Pertanyaan:
Assalaamu ‘alaikum wr wb
Berkenaan dengan shalat tahajud tersebut, bagaimana kalau kita ingin melaksanakan shalat pada waktu malam selain shalat tahajud misal: shalat istikharah? Apakah jumlah rakaatnya, istikharah + tahajud + witir tetap sebelas rakaat atau shalat tahajud + witir saja yang sebelas rakaat?
Diah Safri (disidangkan pada hari Jum’at, 17 Zulkaidah 1435 H / 12 September 2014)
Jawaban:
Waalaikumussalam wr wb
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan, sebelum menjawab pertanyaan ini, kami akan menjelaskan lebih dahulu pengertian shalat tahajud dan shalat istikharah.
Dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) cetakan ke-3 yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah tahun 2011, pada Bab Shalat Tathawwu’ hal.345, telah dicantumkan pengertian shalat tahajud, yaitu shalat malam yang dikerjakan sesudah shalat Isyak hingga menjelang terbit fajar, dengan jumlah sebelas rakaat. Mengenai jumlah rakaat shalat tahajud terdapat dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah.
حَدَّثَنَا يَحْيَى ابْنُ يَحْيَى, قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ, عَنْ سَعِيْدِ ابْنِ أَبِي سَعِيْدٍ الْمَقْبُرِيِّ, عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ. أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ: كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِى رَمَضَانَ؟ قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ, وَلاَ فِى غَيْرِهِ, عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً, يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ:يَا رَسُولَ الله! أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ! إِنَّ عَيْنَيْ تَنَامَانِ وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي. [رواه البخاري 3569,2013,1147 و مسلم 738]
Telah menceritakan kepada kami Yahya Ibnu Yahya, ia berkata: Aku telah membaca kitab Malik, dari Sa’id Ibn Abi Sa’id al-Maqbury, dari Abi Salamah Ibn Abdir-Rahman, bahwa ia bertanya kepada ‘Aisyah: Bagaimana shalat Rasulullah saw. pada bulan Ramadan? Ia menjawab: Pada bulan Ramadan maupun di bulan lainnya tak pernah Rasulullah mengerjakan lebih dari sebelas rakaat; ia kerjakan empat rakaat, jangan engkau tanyakan eloknya dan lamanya kemudian ia kerjakan lagi empat rakaat, jangan engkau tanyakan eloknya dan lamanya, lalu ia kerjakan tiga rakaat. Kemudian ‘Aisyah berkata: Aku bertanya:“Wahai Rasulullah! Apakah engkau tidur terlebih dahulu sebelum witir? Rasulullah menjawab: “Wahai ‘Aisyah! Sesungguhnya kedua mataku terpejam tetapi tidak dengan jiwaku”. [HR. al-Bukhari no. 1147, 2013, 3569 dan Muslim no. 738]
Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 4 yang diterbitkan Suara Muhammadiyah tahun 2013 cetakan ke-7 hal. 162-163 tentang shalat istikharah, dijelaskan bahwa shalat istikharah adalah shalat yang dikerjakan untuk memohon petunjuk terhadap sesuatu yang diinginkan oleh seseorang yang sedang mengharapkan sesuatu yang baik dan benar berdasarkan petunjuk Allah. Jumlah rakaat shalat istikharah yaitu dua rakaat.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ, قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِي, عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ, عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الاِسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا, كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ, يَقُولُ: إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيْضَةِ, ثُمَّ لِيَقُل: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ, وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ, وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ, فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ, وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ, وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ: عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي, ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيْهِ, وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرُ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ: فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ, فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهَا, وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ, ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ: وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ. [رواه البخاري 1162]
“Qutaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdur-Rahman bin Abu al-Mawaalii telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin al-Munkadir, dari Jabir bin Abdullah ra berkata: Rasulullah saw. Mengajari kami istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana mengajarkan surat al-Qur’an. Beliau bersabda: Jika seseorang di antara kalian menghendaki suatu perkara maka shalatlah dua rakaat, selain shalat fardhu, kemudian ucapkanlah: Ya Allah, sesungguhnya aku minta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu, dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Mahaagung. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak. Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak. Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang gaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (disebutkan masalahnya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku, – atau Nabi saw. bersabda: di dunia atau di akhirat – takdirkanlah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah di dalamnya. Tetapi, bila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagi diriku dalam agama, kehidupan dan akibatnya kepada diriku, maka palingkanlah persoalan tersebut dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku. Beliau bersabda: Hendaklah ia menyebutkan keperluannya.” [HR. al-Bukhari no.1162]
Setelah penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa shalat tahajud dan istikharah sama-sama termasuk shalat tathawwu’ atau shalat sunah. Shalat tahajud dikerjakan pada malam hari setelah shalat Isyak sampai menjelang terbit fajar, sedangkan shalat istikaharah bisa dikerjakan kapan saja selain waktu yang diharamkan untuk shalat.
Shalat tahajud dan istikarah merupakan shalat yang berdiri sendiri. Jika hendak melakukan shalat istikharah pada malam hari beriringan dengan shalat tahajud, maka shalat istikharah bisa dilakukan sebelum atau sesudah shalat tahajud. Demikian berdasarkan pada keumuman lafadz ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ yang terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berikut ini.
وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ ابْنُ الْمُثَنَّى, حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيِّ, حَدَّثَنَا هِشَامٌ, عَنْ يَحْيَى, عَنْ أَبِى سَلَمَةَ, قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَتْ: كَانَ يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً, يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوْتِرُ, ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ, فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ, ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَاْلإِقَامَةِ, مِنْ صَلاَةِ الصُبْحِ. [رواه مسلم 738]
“Muhammad Ibnu al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami, Ibnu Abi ‘Ady telah menceritakan kepada kami, Hisyam telah menceritakan kepada kami, dari Yahya, dari Abu Salamah, ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Aisyah ra. tentang shalat (malam) Rasulullah saw. Kemudian ‘Aisyah berkata: Beliau saw melakukan shalat 13 rakaat. Beliau shalat 8 raka’at, kemudian witir. Lalu beliau shal at (lagi) dua rakaat dilakukan dengan duduk. Jika beliau akan rukuk beliau berdiri kemudian rukuk dan shalat dua rakaat antara adzan dan iqamah di waktu shalat shubuh.” [HR. Muslim no. 738]
Namun, mengingat adanya hadis yang menyatakan shalat witir sebagai penutup shalat malam, maka sebaiknya shalat istikharah dilakukan sebelum shalat tahajud, jadi dua rakaat shalat istikharah beserta doa istikharah kemudian dilanjutkan dengan shalat tahajud dan witir sebelas rakaat (dua rakaat istikharah + doa istikharah + shalat tahajud dan witir sebelas rakaat).
عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اجْعَلُوْا آخِرَ صَلَا تِكُمْ باِلَّيْلِ وِتْرًا. [رواه مسلم 751]
“Diriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi saw, beliau bersabda: Jadikanlah witir itu sebagai akhir shalat malam.” [HR. Muslim no. 751]
Wallahu a‘lam bish-shawwab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM Edisi 7 Tahun 2015