Mushlihin
Kami terbangun di sepertiga malam. Guna menyiapkan mata pelajaraan anak yang sedang bersemangat ngaji subuh. Jadwalnya Riyadus Salihin. Kami sibuk mencarikannya. Semua rak buku kami geledah. Terlihatlah terjemahannya, cetakan ketujuh 1983, oleh Salim Bahreisy, diterbitkan PT Alma’arif Bandung.
Sejenak kami membacanya. Penyusun kitab berhasrat mengumpulkan sesingkat mungkin hadis sahih. Utamanya sesuatu yang dapat merintis jalan ke akhirat. Juga tuntunan adab, anjuran, ancaman, latihan jiwa, didikan akhlak, obat hati dan pemeliharaan badan. Sedang harapannya semoga menjadi jalan yang baik, mencegah kejahatan, ilmu yuntafau bihi, dan berguna selamanya.
Kami tertegun membaca daftar isinya. Khususnya pasal bantuan dan mengutamakan teman. Misalnya sahabat Ansor yang mengutamakan sahabat Muhajirin, meskipun mereka dalam penderitaan. Mereka memberikan makan pada orang miskin, anak yatim, dan para tawanan. Padahal mereka sendiri masih membutuhkannya karena kelaparan. Jejaknya diabadikan dalam Al-Hasyar ayat 9, dan Ad-Dahr ayat 8.
Kami pun terpesona cerita Abu Hurairah. Ada seseorang kelaparan mendatangi Rasulullah. Maka beliau menyuruhnya ke rumah para istri. Tiada makanan, hanya ada air. Lalu beliau mengumumkan kepada sahabat Ansor. Dia membawa tamu itu dan memberinya makan. Istrinya berkata bahwa itu untuk anaknya. Sahabat itu minta istrinya agar menghibur anak-anak sampai tertidur. Setelah itu mereka memadamkan lampu. Tamu makan hingga kenyang. Sedang keluarga sahabat rela kelaparan, dan tak ditunjukkan ke tamunya. Paginya sahabat menemui Rasulullah. Beliau sangat mengagumi perilaku sahabat itu.
Pas azan berkumandang, segera kami masukkan Riyadus Salihin ke dalam tas si anak. Kemudian kami salat fajar. Terus berangkat ke masjid. Usai jamaah si anak ikut ngaji subuh. Kitabnya dikeluarkan.
Ustaz menasihatkan agar segera membeli Riyadus Salihin asli. Berbahasa Arab. Penulisnya Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawy. Sementara waktu, ustaz akan meminjami si anak. Dengan catatan kitab kuning itu disimpan lagi di perpustakaan.
Siangnya kami ke toko buku Sunan Drajat. Berjarak sepuluh kilometer dari rumah. Riyadus Salihin kami peroleh. Harganya empat puluh ribu rupiah. Sebelumnya kami sempat khawatir. Sampulnya kok beda dengan milik ustaz. Secepatnya kami menghubunginya. Eh, ternyata isinya sama. Maklumlah, sejujurnya kami tak mampu membaca kitab gundul tersebut. Apalagi memahami maknanya. Padahal besar faedahnya. Mudah-mudahan dengan mendaftarkan anak belajar kitab gundul, menjadikannya lebih baik dari kami. Amin!
Mushlihin, wali murid MTs Muhammadiyah 7 Takerharjo Solokuro Lamongan