Bulan lalu ketika membaca surat kabar dan berita isinya mengabarkan korban dan pasien virus corona dari berbagai belahan dunia. Akhir-akhir ini, seketika surat kabar, majalah, media online dan televise menyiarkan berita ter-up date terkait kasus virus Corona dinegeri ini.
Pandemi Covid-19 kini telah merambah keranah tatanan dan hukum agama. Edukasi dan informasi terkait virus terpapar dan gejala-gejala penyakitnya sudah banyak tersebar secara global. Akan tetapi, agama sebagai fondasi dan tatanan hidup bagi penganut kepercayaan menjadikan sebuah hukum yang lebih dinamis.
Terlebih bagi umat Muslim, khususnya Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim telah menginfeksi warga secara mendunia. Namun, adanya hadis palsu yang masih langgeng dijadikan rujukan umat Muslim tidaklah sedikit dalam menyikapi ibadah ditengah pandemi covid-19.
Maka dari itu, sebagai umat yang maju dan cerdas tetap berhati-hati ketika melihat sebuah hadis. Pun para ulama ketika berhujjah, tetap berhati-hati ketika menjadikan dalil-dalil yang otoritatif dalam membimbiing umat.
Hadis-hadis shahih yang dapat dijadikan sebagai rujukan umat Muslim dalam melaksanakan ibadaha di tengah pandemic covid-19, ialah: Demi menyikapi kian masifnya pandemic virus corona, Majelis Ulama Indonesia mengelurkan surat edaran Komisi Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّاعُونُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR Ibn Majah dan Ahmad ibn Hanbal dari Abdullah ibn ‘Abbas)
Namun, ada juga hadis dhaif yang sering menjamah dan diyakini masyarakat Muslim pada umumnya. Dr. Agung Danarto merincikan hadis-hadis dhaif sebagai berikut:
Dari Anas bin Malik r.a. Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَنْزَلَ عَاهَةً مِنَ السَّمَاءِ عَلَى أَهْلِ الأرْضِ صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ.
“Sesungguhnya apabila Allah ta’ala menurunkan penyakit dari langit kepada penduduk bumi maka Allah menjauhkan penyakit itu dari orang-orang yang meramaikan masjid.” (Hadits riwayat Ibnu Asakir (juz 17 hlm 11) dan Ibnu Adi (juz 3 hlm 232).
Hadis ini dinyatakan sebagai hadis dhaif oleh Nashir al-Din al-Albani dalam kitab Silsilat al-ahadits al-Dho’ifat wa al-Maudhu’at, juz IV, hal. 222, hadis no. 1851.
Dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah saw bersabda:
إِذا أرَادَ الله بِقَوْمٍ عاهةً نَظَرَ إِلَى أهْلِ المَساجِدِ فَصَرَفَ عَنْهُمْ
“Apabila Allah menghendaki penyakit pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli masjid, lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka.” (Riwayat Ibnu Adi (juz 3 hlm 233); al-Dailami (al-Ghumari, al-Mudawi juz 1 hlm 292 [220]); Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbihan (juz 1 hlm 159); dan al-Daraquthni dalam al-Afrad (Tafsir Ibn Katsir juz 2 hlm 341).
Hadis ini adalah hadis dha’if. (lihat Nashiruddin al-Albani, Shahih wa Dha’if al-Jami’ al-Shoghir, juz IV, hal. 380, hadis no. 1358).
Sahabat Anas bin Malik r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda:
“إِذَا عَاهَةٌ مِنَ السَّمَاءِ أُنْزِلَتْ صُرِفَتْ عَنْ عُمَّارِ الْمَسَاجِدِ”
“Apabila penyakit diturunkan dari langit, maka dijauhkan dari orang-orang yang meramaikan masjid.” (Riwayat al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman [2947]; dan Ibnu Adi (juz 3 hlm 232). Al-Baihaqi berkata: “Beberapa jalur dari Anas bin Malik dalam arti yang sama, apabila digabung, maka memberikan kekuatan (untuk diamalkan)”.
Hadist ini Dha’if. (Lihat Nashiruddin al-Albani, al-Silsilah al-Dha’ifah, juz IV, hal. 350, hadis no. 1851). (hidayah)