Oleh: Wawan Gunawan Abdul Wahid
Saat ini sedang viral sebuah lagu yang isinya menceritakan tentang sosok isteri Nabi Saw., Sayidah Aisyah radliyallahun ‘anha. Lagu yang sesungguhnya hasil kecerdikan seniman tanah jiran ini disajikan dengan adaptasi disini dengan
menyesuaikan rasa bahasa dan musik orang Indomesia. Salah satu kekuatan lagu Aisyah adalah detailnya yang relatif utuh menceritakan sosok fisik dan non fisik Sayidah Asiyah. Tentu saja tidak mungkin sebutkan Sang Humaera tanpa sebutkan Kekasihnya, Sang Musthafa Muhammad Saw. Itu membuat syair lagu Aisyah begitu sangat manusiawi yang karenanya indah dan penuh pesona. Pilihan irama musik yang bergembira semakin menjadikan lagu Aisyah enak di telinga dan memapar jiwa yang mencinta. Luar biasa.
Lagu Aisyah Dipersoalkan
Di tengah masyhurnya lagu Asiyah sekarang disini datang pertanyaan dari kalangan seniman Muslim tertentu. Pantaskah sosok isteri Nabi Saw didendangkan dalam syair lagu? Benarkah yang diceritakan dalam syair Aisyah itu sesuai hadis Nabi Saw? Ada tujuan bisnis dalam lagu Aisyah?
Saya jawab yang kedua dahulu. Secara umum syair lagu Aisyah itu merujuk riwayat tentang Aisyah. Untuk memastikannya silahkan dicek dengan cara membaca empat rujukan kitab. Pertama buku yang berjudul Nisa an Nabiy karya Aisyah bint asy Syathi. Kedua Muhammad Rasulullah karya Muhammad ash Shadiq Ibrahim Arjun pada jilid
dua dan tiga tentang Asiyah. Ketiga, kitab ath Thabaqat Al Kubra yang lebih masyhur dengan tajuk Thabaqat ibn Sa’ad karena penulisnya bernama Muhammad bin Sa’ad bin Maniyi’ Al Hasyimi Al Basri. Keempat, pastikan seluruh cerita dalam tiga kitab itu dengan membaca ulang semua cerita seluruh kitab hadis dengan entri Aisyah binti Abi Bakr atau Asiyah saja. Sosok Aisyah yang berani seberani saudarinya, Asma binti Abi Bakr, cerdas, cantik, pencemburu jika disebut nama Sayidah Khadijah, dan seterusnya terungkap terang benderang.
Bolehkah menceritakan sosok Aisyah dalam syair lagu kemudian didendangkan ke publik?
Menjawab segera pertanyaan di atas perlu membandingkannya dengan sosok Sang Mushthafa Muhammad Saw. Secara manzilah sosok Nabi Saw tentu lebih “sakral” dari sosok Sayidah Aisyah. Lebih dari tiga puluhan lalu dengan sangat apik Penyair Taufik Ismail dengan sangat cerdas berkolaborasi dengan memasok Bimbo narasi tentang Nabi Saw meskipun masih sangat kecil dari deposit fragmen hayat Nabi Saw yang melimpah itu. Pendengar dan penikmat musik danmlagi lagu-lagu Bimbo dibuat seolah Nabi Saw hadir di hadapannya. Seringkali saya meneteskan air mata karena dibuat rindu oleh keindahan susunan kata dan irama dalam lagu itu. Setiap tanggal 12 Rabiul awal saya termasuk yang seharian penuh mendengar berulang kali syair lagu itu untuk sedikit membayar kerinduan yang membuncah jiwa.
Mengapa sosok Sayidah Aisyah dipermasalahkan sementara sosok Tuhan pun disni dinyanyikan sejak awal 1980an. Karena tingkat objektivikasi kata dalam syair lagu Tuhan itu sedemikian inklusif ia diterima dan dinyanyikan oleh berbagai ummat beragama.
Tuhan Maha Tahu Segalanya
Hanya Tuhan yang Tahu tentang manusia sejak awalnya hingga akhirnya. Seluruh hajat yang diperlihatkan manusia ada di kedipanNya. Diantara kesukaan manusia adalah gandrung mendengar membaca cerita tentang dirinya yang diperankan oleh manusia manusia pilihannya. Karena itu jika mendendangkan lagu tentang Sayidah Aisyah disiapkan lalu buat apa Tuhan ceritakan romansa antara Yusuf dengan Zulaikha dan antara Musa dengan Gadis Syuaib.
Ada Bisnis dalam Lagu Aisyah?
Soalan ketiga yang dicuatkan adalah tentang berbisnis lagu dengan sosok Aisyah?
Menjawab pertanyaan ini mesti meletakannya dalam bingkai berkesenian. Sejauh bacaan saya Nabi Saw sangat menghargai kesenian dan karena itu orang berkesenian diapresiasi dan diberi tempat oleh Nabi Saw. Itu terbaca saat Nabi Saw membayar secara profesional dua orang perempuan Habasyah yang mainkan alat perkusi di depan pintu kamar Nabi Saw. Bahwa kesenian diberi tempat oleh Nabi Saw itu terungkap dari fakta bahwa penyajian musik di tengah walimah pernikahan bagian dari keutuhan acara pernikahan. Nabi Saw sempat menegur Sayidah Aisyah saat alpa tidak menyiapkan perangkat musik dalam suatu acara pernikahan orang Ansar.
Salah satu ekspresi berkesenian adalah menyusun dan mengubah syair. Syi’ir dalam bahasa Arab dan syair dalam bahasa Indonesia adalah wahana berkesenian yang sudah dikenal sejak era Jahiliyah. Tersebutlah al-muallaqat yang disebut sebagai syair syair pilihan yang ditempel di dinding Ka’bah. Pada masa perjuangan dakwah Islam syair difungsikan Nabi Saw sebagai pamplet, koran, majalah atau telivisi untuk menjawab dan mengimbangi bahkan mendelegitimasi propaganda anti Islam. Tersebutlah nama Abdullah bin Ruwahah, Hassan bin Tsabit dan lain-lain. Jika untuk ke medan perang para sahabat diganjar ghanimah. Perang dengan kata-kata yang tidak banyak orang yang bisa tentu saja bukan sesuatu yang “murah dan mudah” yang tidak diganjar sama sekali.
Wawan Gunawan Abdul Wahid, Alumni Angkatan-1 Ponpes Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Anggota Devisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan MTT PP Muhammadiyah