Oleh: Faradilla Awwaluna Musyaffa’
Dunia sedang digemparkan dengan wabah penyakit mematikan yang sukses membuat negara berlomba-lomba membuat kebijakan baru untuk menanggulangi pesatnya penyebarannya. Wabah tersebut kita kenal dengan nama Covid-19 atau Corona (Severe Acute Respiratory Syndrom Coronavirus). Sebagaimana diungkapkan oleh dua peneliti asal Amerika Serikat, Anthony R. Fehr dan Stanley Periman bahwa ukuran virus mematikan ini diperkirakan berdiameter 125 nanometer atau setara dengan 0, 125 mikrometer. Sedemikian ukuran kecilnya virus corona Covid-19, sayangnya berkebalikan dengan efek dahsyat yang di timbulkan olehnya yang terbukti mampu menyebabkan gangguan sistem pernapasan, pneumonia akut, hingga kematian.
Semenjak pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir bulan Desember 2019 silam, virus ini dengan cepat menyebar ke wilayah lain. Data yang dirilis Konferensi Pers Juru Bicara Penanganan Corona, Achmad Yurianto (6/4/2020), jumlah total kasus virus corona Covid-19 di Indonesia mencapai 2.491 kasus. Dengan angka kematian mencapai 209 orang dan 192 orang yang dinyatakan sembuh. Organisasi kesehatan dunia (WHO) merilis status pandemi virus corona Covid 19 setelah ia sukses menyebar ke lebih dari 100 negara bagian dalam kurun waktu 2 bulan.
Dengan kondisi demikian, beberapa kebijakan baru dibuat di Indonesia untuk menangani kasus penyebaran virus corona Covid-19, seperti meliburkan sekolah, menutup tempat-tempat keramaian, menutup rumah makan, dan membatasi akses interaksi seseorang dengan orang banyak. Kebijakan tersebut disusul dengan fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Senin, 18 Maret 2020 yang diantaranya menyatakan bahwa setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini menyebabkan terpapar, memicu tindakan yang menimbulkan kepanikan dan kerugian publik, serta menghimbau untuk tidak melakukan sholat wajib berjama’ah, tarawih, ied, ataupun jum’at jika diyakini dapat menjadi media penyebaran virus corona Covid-19.
Berkaitan dengan pembatasan interaksi karena wabah virus corona Covid-19, tentu ada dampak nyata terhadap pergerakan dakwah Islam yang melibatkan interaksi langsung dengan orang banyak. Virus corona Covid-19 menimbulkan tantangan baru dalam arus pergerakan dakwah Islam. Dengan minimnya kesempatan berinteraksi langsung dengan masyarakat, maka dakwah Islam pun harus tetap eksis dengan memanfaatkan alternatif-alternatif yang mungkin dilakukan tanpa menyelisihi kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Walaupun tidak menafikan bahwa aktivitas mengalami hambatan dikarenakan dampak dari wabah corona sendiri.
Sebagaimana Allah berfirman di QS. AN-Nahl: 125,
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
Hikmah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah mengajak pada ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Adapun yang lebih spesifik terkait pengertian hikmah adalah dengan Al-Qur’an serta perkataan shahih yang memiliki dalil jelas terhadap kebenaran. Yakni dengan demikian pendakwah dituntut memiliki ilmu, ketajaman berpikir, dan kecerdasan di setiap amalnya, yang dia libatkan dalam setiap keadaan dan kesempatan.
Dengan demikian, peran pendakwah sebagai pembimbing dan pencerah tidak boleh terbatasi gerakan dakwahnya oleh ruang dan waktu. Ilmu yang dimiliki pendakwah harus menciptakan inovasi kreatif supaya dakwah tidak berhenti hanya karena hambatan-hambatan kecil. Pendakwah harus kreatif memilih cara dakwah yang efektif dalam berbagai situasi dan kondisi. Pemanfaatan kemajuan teknologi adalah salah satu sarana alternatif yang memungkinkan di tengah kebijakan lockdown saat ini, menggantikan dakwah yang menyangkut interaksi langsung dengan orang banyak. Adapun dakwah Islam harus tetap mewarnai seluruh kehidupan ummat dan mengisi peluang-peluang yang ada, walaupun tantangan virus Covid-19 ada.
Peluang dakwah Islam ditengah wabah virus Covid-19 harus dimaksimalkan. Sebagai wabah yang menjadi bencana alam yang dahsyat menimpa dunia, hal penting yang perlu dilibatkan dalam dakwah Islam adalah peran para Ulama’ dan pendakwah terkait penyikapan ideal sesuai yang diajarkan oleh agama. Penguatan aqidah, bentuk tawakkal dan ikhtiar yang benar, akhlak muslim, serta fiqh ibadah menjadi beberapa hal yang mesti dipahamkan. Dengan demikian ummat tidak terjebak dalam paham jabariyah yang menafikan ikhtiar ataupun paham qodariyah yang menafikan do’a dan permintaan, karena pemahaman yang salah juga berdampak pada kesalahan pemikiran dan penyikapan ummat saat terjadinya wabah.
Sebagaimana dulu di zaman Khalifah Umar bin Khattab, ketika negeri Syam dilanda penyakit Tha’un dan beliau sedang perjalanan menujunya untuk menunaikan suatu tugas, maka Khalifah Umar bin Khattab mengadakan perundingan dengan pemuka-pemuka kaum tentang apa langkah terbaik yang harus beliau ambil. Hingga diambil suatu keputusan bahwa Umar bin Khattab kembali ke Madinah dan tidak jadi mengunjungi Syam yang sedang terkena wabah.
Hal ini mengundang protes dari salah satu tokoh sahabat yakni Abu Ubaidah Al-Jarrah yang menilai Umar bin Khattab hendak lari dari takdir Allah. Maka Umar bin Khattab menjawab, “Memang benar adanya. Kita lari dari takdir Allah yang lain. Apa pendapatmu andaikan engkau memasuki dua jenis lembah, yang satu subur dan satu lagi tandus, bukankah andaikan engkau menggembalakannya du lembah yang subur, maka sebenarnya itu atas takdir Allah. Dan andaikan engkau mengembalikannya di lembah yang tandus, maka sebenarnya itu atas takdir Allah pula?”
Menurut Ketua Lazismu Sudan, Ustadz Ilham Tamimi, beliau menuturkan bahwa peran Ulama’ dan pendakwah harus dilibatkan dalam menangani virus Covid-19 ini dalam dakwah mereka. Hal yang bisa dilakukan seperti menghimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan, menjaga kebersihan, mengajak seluruh lapisan ummat Islam untuk mematuhi fatwa MUI yang telah dikeluarkan untuk berikhtiar dan bersama-sama berkontribusi sesuai kompetensi atau bidang masing-masing.
Beliau juga mengatakan, bahwa peluang dakwah Islam ditengah wabah Covid-19 ini disalurkan dalam bentuk himbauan kepada masyarakat agar bersama untuk berkontribusi dalam pencegahan virus ini. Hingga beban dan tanggung jawab tak hanya bertumpuk di tim medis dan relawan saja, namun menjadi tugas yang perlu diemban bersama untuk kemaslahatan masyarakat. Tugas pendakwah sebagai orang yang dipercaya masyarakat harus turut berperan dalam menyikapi masalah ini dengan aktif memberikan pengetahuan seputar penyikapan bijak menurut agama dan aspek lainnya. Sebab dalam Islam sendiri, menjaga jiwa tak kalah pentingnya dengan menjaga agama.
Sementara Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Sudan, Ustadz Muflihun B. SH., menyampaikan bahwa dakwah ditengah wabah Covid-19 ini memiliki kedudukan teramat penting. Dimana seorang pendakwah perlu untuk mengajak masyarakat merenungi fakta-fakta kekuasaan Allah, pentingnya bergantung hanya kepada-Nya, dan tidak mencari kekuatan kepada selain-Nya.
Adapun pesan beliau bagi masyarakat, ditengah situasi ini sudah sepatutnya untuk menambah ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mematuhi himbauan dan ajakan social distancing yang telah diterapkan. Hilangkan sedikit ego untuk menjalankan aktivitas normal seperti biasa.
Dengan ulasan diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwasannya dakwah Islam harus mengambil peluang terbaik ditengah pandemi virus Covid-19. Sebab dalam keadaan kalut sebagaimana yang terjadi sekarang, dakwah memiliki peran penting untuk menghimbau masyarakat supaya mengambil langkah yang bijak dalam menghadapi dan menghindari penyebaran wabah itu sendiri. Sementara peluang dakwah Islam yang dapat diambil tentu variatif. Dan salah satu alternatif yang mungkin adalah memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menjadi perantara dakwah ditengah pembatasan akses interaksi yang terjadi saat ini. Hingga dakwah Islam terus mewarnai, membimbing, dan memberi solusi walaupun wabah Covid-19 memberi hambatan dan tantangan bagi gerakan dakwah Islam itu sendiri.
Semoga Allah dengan rahmat Nya, segera memulihkan dunia dari semua wabah penyakit dan fitnah, serta menjaganya dalam keamanan dan kedamaian yang mendekatkan kepada ketakwaan dan rasa syukur kepada Nya. Aamiin.
Wallahu A’lam Bi Shawab.
Faradilla Awwaluna Musyaffa’, Mahasiswi S1 di International University of Africa, Kader ‘Aisyiyah Sudan