Kegetiran Messi

Kegetiran Messi

Lionel Messi Dok Business Times

Bahagiakah Lionel Messi? Terasa aneh pertanyaan satir seperti itu. Pemain sepakbola Barcelona asal Argentina itu sungguh memiliki segalanya. Uang, kekayaan, kepopuleran, serta tidak kalah pentingnya tropi dan gelar prestisius yang tidak banyak dimiliki pesepakbola lain. Jadi semestinya Messi sangat bahagia.

Messi peraih Ballon d’Or lima kali. Cristiano Ronaldo yang selalu menjadi pesaing utamanya baru meraih tiga kali. Bersama Barcelona, klub yang membesarkan dan menjadi tempatnya bermain sejak usia belia, Messi meraih 26 tropi. Termasuk piala di Liga Champion yang menjadi incaran banyak pemain Eropa.

Tapi di puncak pertandingan Copa America Centenario di Amerika Serikat 27 Juni 2016, Lionel Messi benar-benar getir. Dia bukan hanya lunglai dan menangis, seluruh gestur tubuhnya menunjukkan kesedihan yang luar biasa. Hatinya remuk pasca Argentina yang dia pimpin di lapangan dikalahkan dalam drama adu penalti 4-2. Ironis, dia justru pemain kunci yang gagal dalam penalti itu.

“Saya merasa kesedihan yang luar biasa sekarang, bahwa hal ini terjadi. Penalti saya gagal, di mana itu superpenting. Itu saja,” ujar Messi lunglai. Dia layak getir. Argentia tiga kali ke final Copa America dan satu kali final Piala Dunia di Brasil tahun 2014, semua berakhir kekalahan. Messi tidak dapat berbuat banyak meski menjadi kapten tim, ketika seluruh rakyat negeri Tango itu berharap penuh kepadanya.

Sungguh dramatis kekalahan itu, karena dua kali bertemu Chile gagal terus. Orang berasumsi, jika saja dia berhasil dalam adu penalti, mungkin ceritanya lain. Inilah yang membawa kesedihan luar biasa bagi Messi. Dia menanggung beban sangat berat dan tampak bingung. Ketika pemain Chile meluapkan sukacita, Messi tak kuasa menahan tangis pilu. Rakyat Argentina pun menyesalinya.

Lalu, dalam duka yang mendalam itu dia mengumumkan niat berhenti dari tim nasional Argentina. “Tim nasional sudah berakhir untuk saya. Ini sudah empat final (kalah), ini bukan untuk saya,” ujar Messi. Anehnya banyak pemain yang ingin mengikuti jejak mengundurkan diri, sebutlah Kun Aguero, Angel De Maria, dan Mascherano. Jika itu terjadi problem besar bagi Argentina. Konon karena gagal terus membawa Argentina juara, Si Kutu itu tak dicintai rakyatnya, tidak seperti pesona Maradona.

Maka banyak orang berharap, keputusan pensiun dini itu hanyalah sikap sesaat Messi, ketika hatinya galau dan frustrasi. Dia baru 29 tahun, dengan talenta yang luar biasa masih berpeluang untuk berkiprah sampai beberapa tahun ke depan. Siapa tahu kegagalan di Copa America itu merupakan yang terakhir, sebagai tangga menuju sukses. Dia tidak boleh berhenti berjuang bagi negerinya.

Itulah drama Lionel Messi. Perkasa dan mengundang decak kagum ratusan juta manusia ketika membela Barcelona, tetapi gagal total dalam membawa Argentina ke puncak juara. Dipuja setengah dewa di negeri Katalunya, namun dicerca di tanah airnya yang menaruh sejuta asa. Maka betapa dramatiknya dia menghadapi situasi yang kontras itu. Dia larut dalam kegetiran tiada tara. Lalu ingin mengakhiri karir di tim nasional dalam keadaan luka hati membara.

Tragedi Messi adalah cermin drama kehidupan. Tidak ada kesuksesan yang sempurna, sebagaimana tiada kegagalan paripurna. Hidup itu penuh warna. Di atas tidak selamanya, ada kalanya jatuh. Ada nikmat baik, ada pula masalah dan musibah. Semuanya bisa dijadikan ibrah, hikmah, dan anugerah tergantung pandangan dan sikap hidup aktor yang mengalaminya. Jika cara pandangnya negatif dan putus asa maka buahnya pun nestapa.

Bagi orang beriman setiap kejadian harus diambil pelajaran berharga. Islam bahkan mengajarkan iman kepada qadha dan qadar, bahwa baik dan buruk bagian dari hal yang harus diimani. Tugas manusia hanyalah ikhtiar dan bermunajat. Dengan demikian, ketika menerima anugerah orang Islam tidak akan larut dalam kegembiraan berlebih dan menjadi takabur. Sebaliknya, manakala menerima nasib buruk atau musibah dia bersabar dan tetap bersyukur.

Ambillah ibrah dan hikmah pada setiap peristiwa. Allah mengingatkan para hamba melalui firman-Nya, yang artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Qs Al-Baqarah: 216). A. Nuha

Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2016

Exit mobile version