Pandemi covid-19 meberi kita waktu lebih untuk bersama kelauarga. Mumpung anak anak berada di rumah, saatnya hutang pengasuhan itu harus dibayarkan.
Oleh: Nur Ngazizah
Allah memberikan segala sesuatu itu pasti baik menurut Allah untuk kita,tetapi terkadang kita sendiri yang belum bisa ngambil ibrah itu. Termasuk kondisi pandemi covid 19 ini. Makhluk kecil yang Allah kirimkan dan mampu memporak porandakan sendi sendi kehidupan.
Alla kulli hal…saya bersyukur kepada Allah, bahwa salah satu ibrah yang saya peroleh adalah berkumpul bersama anak anak yang selama ini berjauhan karena mereka harus menuntun ilmu di pesantren, belajar Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan. Karena kedua orang tuanya tidak mampu dan jauh dari kata bisa untuk mendidik mereka di rumah. Maka kami titipkan mereka pada pesantren Muhammadiyah yang sudah teruji kualitasnya.
Empat bulan sejak Maret mereka di rumah, imi kado terindah dari Allah bagi kami. Mengapa begitu? yah sebelumnya ketika bertemu paling sehari ketika menjenguk, atau kalau libur paling lama satu Minggu. Tetapi sekarang Allah memberi waktu yang begitu lama untuk kami bersama setiap waktu, hampir 24 jam dalam sehari.
Apa maksud Allah dari semua ini… Betapa Allah ingin kita membayar hutang pengasuhan. Hutang pengasuhan yang selama ini dilimpahkan pada sekolah dan pesantren, harus kita bayar lunas hari hari ini. Apa hutang pengasuhan itu?
Hutang pengasuhan adalah tugas tugas kita sebagai orang tua, yang selama ini tidak kita lakukan karena mungkin karena berpisah tempat tinggal, ketika anak di pesantren atau satu rumah tetapi orang tua terlalu sibuk dengan alasan bekerja untuk anak, tetapi dia lupa bahwa anak anak membutuhkan kasih sayang, kedekatan, sentuhan fisik dan komunikasi dari hati ke hati.
Sehingga tiap hari, rutinitas itu berlalu begitu saja, anak berangkat dan pulang sekolah, orang tua berangkat dan pulang kerja. Sampai di rumah semua sudah dalam kondisi capek. Akhir yang terjadi komunikasi dan kedekatan antara orang tua dan anak menjadi bermasalah.
Demikian juga ketika anak di pesantren, seabrek kegiatan pesantren dengan segala rutinitasnya, dapat membuat anak lelah dan kehilangan energi jiwa, energi kasih sayang dari orang tua. Para Ustadz dengan semua tanggung jawabnya,tentu tidak bisa memperhatikan secara detail tiap perkembangan pribadi santri, walaupun mekanisme untuk ke arah itu tentunya sudah ada. Anak anak butuh perhatian dan kasih sayang, serta sahabat bagi tumbuh kembang nya di usia remaja ini. Disinilah sosok sahabat sangat penting bagi dirinya. Sehingga kehadiran Ustadz dan orang tua yang memahami perkembangan psikologi di tiap usia itu mutlak adanya. Jangan sampai usia masuk tahap 14 tahun ke atas tapi masih diperlakukan sebagai anak anak.
Kembali pada hutang pengasuhan, karena anak anak berada di rumah, maka saatnya hutang pengasuhan selama ini harus dibayarkan untuk menebus rasa bersalah. Mereka sudah berjuang jauh dari orang tua, berjuang menahan rasa rindu dan berat nya berpisah. Tentu saja ini juga dirasakan oleh orang tua.
Maka saatnya di rumah, kita lakukan tugas pengasuhan itu yaitu
1. Kedekatan, dekat secara fisik dan juga hati, berikan waktu waktu khusus untuk bersama dan sentuhlah fisik anak, berikan pelukan dan ciuman serta kata kata pujian dan hadiah kecil yang tentunya akan sangat berarti
2. Komunikasi, komunikasi bisa berjalan ketika frekuensi orang tua dan anak sama, pahami usia nya dan berbicara sesuai dengan dunianya. Anak anak diajak untuk ngobrol asyik bukan melulu nasihat
3. Kelekatan, lekat itu akan terjadi ketika hati sudah tersambungkan, jangan pelit pelit dalam berdoa, berdoalah yang banyak dan terus menerus. Tanyalah anak anak minta doa apa dari orang tuanya
4. Kasih sayang, kasih sayang adalah bahasa hati dan fisik, lakukan selalu aktivitas bersama dalam tiap harinya, agendakan dalam setiap harinya aktifitas aktivitas yang menyenangkan fisik dan hati, curahkan segenap hati kita untuk buah hati. kapan lagi kalau tidak sekarang
Anugerah terindah dari Allah akan tetap indah dan sesuai fitrah, ketika kita sebagai orang tua tidak salah dalam pengasuhan. Mereka anak anak kita, bukan anak anak hp,TV, YouTube, google maupun yang lain. Mereka anak anak kita yang Allah titipkan kepada kita ,sehingga orang tuanya nya lah yang menjadikan mereka yahudi, Nasrani atau majusi. Kita orang tuanya yang bertanggungjawab, bukan masyarakat, sekolah atau gurunya. Masihkah mau melalaikan tanggungjawab ini. Bayar segera hutang pengasuhan kita, sebelum terlambat.
Tidakkah kita ingin bersama sama mempunyai rumah di surga nanti dengan anak anak kita. Maka saatnya sekarang ciptakan rumah di dunia dengan karakter ciri ciri ahli surga, Semoga Allah mampukan kita menjadi orang tua yang bertanggungjawab
حَدَّثَنَا حَاجِبُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ عَنْ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُا أَبُو هُرَيْرَةَ وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ { فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ } الْآيَةَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ كِلَاهُمَا عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً وَلَمْ يَذْكُرْ جَمْعَاءَ
Telah menceritakan kepada kami Hajib bin Al Walid telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb dari Az Zubaidi dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah, dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat? ‘ Lalu Abu Hurairah berkata; ‘Apabila kalian mau, maka bacalah firman Allah yang berbunyi: ‘…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.’ (QS. Ar Ruum (30): 30). Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Alaa Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, dan telah menceritakan kepada kami ‘Abd bin Humaid; telah mengabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaq keduanya dari Ma’mar dari Az Zuhri dengan sanad ini dan dia berkata; ‘Sebagaimana hewan ternak melahirkan anaknya. -tanpa menyebutkan cacat.-
Nur Ngazizah, Ketua PDNA Purworejo