Maroko telah berkomitmen untuk mewujudkan misi efisiensi dan clean energy-nya dengan menghadirkan 600 ‘Green Mosque’ pada tahun 2019, yang akan menggunakan solar-energy sebagai sumber energinya. Sejak tahun 2014, Raja Mohammed VI telah mendesak kebijakan kesadaran lingkungan secara proaktif di dalam negara dengan 99% penduduk Muslim tersebut.
Program yang diinisiasi sejak 2 tahun lalu ini merupakan kerjasama Kementerian Energi Maroko (MEMEE) dan Kementerian Keagamaan (MHAI), bersama Perusahaan Investasi Energi Negara (SIE) dan Badan Nasional untuk Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi (ADEREE).
Sebagai negara yang menjadikan masjid sebagai pusat kehidupan masyarkatnya, upaya membangun masjid ‘ramah lingkungan’ dianggap mampu membantu untuk meningatkan kesadaran akan pentingnya pengematan energy dengan memanfaatkan sumber-sumber yang terbarukan.
Sebagai negara yang menjadikan masjid sebagai pusat kehidupan masyarkatnya, upaya membangun masjid ‘ramah lingkungan’ dianggap mampu membantu untuk meningatkan kesadaran akan pentingnya pengematan energy dengan memanfaatkan sumber-sumber yang terbarukan.
Rencananya, Green Mosques ini akan dirancang menggunakan penerangan hemat energy, sistem fotovoltaik sebagai sumber energy listrik dan pemanas air tenaga surya. Dengan implementasi ini, mampu menghemat sebanyak 40% pengeluaran energy 15000 masjid di Maroko yang rata-rata mengonsumsi 90 kilowatts setiap harinya. Ditambah lagi dengan penelitian yang telah membuktikan bahwa dengan skema ini, mampu memotong konsumsi energi hingga 60% di Masjid Besar As-Sunna di Rabat.
SIE mengatakan bahwa selain mewujudkan efisiensi energy dan kesadaran masyarakat akan clean energy, proyek ini juga akan memberikan dampak sosial berupa terciptanya 5000 lapangan kerja baru dan pertumbuhan market di Maroko. Dengan diperkenalkannya solarEnergy di masjid-masjid Maroko, penggunaan perangkat serta jasa pemasangan sistem solar-energy dapat berkembang di pasar Maroko.
Oleh karena itu, pemerintah Maroko juga merencanakan untuk memberi support berupa training kepada mereka yang ada di level komersil seperti perusahaan-perusahaan dari pembuat kebijakann hingga karyawan. Sehingga, teknologi yang digunakan dalam proyek Green Mosque ini juga mampu diadaptasi untuk digunakan di bangunan umum dan juga tempat hunian.
Pemerintah Maroko juga merencanakan promosi secara besar-besaran melalui berbagai media untuk mengkampanyekan penggunaan teknologi ramah lingkungan agar mampu mendorong potensi bisnis menyedia jasa penggunaan energi di negara tersebut.
“Seluruh teknologi dan jasa yang dibutuhkan telah tersedia di pasar lokal,” sebut Jan Christoph Kuntze dari Organisasi Pembangunan milik Jerman (GIZ) yang juga mendukung terealisasinya proyek ini, dilansir dari Rappler.
Selain peluang dalam lapangan pekerjaan dan penghematan pengeluaran energi, proyek ini juga telah mengundang partisipasi dari para wanita di Maroko untuk terlibat dalam proyek energi ramah lingkungan tersebut.
100 masjid pertama yang akan mengadaptasi sistem ini akan dipusatkan kepada area dengan tingkat populasi tinggi seperti Rabat, Fez, dan Cassablanca. Walaupun, dalam jangka waktu dekat akan segera merambat ke desa-desa di Maroko.
Maroko menjadi tuan rumah konferensi perubahan iklim yang berlangsung dari 7-18 November 2016. Dalam pertemuan ini, akan membicarakan terkait ratifikasi kesepakatan ‘Paris’ yang berisi komitmen untuk memerangi pemanasan global serta terus memberi dukungan kepada negara-negara berkembang yang terkena imbas dari perbahan iklim. (Th)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2016