“Orang yang tidak paham sejarah, tidak pernah membaca arsip dan dokumen lama, maka ia akan salah kaprah dalam membaca realita kehidupan,” ujar Buya Syafii Maarif dalam berbagai kesempatan untuk mengingatkan generasi muda akan pentingnya membaca dan melihat sejarah masa lalu. Sejarah ibarat kompas dan rasi bintang bagi seorang pelaut untuk membaca serta menentukan arah, hendak ke mana kapal berlabuh.
Memasuki abad keduanya, Muhammadiyah telah memberikan banyak kiprah serta perjuangannya bagi kemajuan bangsa sehingga mengukirkan sejarah panjang yang indah untuk dikenang. Namun sejarah bukan hanya sekedar seni bernostalgia, tapi sejarah adalah ibrah, pelajaran, yang bisa kita tarik ke masa sekarang untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Menyadari akan hal ini, pada Muktamar Satu Abad Muhammadiyah tahun 2010 di Yogyakarta muncul ide tentang pendirian Museum Muhammadiyah, sebagai upaya menghimpun seluruh sejarah Muhammadiyah yang tercecer di mana-mana.
Widyastuti, Ketua Tim Pendirian Museum Muhammadiyah mengungkapkan bahwa keberadaan museum bagi Muhammadiyah sangatlah penting. Melihat dinamika berkemajuan yang telah banyak ditorehkan, ada satu fase ketika Muhammadiyah mempunyai keterbatasan dalam menyimpan dokumen. “Ini yang kita inginkan agar museum menjadi salah satu solusi. Kita ingin mencoba mengumpulkan puzzle-puzzle sejarah Muhammadiyah, baik itu dari cerita tutur maupun dokumen-dokumen,” ujar Cicit Pendiri Perysarikatan Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan ini.
Museum merupakan wadah edukasi dan sekaligus loboratorium keummatan. Ketika orang-orang ingin belajar tentang Muhammadiyah, mereka bisa datang ke museum. Museum akan bercerita banyak hal tentang sejarah perjalanan tokoh-tokoh intelektual Muhammadiyah seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansyur, KH. Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka), dan lain sebagainya, serta peran nyata Muhammadiyah yang dapat divisualisasikan dengan sangat jelas, sehingga mampu menjaga memori kolektif masyarakat akan tokoh-tokoh Muhammadiyah dan ide-ide besarnya.
Ia menambahkan, museum Muhammadiyah yang nantinya berlokasi di lingkungan Kampus Utama Universitas Ahmad Dahlan (UAD) adalah sebagai pusat kegiatan eksibisi Muhammadiyah seperti lukisan, karya sastra, artefak dan lain sebagainya. Menjadi pusat dokumentasi dan informasi, tetapi juga menjadi pusat tourism Muhammadiyah. Museum ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif kepada publik mengenai sejarah peran Muhammadiyah di segala bidang kehidupan sosial-keagamaan, ekonomi, peran kebangsaan serta turut andil dalam membentuk peradaban semesta.
Arti museum bagi Muhammadiyah adalah sebagai pengokoh posisi dan perannya sebagai organisasi yang mengusung pembaharuan dan kemajuan. Museum dengan konsep mezanin, ramah lansia, anak-anak dan perempuan tersebut akan berisi segala informasi tentang Muhammadiyah di Yogyakarta, setiap wilayah di Tanah Air, hingga di seluruh dunia sejak awal berdirinya hingga saat ini.
Muchlas, Ketua MPI PP Muhammadiyah mengungkapkan, museum Muhammadiyah digagas untuk memberikan dokumentasi sejarah gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan dalam bidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
“Oleh karena PP Muhammadiyah menyerahkan sepenuhnya pengelolaan museum kepada Universitas Ahmad Dahlan (UAD) maka akan diintegrasikan dengan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan menjadi sebuah konsep edutoursm,” ungkap Rektor UAD ini.
Dikemas dengan sistem IT, diharapkan museum ini menjadi ikon kemodernan, kemajuan, menjadi media informasi serta transformasi nilai bagi generasi muda agar bisa mengambil ibrah dari para pendahulunya. Selamat Hari Museum Internasional, 18 Mei 2020 dan Selamat datang di Museum Muhammadiyah. Hal ini menegaskan bahwa Sang Surya tak hentinya menyinari semesta. (diko)