Webinar PPKN UMP: Memahami dan Menyemai Pancasila

Tafsir Pancasila

Pancasila Ilustrasi

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah – Program Studi PPKN UMP Purwokerto mengadakan webinar nasioal Kewarganegaraan dan Hukum  dengan tema “Menyemai Pancasila dalam Tindakan Berbangsa dan Bernegara”.

Kegiatan ini dilakukan secara daring melalui video telekonferensi. Menghadirkan empat narasumber yaitu Dr Busyro Muqoddas, MHum selaku ketua PP Muhamadiyah, Yudi Latif, Ph,D mantan Ketua  BPIP, Dr. Refly Harun pakar Hukum Tata Negara, dan Prof Dr Tukiran Taniredja MM selaku guru besar PPKn UMP dan Ketua Pusat Kajian Pancasila dan Kepemimpinan UMP .

“Saya sebagai pimpinan universitas sangat mengapresiasi kegiatan ini, semoga kegiatan  ini bisa berlangsung dengan lancar dan bisa mencerahkan kita semua agar lebih mengerti tentang Pancasila yang sudah kita sepakati sebagai dasar negara kita, kaitanya dengan bagaimana pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Rektor UMP Dr Anjar Nugroho, Kamis (25/07).

Dr Busyro Muqodas selaku pemateri pertama menjelaskan bahwa Pancasila pernah mengalami   reduski makna. Dikarenakan terjadinya hegemoni  ideologi, Pancasila mengalami ketandusan epistemologi sebagai alat politisasi dan sumber kerusuhan dan keretakan sosial.

“Jadi apabila kita berbicara Pancasila saya ingin masuk pada Pancasila yang bukan kepada tahapan-tahapan konsep, tetapi saya ingin menyampaikan bagaimana aspek Pancasila dari segi sejarahnya,” tutur Busyro.

Yudi Latief selaku pemateri kedua menjelaskan negara itu tidak bisa dijalankan dengan kekerasan. Pemaksaan karena apabila negara dijalankan dengan kekersan dan pemaksaan maka ujung-ujungnya pasti akan hancur.

Sementara itu, Refly Harus menjelaskan  kalau kita mau hidup dengan Pancasila maka pancasila itu harus hidup dengan masyarakat. Nilai-nilai pancasila itu harus disemai di masyarakat dan tidak dicampuradukan dengan nilai-nilai lain seperti nilai-nilai keagamaan, adat istiadat, nilai sopan  santun dan lain sebagainya.

“Kalau kita mempertentangkan nila-nilai agama, kesopanan, dan Pancasila maka saya kira itu tidak akan berhasil karena kita hidup sejak lahir dalam wilayah agama,” imbunya.

Tukiran Taniredja menyampaikan perumusan Pancasila itu tidak terlepas dari sidang BPUPKI dari yang pertama sampai finalnya sidang PPKI pada 18 Agustus 1945.(tgr/riz)

Exit mobile version