Royyan Mahmuda Al’Arisyi Daulay
Pernah suatu ketika Nabi Muhammad Saw ditanya oleh salah seorang sahabatnya, ” wahai Nabi, apakah hanya orang-orang ahli ibadah saja yang akan masuk surga? “. Lantas Nabi menjawab, tidak. ” Seseorang tidak akan memasuki surga bukan hanya karena ibadahnya tetapi atas dasar rahmat Allah Swt”. Kemudian ada yang bertanya lagi, ” Apakah itu berarti surga hanya disediakan bagi para aulia dan para alim? “
Nabi pun menjawab, ” Tidak. Sesungguhnya telah ada seorang pezina yang masuk ke surga. Lalu beliau menceritakan tentang sebuah kisah seekor anjing yang sedang tergeletak di depan sumur karena kehausan. Saking hausnya anjing itu tidak sanggup lagi untuk berjalan. Tidak lama setelah itu, lewatlah seorang wanita di depan anjing dan sumur tersebut.
Lantas wanita itu merasa kasihan dan sedih melihat kondisi anjing yang mengenaskan. Selanjutnya ia mengambil air dari sumur menggunakan alas kakinya untuk diberikan kepada anjing tersebut. Ketika air dicecapkan ke mulut si anjing, kondisi sekarat dan kritis pun mampu dilewati. Ternyata wanita yang membantu memberikan air minum kepada seekor anjing tadi adalah seorang pezina pada zamannya.
Selain itu dalam suatu kisah yang lain, ada seorang alim ahli makrifat, yang bernama Abu Bakar Dhuaif bin Jandar As-Syibli, pernah ditanya oleh Allah dalam sebuah mimpi.
Allah berfirman, ” Tahukah kamu mengapa aku mengampunimu?
Aa-Syibli menjawab, ” Mungkin karena amal sholehku ya Allah? “.
“Bukan”. Allah membalas jawaban orang alim tersebut.
” Atau karena rasa ikhlas ketika beribadah padaMu ya Rabb?”
“Bukan juga”
“Karena haji, puasa, dan sholatku kah? “.
” Juga bukan”
“Karena kepergianku untuk menuntut ilmu pada orang-orang yang saleh? “
“Tidak”
“Oh Tuhanku, lantas dengan apa Engkau mengampuni semua kesalahanku itu? Maka Allah berfirman, ” Ingatkah kamu saat melewati suatu daerah yang dingin, lalu kamu melihat seekor kucing yang berada dalam kedinginan, lantas kamu ambil kucing itu dan kamu hangatkan dalam jubahmu?”.
“Ya, aku ingat ya Tuhanku”
Lalu Allah berfirman lagi, “karena kasih sayangmu terhadap kucing itulah, sehingga Aku juga menaruh belas kasihan kepadamu”.
Kisah ini sangat masyhur, karena termaktub dalam kitab karangan ulama yang sangat terkenal, yakni Syaikh Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawi (Syaikh Nawawi Al-Bantani) dengan judul Nasoihul ‘Ibad. Kisah ini semakin mempertegas bahwasanya ampunan Allah itu sangat luas dan tidak terduga. Tidak ada yang mengetahui siapa orang yang dikehendaki untuk diterima ampunannya selain Allah Swt.
Namun ironisnya pada saat sekarang ini, tidak sedikit diantara kita kaum muslimin, yang merasa bahwa kitalah yang pantas menerima ampunan Allah Swt. Karena kita telah melakukan banyak amal sholeh, menjalankan sholat lima waktu, puasa saat ramadhan hingga berangkat ke baitullah untuk melaksanakan haji. Padahal tidak ada sedikit pun otoritas kita sebagai manusia untuk merasa bahwa diri kita pasti diampuni, apalagi merasa benar sendiri.
Maka ketika ada seorang muslim yang bersikap menolak atau bahkan mengancam ibadah umat agama yang lain dengan alasan sebagai minoritas tentu bukanlah sikap yang bijak, karena bisa jadi Allah malah mengampuni orang-orang muslim yang bersikap ramah dan menghargai mereka meskipun minoritas. Lalu ada juga muslim yang bersikap merasa benar dengan apa yang dipahaminya, lantas menganggap paham yang lain salah sehingga dipandang sesat, bahkan sampai mengkafirkannya. Padahal bukan tidak mungkin pandangan orang lain itu malah bisa mendatangkan maghfirah dan rahmat Allah ketimbang yang merasa paling benar tadi.
Seperti kisah pezina yang diceritakan di atas, ia mendapat ampunan hanya karena keikhlasan untuk menolong sesama makhluk hidup, meskipun seekor anjing. Kemudian kisah As-Syibli yang menerangkan bahwa menebar kasih sayang kepada seluruh makhluk, meskipun hanya kepada seekor kucing, ternyata dapat mendatangkan rahmat dan maghfirah Allah Swt.
Terakhir, pada riwayat yang lain pun, Nabi Muhammad pernah bersabda, ” Ada seorang lelaki berkata, Demi Allah, Allah tidak akan memberikan ampunan kepada si fulan itu. Lalu Allah Swt berfirman : Siapakah yang berani menyumpahi atas namaKu bahwa aku tidak akan mengampuni dosa si fulan itu? Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa si fulan itu dan aku menghapuskan pahala amalanmu, yakni yang bersumpah tadi”. (HR. Muslim).
Tampak jelas bahwa yang menentukan seorang hamba itu dapat diampuni dan masuk ke dalam surga hanyalah Allah Swt, bukan hal yang lain, termasuk amal. Tentu ini menjadi peringatan keras bagi kita kaum muslimin dan muslimat. Terkadang kita merasa jumawa atas segala perbuatan baik yang telah dilakukan. Sehingga menyebabkan perasaan angkuh dan berakibat pada rahmat Allah yang semakin jauh. Semoga pada ramadhan tahun ini kita diberikan kekuatan untuk selalu menebar kasih sayang diantara sesama dan menjaga ibadah kepada Allah Swt, meskipun di tengah pandemi corona.
Wallahu a’lam bisshawab
Royyan Mahmuda Al’Arisyi Daulay, alumni Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta