hidup.

Setelah ketiga hal tersebut dilakukan, barulah kemudian harta warisan dapat dibagikan.

Dalam kasus yang saudara sampaikan, tidak disebutkan apakah yang meninggal itu seorang suami yang masih beristri atau sebaliknya, seorang suami yang sudah menduda, seorang istri yang sudah menjanda atau pun seseorang yang orang tuanya masih hidup. Oleh karena itu, kami berasumsi bahwa tidak ada ahli waris yang lain, seperti kakek/nenek saudara atau salah satu di antara ayah/ibu saudara, sehingga yang menjadi ahli waris hanya saudara dan abang saudara, yang menempati status ashobah, sehingga pokok permasalahan hanya pada anak abang saudara alias keponakan saudara. Supaya lebih jelas, berikut ini kami buatkan diagram ilustrasi dari kasus warisan yang saudara sampaikan.

Sesuai dengan ketentuan yang kami uraikan di atas, maka sebagai anak jelaslah bahwa saudara dan abang saudara berhak mendapatkan warisan dari orangtua yang telah meninggal dunia, dalam kasus ini berupa sepetak sawah. Adapun istri abang saudara sebagai menantu dari pewaris tidak mempunya hak atas warisan. Berkenaan dengan itu, maka sepetak sawah tersebut hendaknya dibagi menjadi dua bagian sama besar, satu bagian menjadi hak abang saudara dan satu bagian lagi menjadi hak saudara. Hal ini apabila pada saat orang tua saudara meninggal dunia, abang saudara masih dalam keadaan hidup. Namun apabila pada saat orang tua saudara meninggal dunia, abang saudara sudah lebih dulu meninggal dunia, maka dapat diberlakukan ketentuan hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam, pasal 185, yang menyebutkan:

  1. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.
  2. Bagian dari ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keponakan saudara berhak atas harta warisan sepetak sawah tersebut sebagai ahli waris pengganti, menggantikan posisi ayahnya (abang saudara) yang terlebih dahulu meninggal dunia. Adapun besar bagiannya sama dengan besar bagian yang saudara dapatkan. Pada kasus di atas tidak dijelaskan berapa jumlah keponakan saudara dan apa jenis kelaminnya. Apabila hanya seorang, maka penjelasannya seperti di atas, namun apabila lebih dari seorang, dibagi sesuai ketentuan hukum waris pada umumnya, yaitu 1 bagian laki-laki sama dengan 2 x bagian perempuan.

Demikian, semoga bermanfaat

Wallahu a’lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Exit mobile version