Akal merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Akallah yang membedakan manusia dengan mahluk yang lain. Menurut Gurubesar UIN Syarif Hudayatullah Jakarta Prof Dr HM Yunan Yusuf, dalam banyak definisi tentang manusia, manusia itu diberi ta’rif dengan hayawanun natiq (hewan yang berpikir).
Menurutnya, Perbedaan esensial antara manusia dengan hewan adalah potensi berpikirnya. Manusia dikatakan bukan manusia, kalau dia tidak mampu berpikir. Bahkan di kalangan kaum rasionalis, berpikir yang menjadi aktivitas akal itu, dijadikan sebagai mode of existence (model berada) dari manusia.
Bahkan dalam maqasid syariah, menurut Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Dr Syamsul Anwar, akal merupakan salah satu yang harus dilindungi. Perlindungan akal dapat berupa menghindari segala sesuatu yang dapat merusak akal seperti mengkonsumsi minuman-minuman memabukkan. Oleh karena itu perbuatan meminum khamar atau bir dilarang di dalam agama Islam karena menghilangkan akal waras seseorang walaupun untuk sementara waktu.
Akal waras ini sangat penting bagi kehidupan manusia. Yunan Yusuf dalam bukunya Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam menuliskan, KHA Dahlan menyebutkan, bahwa jalan untuk mencapai kehidupan manusia yang aman, tenteram dan damai dunia akhirat adalah dengan memakai “akal yang waras”.
Apa yang dimaksud oleh Kiai Dahlan dengan akal yang waras itu? Kiai Dahlan menjelaskan bahwa akal yang waras itu adalah “akal yang dapat memilih sembarang perkara dengan teliti, dengan perhatian, dan dengan pertimbangan”.
Jadi tiga ciri utama dari akal yang waras itu adalah teliti, perhatian, dan pertimbangan
Karena pentingnya akal waras bagi manusia, baik secara individu maupun masyarakat, maka di dalam Islam, akal harus dilindungi, termasuk akal waras manusia. Menurut Syamsul Anwar dalam kajiannya beberapa waktu lalu, perlindungan akal melalui penghindaran hal-hal yang merusak dinamakan perlindungan pasif (min jānib al-‘adam).
Sebaliknya pengembangan potensi intelek dan bakat melalui pendidikan adalah maslahat daruri yang wajib diusahakan. Oleh karena itu Islam mewajibkan setiap muslim laki-laki dan perempuan untuk belajar, Kewajiban belajar itu menyangkut hal-hal dasar dan pokok yang harus ada untuk manusia sebagai individu agar dapat memenuhi kebutuhan hidup yang dasar seperti bisa menulis dan membaca, berhitung, dan mengetahui pengetahuan agama yang pokok agar dapat menjalani kewajiban-kewajiban agamanya. Ini merupakan perlindungan dari sisi aktif (min jānib al-wujūd).
Untuk tingkat haji dan tahsini, lanjut Syamsul, diperlukan tingkat pendidikan lebih tinggi. Jasser Audah memberi penafsiran lebih jauh, perlindungan akal meliputi upaya mengatasi “perpindahan otak” (larinya kaum intelektual). Tetapi menurut Syamsul Anwar perlindungan kepentingan ini masuk ke dalam perlindungan manusia dalam lingkungan lebih luas, yaitu lingkungan sosial kemasyarakatan karena kerugian yang timbul dari terjadinya “pelarian otak” itu adalah kerugian koleftif (masyarakat), bukan kerugian manusia secara individu.
Bagi Muhammadiyah, tugas ini sudah menjadi kewajibannya sebagai organisasi dakwah amar makruf nahi mungkar. Menurut Gurubesar Universitas Brawijaya Malang Prof Dr Thohir Luth, De facto Muhammadiyah terus melangkah maju menyambut kemajuan melintas batas zaman. Capaiannyapun boleh dikatakan spektakuler, baik di bidang dakwah, pendidikan, kesehatan, maupun unit-unit pelayanan sosial lainnya. Muhammadiyah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata oleh pihak mana pun.
Bahkan dalam menjaga akal secara aktif, Muhammadiyah selain menjaga akal waras umat Islam juga telah ikut menjaga akal waras orangorang non Muslim Ini bisa dilihat di amal usaha Muhammadiyah yang ada di Papua. Menurut Mendikbud Muhadjir Effendy, kekuatan Muhammadiyah sebenarnya terletak pada kekuatan amal usaha Muhammadiyah (AUM). Dia kemudian memberi contoh, bagaimana beberapa orang warga Muhammadiyah di Timika Papua dapat mendirikan amal usaha SD favorit hingga SMK padahal hanya 80 orang.
Meskipun Muhammadiyah telah beramal secara positif, menurut Thohir Luth, ada juga yang tak senang dengan Muhammadiyah. Karenanya, bermuhammadiyah di zaman sekarang ini tidak cukup dengan ratio semata, tetapi harus dengan hati-nurani. Karena di zaman ini semua yang logis sering dianggap merugikan. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu mereka mengerahkan kekuatan untuk meruntuhkan yang logis itu. Atau dengan terminologi Jawa disebut: wong gak waras, diarani waras, wong waras diarani gak waras. Persis seperti apa yang dikatakan Ki Joyoboyo: Zaman saiki zaman edan, sapa ora melu edan, gak bakal keduman.
Sehingga Muhammadiyah identik dengan istilah seng waras ngalah
“Saya bersyukur warga persyarikatan mengurus kepentingan ummat melalui Muhammadiyah selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani. Ini terbukti bahwa Muhammadiyah lebih suka dialog ketimbang konflik dalam menyelesaikan persoalan ummat. Muhammadiyah lebih suka mengalah untuk kemenangan masa depan dari pada beradu jotos. Hal tersebut membuktikan bahwa warga dan pimpinan Muhammadiyah selain menunjukkan kecerdasan dan kedewasaan mereka, juga melekatnya nurani dalam setiap sikap dan tindakan,” kata Thohir Luth.
Menurut Thohir Luth, hal ini terjadi hanya persoalan mindset mereka, bahwa Muhammadiyah bukan patner perjuangan, melainkan sebagai rifal. Mengubah mindset seperti itu bukan persoalan mudah, karena ada yang memeliharanya/menjaganya. Jadi, hidayah Allah SwT itulah yang paling pas untuk mengubahnya: Dan itu sudah mulai terbukti hampir di manamana. Semula mereka membenci Muhammadiyah berikut warganya, sekarang berbalik mencintai Muhammadiyah dan menjadi garda terdepan sebagai pejuang Muhammadiyah untuk menjaga Akal Waras Umat Islam menuju Khoiru Ummah. (Lut)
Sumber: Majalah SM Edisi 12 Tahun 2018