Mengingat Muhammadiyah 9, Mengenang Perjuangan Gurunda Kami

Mengingat Muhammadiyah 9, Mengenang Perjuangan Gurunda Kami

Adhe Nuansa Wibisono Dok Istimewa

Adhe Nuansa Wibisono

Pada suatu siang di laman media sosial Facebook tetiba muncul pesan di kolom komentar dari seorang yang sudah lama sekali tidak saya temui. Beliau adalah Pak Sarip Mujasir, guru dan salah seorang teladan saya di SMP Muhammadiyah 9 Jakarta. Pesannya sederhana yaitu meminta kesediaan saya untuk menuliskan suatu tulisan untuk majalah sekolah, tanpa pikir panjang langsung saya mengiyakan permintaan tersebut. Sebuah kebanggaan bagi saya sebagai alumni bisa dapat menulis bagi SMP Muhammadiyah 9, tempat saya belajar dan tumbuh melalui masa remaja. Di sanalah saya mempelajari banyak hal terutama nilai dan prinsip hidup dan bisa tumbuh berkembang melalui kehidupan hingga saat ini.

Sekolah Muhammadiyah bukanlah hal yang asing bagi saya dan keluarga besar. Baik dari Ibu, kakak perempuan dan kakak laki-laki saya semuanya adalah alumnus dari sekolah ini. Bagi kami Muhammadiyah adalah bagian keluarga yang tidak terpisahkan. Sebelumnya saya juga menempuh sekolah dasar di SD Muhammadiyah 5 dan lanjut ke SMP Muhammadiyah 9. Selama 9 tahun dari usia pendidikan telah saya tempuh di kedua lembaga pendidikan Muhammadiyah ini. Setiap harinya kami para pelajar selalu berikrar dengan Janji Pelajar Muhammadiyah. Diawali dengan “menjunjung tinggi perintah agama Islam” dan diakhiri dengan “sanggup melaksanakan amal usaha Muhammadiyah”. Sebuah ikrar yang tentu saja melekat pada benak kami para alumni dimanapun sekarang kami berkarya.

Apa yang saya terlintas di ingatan saya tentang memori sekolah tentu saja tidak detail dan muncul selintas-lintas saja. Saya berusaha mengingat kembali memori masa remaja sekitar 17-20 tahun lalu diantara pertengahan tahun 2000-2003. Yang pertama saya ingat tentu adalah wajah dan perjuangan para gurunda yang pernah mengajar di masa generasi kami bersekolah. Diantaranya yang saya ingat adalah Pak Sarip, Pak Ramadin, Bu Murni, Bu Nisa, Pak Sohibi, Pak Novendri, Pak Habib, dan Bu Yetti. Mohon maaf bapak ibu guru lainnya yang belum tersebut, maafkan kami para muridmu ini yang saat ini juga mulai memasuki usia 30 tahunan dengan kekuatan memori yang juga mulai melemah.

Perjuangan para guru itu sendiri ibarat anak tangga kesuksesan bagi para murid didiknya

Karena pengorbanan para guru itulah, alumni SMP Muhammadiyah 9 saat ini bisa berkarya di seluruh dunia. Melalui kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarnya bagi pengorbanan bapak ibu guru sekalian. Kami para alumni bisa sampai di titik kehidupan sekarang ini berkat perjuangan bapak ibu guru semuanya. Benarlah makna dari syair lagu Hymne Guru “engkau bagai pelita dalam kegelapan, engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan”, tanpa ilmu yang engkau ajarkan guru, tentu saja kami akan tetap tinggal dalam gelapnya kebodohan.

Selain itu, selagi menulis ini kembali mengingatkan saya akan besarnya gerakan Muhammadiyah di Indonesia. Saya kembali teringat bahwa saya adalah orang Muhammadiyah dan terlahir dari rahim pendidikan Muhammadiyah. Amal usaha Muhammadiyah sudah tersebar luas di seluruh penjuru negeri. Muhammadiyah telah membangun dan mengembangkan ribuan sekolah, panti asuhan, rumah sakit, klinik kesehatan, dan universitas di seluruh Indonesia. Jika dibayangkan Muhammadiyah itu layaknya matahari besar yang menerangi seluruh nusantara. Amal usahanya seperti sinar yang berusaha untuk menghilangkan gelapnya kemiskinan dan kebodohan rakyat.

Benarlah jati diri gerakan Muhammadiyah seperti pesan KH. Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya seperti yang tergambar dalam film “Sang Pencerah”. Beliau berkali-kali mengajarkan tafsir surat Al-Ma’un kepada murid-muridnya tanpa berganti ke surat lainnya. Salah seorang muridnya kemudian  bertanya kepada beliau, “Kiai mengapa pelajarannya tidak ditambah?. Kiai Dahlan kemudian menjawab dengan pertanyaan apakah mereka sudah mengerti makna surat tersebut? Apakah para muridnya sudah mengamalkan isi kandungan surat Al Ma’un? Beliau kemudian menyerukan kepada murid-muridnya untuk melakukan amal nyata dan segera berkeliling menyantuni para fakir miskin serta anak yatim di sekitar Yogyakarta.

Terakhir, kami para alumni hanya bisa berpesan kepada adik-adik yang sekarang masih bersekolah. Gunakan waktu kalian sebaik-baiknya untuk belajar demi menempuh masa depan yang baik. Hormati para guru di sekolah, karena merekalah para orangtua kalian di sekolah. Sayangilah mereka, niscaya ilmu-ilmu yang mereka ajarkan akan lebih mudah adik-adik serap dan pahami karena hati para guru sudah ikhlas, sudah ridha dengan kebaikan perilaku anak muridnya. SMP Muhammadiyah 9 akan memberikan bekal yang cukup untuk masa depan kalian, tidak hanya bekal ilmu pengetahuan tetapi juga bekal ilmu agama dan akhlakul karimah. Para pelajar Muhammadiyah, seperti pesan almarhum Prof. Habibie, tidak hanya kuat dalam IPTEK (Ilmu, Pengetahuan dan Teknologi) tetapi juga harus kuat dalam IMTAQ (Iman dan Taqwa).

Tuntutlah ilmu setinggi langit dan menyebarlah ke seluruh penjuru dunia.

Sampai jumpa di masa depan adik-adikku semuanya!

Ankara, Turki, 8 April 2020

Adhe Nuansa Wibisono, Alumnus SMP Muhammadiyah 9 Jakarta

Exit mobile version