Royyan Mahmuda Daulay
Pernah suatu ketika Rosulullah Saw. sedang berkumpul bersama para sahabatnya. Lalu ada salah seorang sahabat yang bertanya sembari sambat, ” Ya Rosulullah, enak sekali menjadi orang kaya. Mereka mendapatkan derajat yang tinggi dan kebahagiaan abadi. Mereka sholat sebagaimana kami sholat. Mereka berpuasa layaknya kami berpuasa. Tetapi mereka memiliki harta berlimpah sehingga memudahkan untuk bisa menunaikan haji, umrah, berjihad dan bersedekah. Rasanya sedih sekali ya Nabi. “
Lantas Nabi Muhammad Saw. bertanya balik, “Maukah kalian aku ajari sesuatu yang dapat mengejar pahala orang-orang yang telah mendahului kamu dan juga orang-orang sesudahmu nanti, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian kecuali orang-orang yang melakukan seperti kalian lakukan? “
Para sahabat yang berada di sana langsung bergembira dan antusias seraya menjawab, ” Baiklah ya Rosulullah, kami mau. “
Maka kemudian Rosulullah Saw berkata, “Yang harus kalian lakukan adalah membaca tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah), dan takbir (Allahu Akbar) sebanyak tiga puluh tiga kali setiap usai melaksanakan sholat.”
Para sahabat pun menjawab, “Baik ya Rosulullah. “
Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim serta termaktub dalam hadits ke-1419 pada kitab Riyadhush Sholihin, karya Imam An-Nawawi. Kisah ini sangat masyhur dan menjadi rujukan dalam membaca dzikir ketika bakda sholat lima waktu.
Hal yang menarik dari kisah ini adalah keluhan sahabat tentang permasalahan ekonomi kaitannya dengan kemuliaan ibadah. Memang persoalan ekonomi selalu menjadi permasalahan hidup manusia semenjak dahulu kala. Ukuran banyak sedikit kerap kali menimbulkan stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat. Banyaknya komoditi yang dimiliki menjadi penentu status sosial seseorang. Bahkan berimplikasi pada kehidupan keagamaan.
Anggapan bahwa dengan kekayaan bisa lebih mudah beribadah ternyata sudah ada sejak zaman para sahabat. Seperti kisah di atas misalnya, keluhan tentang kemampuan ekonomi yang mempengaruhi ibadah seseorang juga dirasakan oleh beberapa sahabat. Padahal sama-sama melaksanakan ibadah sholat dan puasa, tetapi dengan perbedaan harta membuat orang kaya lebih mudah untuk bersedekah ataupun haji ke baitullah. Lalu apakah bagi yang tidak seberuntung seperti si kaya lantas tidak dapat mendapatkan kemudahan beribadah?
Maha Bijaksana Allah Swt. dan luar biasanya Nabi Muhammad Saw. yang memberikan kiat bagi kita, siapa saja yang merasa belum mendapatkan kemudahan seperti si kaya, untuk bisa mendapatkan keistimewaan dengan cukup berdzikir membaca tasbih, tahmid dan tahlil. Dengan hanya mengucap dzikir tersebut (InsyaAllah sangat mudah) kita sudah dianggap melakukan amal tingkat tinggi. Bahkan bisa mengalahkan amal-amal orang kaya. Syaratnya adalah hati yang ikhlas dan mengharap ridho-Nya.
Akan sangat percuma semua ibadah kalau niatnya bukan untuk Allah semata. Termasuk dzikir yang mudah itu, jika diniatkan tulus dan ikhlas pasti akan bermakna di sisi Allah Swt. Karena hakikatnya balasan untuk ibadah itu yang menentukan adalah Allah Swt, bukan hitung-hitungan manusia. Maka, bagi kita yang belum seberuntung si kaya, tidak perlu risau dan resah tentang amal perbuatan kita akan kalah dibanding mereka. Selama dzikir dilakukan dengan sepenuh hati tanpa pamrih apalagi untuk pamer eksistensi, pasti akan ada imbalan tersendiri dari sang Ilahi. Mudah-mudahan pada ramadhan yang spesial ini kita dimudahkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam bisshowab.
Royyan Mahmuda Daulay, Alumni Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta