Persoalan Mengenai Adzan dan Iqamah

Adzan

Ilustrasi

Persoalan Mengenai Adzan dan Iqamah

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Di masjid tempat saya tinggal, iqamah shalat isyak dilakukan langsung setelah adzan (tanpa jeda), selanjutnya adzan shalat subuh dikumandangkan kurang lebih 15 menit sebelum adzan masuk waktu shalat subuh.

Bagaimana tuntunan Rasulullah saw tentang kedua amalan tersebut? Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Koiman Faisal (disidangkan pada Jum’at. 26 Zulhijah 1439 H / 7 September 2018 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumus-salam wr. wb.

Terima kasih atas pertanyaan saudara. Sebelumnya perlu kami sampaikan mengenai tujuan dikumandangkannya adzan dan iqamah. Adzan berarti seruan yang menandakan masuknya waktu shalat dengan tujuan memanggil para jamaah untuk segera berkumpul guna melaksanakan shalat secara berjamaah. Sedangkan iqamah berfungsi sebagai seruan yang menginformasikan bahwa shalat akan segera dilaksanakan.

Sebagai pertimbangan dalam menjawab pertanyaan saudara, akan kami paparkan terlebih dahulu hadis-hadis tentang shalat sunah rawatib, khususnya yang berkaitan dengan shalat isyak. Dalam hal ini terdapat perbedaan mengenai ada dan tidaknya sunnah qabliyah isyak. Pendapat yang mengatakan adanya sunnah qabliyah isyak berdasar pada keumuman hadis Nabi saw yang menyebutkan adanya shalat sunah di antara adzan dan iqamah,

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُغَفَّلِ الْمُزَنِي : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ، ثَلَاثًا لِمَنْ شَاءَ [رواه البخارى: كتاب الأذان: 606].

Dari Abdullah bin Mughaffal al-Muzani (diriwayatkan) sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, Di antara (adzan dan iqamah) ada shalat (sunah) – dikatakan pada kali ketiga – bagi yang mau (mengerjakannya) [HR. al-Bukhari, Kitab Adzan, 606].

Sedangkan pendapat yang mengatakan tidak ada sunnah ba’diyah isyak adalah berdasar pada hadis yang menjelaskan tentang ketentuan shalat sunah rawatib,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ الظُّهْرِ سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَهَا سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَ الْمَغْرِبِ سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَ الْعِشَاءِ سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَ الْجُمْعَةِ سَجْدَتَيْنِ، فَأَمَّا الْمَغْرْبُ، وَالْعِشَاءُ، وَالْجُمْعَةُ، فَصَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَيْتِهِ [رواه مسلم].

Dari Ibnu Umar (diriwayatkan)  ia berkata, Aku pernah shalat bersama Rasulullah saw 2 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isyak dan 2 rakaat sesudah shalat Jum’at. Adapun pada maghrib, isyak dan Jum’at aku kerjakan shalat bersama Nabi saw di rumahnya [HR. Muslim: Kitab Shalat al-Musafirrina wa Qashriha: 1236].

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثْنَتَيْ عَشْرَةِ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ، أَرْبَعٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ [رواه ابن ماجه].  

Dari Aisyah (diriwayatkan) ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa menjaga (dalam melaksanakan) dua belas rakaat shalat sunah, maka akan dibangunkan untuknya rumah di surga, yaitu 4 rakaat sebelum zhuhur, 2 rakaat setelah zhuhur, 2 rakaat setelah maghrib, 2 rakaat setelah isyak dan 2 rakaat sebelum subuh [HR. Ibnu Majah: 1136, Tirmidzi dalam kitab al-Jâmi’ ash-Shahih: 394, an-Nasa’i: 1442 dishahihkan oleh Syaikh Albaniy)

Perbedaan pendapat mengenai sunnah qabliyah isyak ini telah dijelaskan dalam Fatwa Tarjih pada Majalah Suara Muhammadiyah No. 4 tahun 2018. Dalam fatwa itu disebutkan bahwa sunnah qabliyah isyak itu tidak ada, karena berdasar pada hadis kedua dan ketiga yang menyebutkan bahwa Nabi saw tidak pernah melakukannya. Sehingga hadis yang pertama tidak mengartikan adanya sunnah qabliyah isyak melainkan adanya sunnah qabliyah lain yang ketentuannya telah dijelaskan secara rinci dalam hadis kedua dan ketiga (yaitu 2 atau 4 rakaat qabliyah dzuhur & 2 rakaat qabliyah subuh).

Selanjutnya, sebagai pertimbangan kedua, kami kemukakan pula mengenai amalan-amalan di antara adzan dan iqamah yang dianjurkan, seperti anjuran memberi jeda di antara adzan dan iqamah,

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بِلَالُ اجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ نَفَسًا يَفْرُغُ الْآكِلُ مِنْ طَعَامِهِ فِي مَهَلٍ وَيَقْضِي الْمُتَوَضِّئُ حَاجَتَهُ فِي مَهَلٍ [رواه أحمد].

Dari Ubay bin Ka’ab (diriwayatkan) ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Wahai Bilal, berilah jeda waktu antara adzan dan iqamahmu, agar yang sedang makan bisa menyelesaikan makannya, dan yang sedang wudhu bisa menyelesaikan segala hajatnya. [HR. Ahmad: 21286 bernilai hasan].

Anjuran berdoa setelah adzan,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ [رواه البخاري : 614].

Dari Jabir bin Abdillah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa yang setelah mendengar adzan mengucapkan ‘Allaahumma rabba haadzihid-da‘watit-taammah wash-shalaatil-qaaimah aati muhammadanil-washiilata wal-fadhiilah wab‘atshu maqaamam-mahmuudanil-ladzii wa ‘adtah’, maka dia yang mengucapkannya akan mendapat syafaatku kelak di hari kiamat [HR. al-Bukhari, 614].

Hadis mengenai pahala seseorang yang menunggu waktu shalat,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَزَالُ الْعَبْدُ فِي صَلاَةٍ مَا كَانَ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ مَا لَمْ يَحْدُثْ … [رواه البخاري: 176].

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) ia berkata bahwasanya Nabi saw bersabda, Seseorang akan senantiasa (mendapat pahala) shalat ketika ia berada di masjid untuk menunggu shalat (dan) selagi belum berhadas [HR. al-Bukhari, 176]

Hadis tentang ijabahnya doa di antara adzan dan iqamah,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الدُّعَاءُ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ لَا يُرَدَّ ، فَادْعُوْا [رواه ابن خزيمة].

Dari Anas bin Malik (diriwayatkan) ia berkata, Bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Doa (yang dipanjatkan) di antara adzan dan iqamah tidak akan tertolak, maka berdoalah kalian [HR. Ibnu Khuzaimah, 416, bernilai shahih li ghairihi].

Dari beberapa dalil yang telah kami paparkan dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut,

  1. Meskipun tidak ada sunnah qabliyah isyak, namun tetap disunnahkan ada jeda antara adzan dan iqamah, untuk memberi kesempatan bagi jamaah yang masih memiliki hajat seperti menyelesaikan makan, berwudhu, bersiap-siap ke masjid dan lain sebagainya. Selain itu juga memberi kesempatan bagi jamaah yang telah berada di masjid untuk melakukan beberapa amalan sunah seperti berdzikir, berdoa dan lain sebagainya.
  2. Dalam kondisi tertentu (ada kemashlahatan) iqamah dapat dilakukan setelah adzan isyak, misalnya ketika masjid tersebut digunakan untuk suatu acara yang waktunya bertepatan sesudah maghrib dan dilanjutkan setelah isyak, sehingga untuk efisiensi waktu iqamah boleh dilangsungkan setelah adzan dengan beberapa syarat seperti,

Selanjutnya kami akan membahas mengenai persoalan terkait waktu subuh yang dikumandangkan 15 menit lebih awal dari masuknya waktu subuh. Sesungguhnya ibadah shalat merupakan salah satu ibadah mahdlah yang telah ditentukan tata cara dan waktu pelaksanaannya. Secara tegas al-Qur’an menyebutkan bahwa shalat merupakan kewajiban yang telah ditentukan tata cara dan waktu pelaksanaannya, sebagaimana dijelaskan di dalam surah an-Nisa’ (4): 103,

… إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا.

… Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Begitu pula halnya dalam hadis Nabi saw, ditemukan banyak hadis yang berbicara tentang waktu shalat, bahkan secara rinci dan detail, termasuk di antaranya tentang waktu shalat subuh. Seperti salah hadis umum yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr,

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ [رواه مسلم: 612].

Dari Abdullah bin ‘Amru (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda, Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong dan bayangan sesorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar, dan waktu shalat ashar selama matahari belum menguning, dan waktu shalat maghrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang, dan waktu shalat isyak hingga tengah malam, dan waktu shalat shubuh semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit, jika matahari terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab ia terbit di antara dua tanduk setan [HR. Muslim, 612].

Dari hadis-hadis Nabi saw yang menjelaskan tentang waktu-waktu subuh, dapat disimpulkan bahwa shalat subuh dimulai sejak terbit fajar (shadiq) sampai sebelum terbit matahari.

Khusus pada waktu shalat subuh, terdapat kebolehan untuk mengumandangkan adzan dua kali yakni di akhir sepertiga malam dan ketika memasuki waktu shalat subuh. Bilal biasanya adzan pertama di waktu masih gelap sebelum terbit fajar shadiq. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw,

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيْهِ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يُنَادِي ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍ [رواه البخارى: 600].

Dari Salim bin Abdullah (diriwayatkan) dari Ayahnya, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Bilal saat mengumandangkan adzan (di akhir malam, ia menyeru) makanlah kamu dan minumlah kamu sehingga Ibnu Ummi Maktum menyerukan adzannya [HR. al-Bukhari, 600].‏

Adzan pertama yang dikumandangkan merupakan adzan yang difungsikan untuk menginformasikan bahwa waktu subuh sudah hampir tiba, bukan menunjukkan tibanya waktu pelaksanaan shalat subuh. Sementara adzan yang kedua memberikan seruan untuk mendirikan shalat subuh. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw,

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ مِنْ سُحُوْرِهِ، فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ – أَوْ قَالَ يُنَادِيْ – لِيُرْجِعَ قَائِمَكُمْ، وَيُنَبِّهُ نَائِمَكُمْ [رواه البخارى: 6841].

Dari Ibnu Mas’ud (diriwayatkan), ia berkata, Bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Janganlah adzan Bilal menghalangi kamu makan sahur, sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di waktu masih malam (sebelum waktu subuh) untuk memberi peringatan kepada orang yang sedang shalat dan membangunkan orang yang masih dalam keadaan tidur (HR. al-Bukhari, 6841].

Berdasarkan keterangan di atas, adzan pertama yang dikumandangkan merupakan adzan yang bertujuan untuk menginformasikan waktu yakni waktu akhir sepertiga malam, sehingga menetapkan adanya adzan kedua, yang menunjukkan telah tibanya waktu shalat dan dikumandangkan tepat pada awal telah memasuki waktu shalat subuh. Dengan demikian, praktik yang terjadi di lingkungan saudara belum pernah dijumpai adanya hadis yang menjelaskan bahwa perbuatan yang demikian dilakukan pada masa Nabi saw.

Wallahu a‘lam bish-shawab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 17 Tahun 2019

Exit mobile version