Al-Qur’an menggunakan metode yang bervariasi untuk mengajari dan memperbaiki keburukan-keburukan kaum Yahudi dan membawanya dari keadaan yang lebih baik, dari keadaan lampau hingga masa kini. Dahulu, Allah telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada para leluhur dan memilih di antara Bani Israil dari pada umat yang lain untuk diselamatkan dari tenggelam, menurunkan manna dan salwa> sampai dengan ditimpa hukuman hingga Allah menerima tobatnya.
Berkaitan dengan Bani Israil, ada satu keteladanan yang bisa dipetik salah satunya dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 83 yakni,
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْكُمْ وَاَنْتُمْ مُّعْرِضُوْنَ –
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 83).
Sebelumnya, ayat ini berkenaan dengan keingkaran Kaum Yahudi yang telah melanggar perjanjian kepada Allah. Maka, ketika Bani Israil telah mengambil janji kepada Allah, untuk melaksanakan apa yang diperintahkan meliputi ibadah dan muamalah yaitu tidak menyekutukan Allah SWT, berbuat baik kepada kedua orangtua secara sempurna, memberikan santunan kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, melaksanakan salat dan menunaikan zakat.
Namun, mereka melalaikan janji itu dan tidak mau menepati janji-janjinya. Semua ini bertujuan untuk menjelaskan pada Rasul saw. bahwa tidak ada lagi harapan bagi kaum Yahudi untuk beriman, sebab kaum Yahudi telah mewarisi watak buruk para leluhurnya yang telah menjadi penghalang untuk menerima hidayah.
Wahbah az-Zuhaili dalam tafsir al-Munir menjelaskan bahwa kata salat dan zakat pada ayat ini merupakan bagian dari perintah Allah yang paling utama atas Bani Israil pada masanya. Dahulu, melaksanakan salat secara sempurna dapat memperbaiki jiwa, mendidik watak, dan menghiasinya dengan berbagai macam sifat utama, serta mencegahnya dari perbuatan-perbuatan hina. Hal ini disandingkan dengan membayar zakat kepada kaum fakir miskin karena zakat dapat merealisasikan solidaritas sosial di antara sesama manusia, membahagiakan individu dan masyarakat dan menebar kemakmuran dan kegembiraan kepada semua orang.
Namun, mengenai salat dan zakat ini, tidak ada riwayat shahih yang menjelaskan bagaimana ciri-ciri dan jenis cara salat dan zakat dari Kaum Ahli Kitab terdahulu. Tetapi Wahbah menjelaskan penyandingan kedua perintah ini berdasarkan hubungan syaratnya, yaitu salat harus dilaksanakan sesuai syarat dengan penuh keikhlasan dan kekhusyu’an. Sedangkan zakat merupakan solusi bagi hal vital dalam memperbaiki keadaan masyarakat, maka zakat dilaksanakan dengan penuh ketaatan dan keikhlasan.(rahel)