Ketika kita dimintai tolong, hakikatnya kita diberi kesempatan beramal salih, bukan direpotkan
Mohammad Fakhrudin
“Ah, nggak usah repot-repot!”, biasanya terucap oleh lisan tamu yang dihidangkan sesuatu oleh tuan rumah. Boleh jadi, ucapan itu bermaksud menunjukkan kesopanan kepada tuan rumah yang kemudian lazim terkesan menjadi bagian dari akhlak bertamu. Terasa tidak sopan jika kata tersebut tidak terucap. Ucapan tersebut terkait dengan kisah Nabi Ibrahim As. dalam memuliakan tamu pada firman Allah surat Adz-Dzariyat (26-27), ‘Dengan diam-diam dia pergi kepada keluarganya, maka datanglah dia dengan membawa anak sapi gemuk. Kemudian, dia menghidangkannya kepada mereka sambil berkata, ‘Tidakkah kalian akan makan?‘” .
Ayat tersebut divisualisasikan oleh Hamka dalam Tafsir al-Azhar, bahwa Ibrahim ketika didatangi tamu menyambutnya dengan sikap hormat. Beliau mempersilakan tamu itu duduk di tempat penerimaan tamu. Setelah itu, beliau pergi secara diam-diam memberi tahu keluarganya bahwa ada tamu. Lalu, segeralah seisi rumah sibuk menyambut tamu dengan sepantasnya. Ditangkaplah seekor anak sapi yang masih muda, disembelih, dan dibumbui baik-baik. Setelah itu, daging sapi itu dibakar sampai masak. Dibawanyalah hidangan anak sapi gemuk itu ke hadapan tamu itu, sebagai tanda menghormatinya.
Sementara itu, Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: من كان يُؤمن بالله واليوم الآخرِ فلا يُؤذِ جارَه، ومن كان يُؤمن بالله واليوم الآخِرِ فلْيُكرِم ضَيفَه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخرِ فلْيَقُلْ خيراً أو ليَصمُت (رواه البخاري ومسلم)
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.’ (HR Al-Bukhari dan Muslim). Cara memuliakan tamu pun bermacam-macam yang satu di antaranya adalah menjamunya. Rasulullah SAW bersabda: “Hai manusia, tebarkanlah salam, hubungkanlah silaturahim, menjamulah makan dan shalatlah malam kamu pada waktu orang lain tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat sejahtera.’(HR. At-Tirmidzi)
Jika diperhatikan dengan baik, menjamu dan memuliakan tamu hakikatnya adalah bagian dari pelaksanaan ibadah. Karena beribadah, tentu syarat melaksanakan perintah tersebut harus dengan ikhlas. Para pelakunya sama sekali tidak boleh merasa direpotkan. Tentu saja, dalam menghormati dan menyediakan jamuan makanan untuk tamunya, tuan rumah menyesuaikan kemampuannya dengan tetap diusahakan sebaik-baiknya. Lalu, ucapan apakah yang tepat diucapkan oleh tamu yang menerima jamuan? Tentu ucapan yang sesuai dengan tuntunan Rasul SAW dimana menuntunkan doa untuk tuan rumah yang menjamu tamunya sebagai berikut.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ
“Ya, Allah! Berilah berkah apa yang Engkau rezekikan kepada mereka, ampunilah dan belas kasihilah mereka (HR Muslim).
Artinya, si tamu yang mendoakan tuan rumah juga termasuk beribadah karena mengikuti amalan Rasul SAW. Doa lain dari Nabi:
اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى
“Ya, Allah. Berilah ganti makanan kepada orang yang memberikan aku makan dan berilah minuman kepada orang yang memberiku minuman.” (HR Muslim)
Ucapan, “Ah, repot-repot” tidak hanya sering digunakan oleh tamu yang mendapat hidangan, tetapi juga digunakan oleh tuan rumah ketika menerima oleh-oleh dari tamu. Padahal, oleh-oleh merupakan bunga silaturahim. Bertamu untuk silaturahim dengan membawa oleh-oleh sebagai hadiah pun merupakan akhlak yang dituntunkan oleh Rasul yang bersabda, “Saling memberi hadiahlah kalian. Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR Al-Bukhari).
Dengan demikian, orang yang mengamalkannya berarti beribadah. Dalam hal ini pun jika kita mengucapkan, “Ah, repot-repot” kepada orang yang memberikan oleh-oleh dalam bersilaturahim dengan niat beribadah, berarti kita telah berucap yang tidak sejalan dengan tuntunan Rasul. Mirip dengan ucapan, “Ah, repot-repot” adalah, “Ah, jadi merepotkan.”
Kata-kata itu biasanya diucapkan oleh orang sakit ketika dijenguk teman, tetangga, atau juga saudaranya. Kadang kata-kata itupun diucapkan oleh keluarga orang yang sakit. Ucapan itu tidak sejalan dengan perintah Rasulullah agar sesama muslim menjenguk jika ada saudaranya yang sakit sebagaimana dalam Hadis berikut: ‘Sesungguhnya Allah SWT berfirman pada hari kiamat, “Hai anak Adam, Aku sakit, kenapa kamu tidak datang mengunjungi-Ku?” Anak Adam menjawab, “Ya, Tuhan, bagaimana aku akan mengunjungi-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah berfirman, “Tidakkah kamu tahu bahwa si Fulan hamba-Ku sakit, kenapa kamu tidak mengunjunginya? Tahukah kamu jika kamu mengunjunginya niscaya kamu akan menemui-Ku di sisinya …” (HR. Muslim)
Dalam hubungannya dengan menjenguk orang sakit, Rasulullah yang diriwayatkan ‘Aisyah RA. memberikan tuntunan doa:
أذهِبِ الباس، ربَّ الناس، اشف وأنتَ الشافي، لا شِفاءَ إلا شِفاؤُك، شفاءً لا يغادِرُ سَقَماً
‘Tuhanku, Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakit. Sembuhkanlah, Engkaulah penyembuh. Tak ada penawar selain dari penawar-Mu, penawar yang menghabiskan sakit dan penyakit.’ (HR Al-Bukhari)
Seperti menjamu tamu, menjenguk dan mendoakan orang sakit termasuk ibadah karena melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Maka, masihkah kita mengucapkan, “Ah, jadi merepotkan” untuk menyambut orang yang menjenguk kita atau keluarga ketika sakit? Lalu, kata-kata apa yang harus diucapkan? Jawabannya tidak lain adalah ucapan terima kasih atas kunjungannya dan doa agar apa yang dilakukan merupakan amal salihnya.
Ucapan “Ah, jadi merepotkan” sering diucapkan pula oleh orang yang menerima bantuan. Sesuaikah ucapan itu dengan firman Allah dalam surat al-Maidah: 2? “Dan tolong-menolonglah kamu atas kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu bertolong-tolongan atas dosa dan permusuhan.”
Dalam ayat tersebut, orang menolong dalam kebajikan dan takwa adalah beribadah karena melaksanakan perintah Allah. Karena beribadah, tentu tidak boleh merasa repot dan direpotakan. Tetapi merasa bahagia dan bersyukur yang bahkan di hatinya tumbuh subur semangat menolong.
Maka mari kita ubah kebiasaan mengucapkan, “Ah, repot-repot” dan “Ah, jadi merepotkan” dengan ucapan terima kasih dan doa, baik ketika menerima jamuan makanan maupun minuman; ketika menerima kunjungan dan doa pada waktu kita dan atau keluarga kita sakit; juga ketika menerima bantuan. Mari luruskan niat kita menjamu tamu, menjenguk orang sakit, membawa oleh-oleh ketika bersilaturahim, dan membantu orang lain sebagai ibadah dan menjadikannya sebagai ladang beramal salih. Jika kita dimintai tolong, hakikatnya kita diberi kesempatan beramal salih, bukan direpotkan.
Mohammad Fakhrudin, Dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo
Sumber: Majalah SM No 14 Tahun 2017