Prof Dr H Haedar Nashir, MSi
Umat Islam di Indonesia itu mayoritas. Sebagai penduduk terbesar semestinya memberi karakter dominan terhadap corak kebudayaan masyarakat Indonesia. Bahwa sistem pengetahuan, sikap, dan model tindakan orang Indonesia secara kolektif diwarnai atau ber-sibghah Islam. Sibghah Islam yang luas, substantif, dan berkemajuan sebagaimana uswah hasanah Nabi Muhammad dalam membangun peradaban bangsa Arab yang berkarakter al-Madinah al-Munawwarah. Suatu corak peradaban islam yang cerah dan mencerahkan, yang dari rahimnya lahir peradaban maju selama berabad-abad di era kejayaan Islam.
Bangsa Indonesia belum mencapai puncak kejayaan, malah masih jauh. Umat Islam Indonesia pun demikian. Di masa lalu dan pengaruhnya hingga kini masih tampak tentu patut disyukuri nuansa Islam cukup meluas dalam kebudayaan bangsa, tetapi corak Hinduisme dan Animisme juga tidak kalah kuatnya. Kebanggaan atas Islam Nusantara harus dihargai, tetapi banyak hal yang tercecer atau tertinggal dalam kebudayaan masyarakat dan umat Islam di negeri ini, menurut WS Rendra disebut kebudayaan “kasur tua”.
Sementara di era kontemporer kebudayaan masyarakat Indonesia makin dipengaruhi corak sekuler yang mengalir bersama kebudayaan Barat, baik melalui penjajah maupun pross globalisasi. Bangsa Indonesia maupun umat Islam selaku mayoritas harus berpikir dan bekerja keras menghadapi arus kebudayaan kontemporer itu, seraya melakukan revitalisasi terhadap kebudayaan lama yang tidak luput dari masalah itu. Kebudayaan itu dinamis dan saling mempengaruhi, maka umat Islam pun niscaya terlibat aktif dalam dinamika kebudayaan itu untuk memberi karakter Islam.
Objektivasi Islam
Kebudayaan yang dicita-citakan dan dibangun Islam tentu saja selain bersumber pada nilai-nilai ajaran Islam yang mendasar dan menyeluruh, yang jangkar utamanya pada tauhid dan watak kepribadiannya bersendikan al-akhlaq al-karimah sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad. Kebudayaan dalam bingkai dan cakrawala Islam itu mesti berkemajuan, karena Islam diturunkan memang untuk membangun peradaban maju agar mampu bertahan hingga akhir zaman.
Kemajuan yang dibangun Islam bersifat multiaspek, termasuk kemajuan keadaban. Muhammadiyah mengikuti jejak perjuangan dan risalah Nabi Muhammad untuk menyempurnakan akhlak manusia menuju al-akhlak al-karimah. Baik akhlak manusia beriman kepada Khaliqnya, kepada sesama, maupun kepada lingkungan sekitarnya sehingga kehidupan menjadi selamat di dunia dan akhirat.
Melalui risalah Islam maka dibangun keadaban umat manusia yang utama sebagai insan yang sebaik-baiknya penciptaan. Inilah misi dakwah Islam Berkemajuan yang bersifat universal menuju keadaban yang utama di muka bumi.
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia itu berkeadaban yang mulia dengan ditanamkannya fitrah selaku insan bertuhan dan beragama yang bersih jiwanya sejak awal penciptaan (Qs Ar-Rum: 30). Manusia bahkan merupakan makhluk yang diciptakan Allah dengan sebaik-baiknya ciptaan (Qs At-Tin: 4). Dengan hidayah Ilahi manusia menjadi beriman dan dengan itu dirinya memiliki fondasi yang kokoh untuk berbuat yang benar, baik, dan pantas serta menjauhi yang salah, buruk, dan tidak pantas. Puncaknya manusia menjadi makhluk Allah yang mampu membangun peradaban yang utama melampaui makhluk Tuhan yang lainnya.
Namun manusia juga diberikan dalam dirinya hawa nafsu (Qs Asy-Syams: 7-8) sehingga sering tergoda berbuat yang salah, buruk, dan tidak pantas. Kepentingan-kepentingan duniawi yang melebihi takaran membuat manusia jatuh ke lembah kehinaan, sehingga kehilangan nilai keadabannya (Qs At-Tin: 5). Manusia dengan hawa nafsunya yang tidak terkendali berbuat kerusakan di muka bumi. Manakala manusia berbuat kerusakan (fasad fil-ardl) maka kehancuran yang ditimbulkannya sangatlah dahsyat seperti perang, pembunuhan, merusak alam, dan segala bentuk kejahatan yang meluas. Peradaban pun jatuh akibat ulah manusia sendiri.
Kini kehidupan modern disebut menjunjung tinggi keadaban seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan hal-hal yang positif lainnya. Namun pada saat yang sama sering terjadi antar kelompok atau individu manusia saling menyerang, membunuh, merendahkan, dan segala bentuk penistaan. Anak-anak, perempuan, dan siapapun yang lemah menjadi korban kekerasan dan pelecehan. Alam dirusak dan dimusnahkan seperti dalam kebakaran hutan, eksploitasi sumberdaya alam, dan lain-lain. Korupsi, penyelewengan, dan segala tindakan yang berlawanan dengan nilai-nilai moral meluas dalam kehidupan. Bentuk-bentuk kebiadaban baru terjadi di belahan dunia, yang menghancurkan peradaban umat manusia seperti dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina.
Pada saat ini beragam bentuk ketakadaban mewarnai ruang publik. Aborsi, lokalisasi pelacuran, hubungan sejenis, minuman keras, dan kemaksiatan ingin dilegalkan dengan dalih hak asasi manusia. Media elektronik, media sosial, dan ruang publik sering disalahgunakan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak menunjukkan keadaban mulia. Relasi sosial tidak jarang diwarnai tindakan rasis, diskriminasi, dan kekerasan, termasuk kekerasan atasnama agama. Sebagian orang dengan mudah melenyapkan nyawa sesama tanpa perikemanusiaan. Nilai-nilai kasih sayang, persaudaraan, dan sopan santun pun mengalami peluruhan.
Keadaban Publik
Bangsa Indonesia yang beragama dan mayoritas Muslim tidak boleh dibiarkan berwatak sekular dan serbabebas yang menggerus karakter dirinya selaku masyarakat relijius. Sebaliknya, bangsa Indonesia atasnama kepribadiannya di masa lampau tidak boleh pula dibiarkan tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Dalam konteks inilah pentingnya strategi kebudayaan Indonesia yang membangun karakter keadaban Islami atau relijius sekaligus berkemajuan.
Masyarakat berkemajuan adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilainilai keadaban yang luhur. Keadaban adalah bagian dari kebudayaan, yang menunjukkan orientasi perilaku kolektif dalam relasi sosial masyarakat berdasarkan ajaran moral yang dianut. Masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim tentu memberi corak pada kebudayaan khususnya keadaban masyarakat, sebagai suatu proses yang wajar dalam pembentukan kebudayaan. Demikian halnya masyarakat yang beragama lain memiliki hak yang sama dalam memberi warna kebudayaan di lingkungannya.
Dalam pandangan Muhammadiyah, bahwa keadaban publik dibangun di Indonesia yang penduduknya beragama tentu harus berada di atas prinsip moral bersumberkan agama. Dalam kehidupan bernegara tentu bersumber pada Pancasila, yang sifatnya terbuka. Lingkungan kebudayaan dan keadaban publik di negeri ini tidak dapat dibiarkan mengalami liberalisasi dan sekularisasi yang menggerus nilai-nilai relijius bangsa Indonesia.
Dalam mengembangkan keadaban publik berbasis agama dan Pancasila tentu bangsa Indonesia haruslah mengedepankan sikap hidup yang benar, baik, dan patut serta menjauhi perilaku yang salah, buruk, dan tidak patut
Setiap anggota masyarakat seyogyanya hidup dalam tatanan kehidupan yang menjunjung tinggi pluralitas, toleransi, rasionalitas, keterbukaan, persamaan, taat aturan, menghargai orang lain, menerima perubahan, serta menjamin kemerdekaan berpikir, berbicara, dan berkreasi dalam mencapai kemajuan. Bersamaan dengan itu, setiap anggota masyarakat hendaknya mempersempit kecenderungan eksklusifitas, intoleransi, ketertutupan, sikap merasa benar sendiri, reaktif dalam merespon persoalan, dan mengedepankan kekerasan dalam memecahkan masalah.
Dalam pandangan Muhammadiyah, nilai-nilai keadaban publik yang utama itu bersumber dari ajaran agama dan kebudayaan masyarakat Indonesia yang tumbuh-kembang dalam kehidupan sehari-hari. Agama memiliki peran penting dalam membentuk watak dan prilaku setiap warga negara dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Penanaman etika moral agama dalam setiap individu warga bangsa menjadi program yang sangat mendesak untuk dilaksanakan dalam tekonstruksi kehidupan kebangsaan.
Penegakan norma dan etika agama yang teraktualisasi dalam kehidupan sosial politik, sosial ekonomi, dan sosial budaya yang mencerahkan kehidupan bangsa harus menjadi gerakan nasional yang masif. Penting untuk dibudayakan bahwa tidak seorangpun calon pemimpin negara dan pejabat publik dapat menduduki jabatan jika yang bersangkutan memiliki rekam jejak dan cacat etika moral yang buruk. Termasuk etika dalam bertutur kata agar tidak semaunya dan menabrak keadaban masyarakat yang berbudi mulia.
Bahwa keadaban publik yang dibangun di atas prinsip nilai dan etika yang utama merupakan lingkungan strategis yang penting untuk dibudayakan menuju terwujudnya Indonesia Berkemajuan. Dalam posisi strategis itu maka umat Islam sebagai mayoritas, khususnya Muhammadiyah, berkewajiban membentuk karakter kebudayaan Indonesia yang bermoral relijius Islami dan berkemajuan!
Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2016