Oleh: Lutfi Effendi
Al Qur’an adalah kitabullah (kitab Allah). Diturunkan pertama kali di bulan Ramadhan diperuntukkan bagi manusia. Karenanya, selama Ramadhan ini, penulis akan menyajikan bagaimana Allah memperkenalkan dirinya kepada manusia lewat Al Qur;’an. Tentu hanya sebagaian saja yang bisa disajikan selama 30 hari di bulan Ramadhan ini.
Pada tulisan kali ini kita bahas ayat 6 dan 7 Al Fatihah:
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm
ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Ayat 6 dan 7 dari surat Al Fatihah ini adalah doa yang pertama kali diajarkan dalam Al Qur’an jika kita mulai membaca Al Qur’an dari awal. Doa ini diajarkan oleh Allah setelah sebelumnya membaca atau berikrar iyyāka nasta’īn (Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan).
Sama dengan ayat 5, dalam ayat 6 dan 7 ini Allah memperkenalkan dirinya juga tidak secara langsung. Dalam ayat 6 Al Fatihah ini Allah mengajarkan doa: ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm (Tunjukilah kami jalan yang lurus), Kata kuncinya tunjukilah atau minta petunjuk atau lebih jelasnya petunjuk.
Petunjuk merupakan hak prerogatif Allah SwT, bahkan Nabi Muhammad saw tidak diberi hak ini oleh Allah. Hal ini bisa dilihat dalam kisah bagaimana Nabi Muhammad saw berusaha membujuk pamannya Abu Thalib yang juga ayah Ali, menantu Nabi. Tetapi sampai meninggalnya, Abu Thalib tetap memeluk agama nenek moyangmya dan belum bersedia memeluk Islam walau dalam kesehariannya tetap berusaha melindungi Nabi dalam berdakwah.
Dalam hal berdakwah ini, tugas Nabi hanyalah memberi tahu, tugas Nabi hanya mengingatkan, tetapi hasilnya merupakan hak Allah untuk memberi petunjuk atau tidak terhadap obyek dakwah yang dilakukan Nabi. Termasuk bujukan Nabi kepada pamannya itu, hanya Allahlah yang bisa memberi petunjuk atau hidayah. Dan sampai akhir hayatnya Abu Thalib tidak diberi petunjuk atau hidayah oleh Allah SwT.
Karena pentingnya petunjuk Allah ini, maka doa yang pertama kali diajarkan kepada mahllukNya lewat Al Qur’an adalah agar diberi petunjuk jalan yang lurus. Jalan yang diridaiNya. Karena hanya Allahlah yang dapat memberi petunjuk itu, bukan yang lain.
Lalu apa yang bisa kita ambil dari pelajaran di atas? Manusia pada dasarnya tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang tentang dirinya. Karenanya, minta petunjuk Allah adalah suatu keharusan. Minta dengan sungguh-sungguh dengan hati yang tulus, moga-moga kita termasuk yang mendapat petunjuk Allah SwT. Karena banyak orang yang selama ini membaca ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm hanya sekedar hafalan saja tanpa disertai kesungguhan sehingga jalan hidupnya melenceng dari jalan yang lurus, jalan yang diridai Allah SwT.
Dalam hal menyambung tugas Nabi dalam berdakwah, sekali lagi tugas kita hanya mengingatkan tentang hasilnya kita serahkan pada Allah, sebab Allahlah yang akan memberi petunjuk itu. Hanya doa kita, agar kita dan yang kita ingatkan sama-sama mendapat petunjuk dari Allah SwT. Waallahu a’lam bisshawab (***)