Dalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa kita, Umat Islam, adalah umat terbaik (khairu ummah). Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an pasti tidak salah. Namun, pada kenyataanya, saat ini di seluruh belahan dunia, Umat Islam terpuruk di semua bidang kehidupan.
Dari catatan sejarah perjalanan bangsa-bangsa, khairu ummah bukanlah hadiah yang datang secara tiba-tiba. Semua harus melalui proses dan kerja keras. Kalau semua proses itu sudah dilalui, predikat sebagai umat terbaik itu pasti akan datang.
Untuk menuju predikat umat terbaik ini, umat Islam dapat dikatakan jauh lebih beruntung. Umat Islam mempunyai Al-Qur’an yang dapat dirujuk. Umat Islam juga mempunyai hadits yang dapat dijadikan pedoman pelengkapnya.
Lupakan sejenak umat Islam sebagai khairu ummah tingkat dunia. Pertikaian berkelanjutan antar saudara seiman di daerah Timur Tengah hanya akan membuat kita frustasi. Meski kadang memakai alasan agama, mereka yang bertikai itu sebenarnya justeru meninggalkan AlQur’an. Karena mereka bertikai bukan karena kebenaran tapi karena berebut kepentingan jangka pendek.
Sekarang marilah kita lihat kondisi umat Islam di tanah air. Saat ini, dalam banyak hal keadaan umat Islam Indonesia membuat iri saudara Muslim di negara lain. Tidak ada pertikaian antar madzab. Juga tidak ada pemaksaan dari penguasa untuk mengikuti aliran tertentu. Khutbah agama juga tidak ada yang disensor oleh aparat. Meski terbatas, sebagian kegiatan keagamaan umat Islam juga dibantu oleh Negara tanpa membedakan aliran dan madzabnya.
Umat Islam Indonesia memang patut bersyukur karena masih mempunyai Muhammadiyah dan NU yang usianya lebih tua dari republik ini. Berinteraksi dengan berbagai corak penguasa. Berbagai proses itu menempa para pimpinannya relatif masih mampu merawat akal sehat jamaahnya.
Namun, kondisi umat Islam Indonesia juga hanya begini-begini saja. Meski tidak dapat dikatakan terpuruk namun juga terlihat kekurangan daya. Ditambah dengan trauma politik masa lalu, membuat umat Islam Indonesia sangat sulit untuk bersatu untuk mengejar semua ketertinggalan.
Formula perjuangannya malah terlihat berkemunduran. Ingin tampil menjadi penguasa tapi selalu gagal untuk saling menenggang antar teman seperjuangan. Tidak ada rasa percaya yang benar-benar tulus antar golongan. Semua ingin mendudukan dirinya sendiri sebagai pemimpin tertinggi.
Setelah gagal hanya bisa marah dan menyalahkan teman sendiri yang dianggap kurang keras dalam bekerja. Menuduh sekutu sebagai pengkhianat hanya karena berselisih jalan. Tanpa ada yang mau mawas diri sendiri. Merasa dirinya sendiri yang benar dan yang lain salah.
Di sini inilah tugas Muhammadiyah dan NU untuk merawat akal waras umat menjadi semakin berat. Jalan untuk mencapai khairu ummah juga kian terjal. [isma]
Sumber: Majalah SM Edisi 12 Tahun 2018