Pada saat khatib berdoa, maka makmum wajib mendengarkannya tanpa mengatakan kata aamiin secara keras
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Dengan hormat saya Randi Irawan anggota Pimpinan Komisariat IMM Sumatra Utara. Dengan ini saya akan bertanya tentang:
- Di masjid-masjid sekitar tempat tinggal saya ketika khatib sedang doa dalam khutbah kedua banyak saya perhatikan jamaah yang mendengar ikut mengangkat tangan bahkan mengaamiinkan dengan suara keras, dan ada juga jamaah yang hanya mendengar doa khatib saja. Lantas bagaimana pandangan Tarjih mengenai hal ini? Mohon penjelasan Majelis Tarjih dengan menyertakan dalilnya.
Wassalamu ‘alaikum wr.wb.
Randi Irawan (disidangkan pada Jum‘at, 3 Jumadilakhir 1440 H / 8 Februari 2019 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam w.w.
Terima kasih atas pertanyan saudara, berikut ini kami uraikan jawabannya.
Bacaan aamiin keras
Sebelumnya perlu disampaikan bahwa pertanyaan yang serupa telah dijawab di dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 4 Cet. II halaman 113-115 tentang mengamini doa khatib. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa khatib membacakan doa termasuk dalam rangkaian khutbah shalat Jum‘at itu sendiri. Sebagaimana tuntunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw, bahwa pada saat pelaksanaan khutbah Jum‘at, makmum diharuskan mendengarkan khatib, sesuai hadis Rasulullah saw berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَيْتَ [رواه مسلم: 2005].
Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan) dari Nabi saw, beliau bersabda, apabila engkau berkata kepada sahabat-sahabtmu “diam” pada hari Jum‘at padahal imam (khatib) sedang berkhutbah, maka sesungguhnya engkau telah berbuat sia-sia [HR. Muslim: 2005].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَالَّذِي يَقُولُ لَهُ أَنْصِتْ لَيْسَ لَهُ جُمُعَةٌ [رواه أحمد: 1929].
Dari Ibnu ‘Abbas (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang berbicara pada hari Jum‘at saat khatib sedang khutbah, maka ia seperti seekor keledai yang membawa kitab, dan orang yang berkata kepadanya “diamlah”, maka ia telah kehilangan (shalat) Jum‘atnya [HR. Abu Dawud: 1929].
Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang berkata-kata atau berbicara pada saat khutbah meskipun hanya menegur orang lain untuk tidak berbicara adalah suatu perbuatan yang sia-sia. Kemudian melakukan kegiatan yang menjadikaan orang tidak mendengarkan khutbah seperti menggunakan gawai meskipun hanya sekedar membuka aplikasi whatsapp atau aplikasi lainnya.
Adapun pada saat khatib berdoa, maka makmum wajib mendengarkannya tanpa mengatakan kata aamiin secara keras. Hal ini dikarenakan dapat menyebabkan orang lain terganggu dan apa yang dibaca khatib tidak terdengar, sebagaimana perkataan ulama,
وَأَمَّا التَّأْمِيْنُ جَهْرًا فَالْأَوْلَى تَرْكُهُ لِأَنَّهُ يَمْنَعُ الْإِسْتِمَاعُ وَيُسَوِّشُ الْحَاضِرِيْنَ.
Adapun mengaminkan (mengucapkan ‘aamiin’) secara nyaring (ketika khatib sedang membaca doa dalam khutbahnya) lebih utama ditinggalkan, sebab bisa menghalangi pendengaran dan mengganggu orang-orang yang hadir.
Di samping fatwa yang terdahulu, dapat kami tambahkan pandangan para ulama tentang membaca aamiin pada khutbah kedua. Pertama, mazhab Hanbali dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa mengaminkan secara sirr bukan dengan jahr, menurut mereka disunnahkan mengucapkan aamiin secara sirr. Kedua, membolehkan aamiin dengan jahr, yaitu pendapat mazhab Syafi’i, mereka mengatakan tidak adanya keharaman berbicara saat khutbah. (Lihat Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Abdillah al-Hujailan, Kitab Khutbatul-Jum‘ati wa Ahkamuhaa al-Fiqhiyyah, Jilid 1, 1423 H/2002 M).
Dengan demikian ketika khatib sedang berkhutbah atau berdoa dalam khutbah, hendaknya makmum mendengarkan dengan khusyuk dan tidak mengucapkan kata aamiin dengan suara nyaring atau keras.
Wallahu a‘lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 23 Tahun 2019