MEDAN, Suara Muhammadiyah – Masyarakat Melayu yang kuat memegang teguh Agama dan Budaya diharapkan akan lebih siap dalam menghadapi Kebiasan Baru dalam menghadapi pandemi Covid-19. Perilaku hidup suku Melayu yang masih dipegang teguh di berbagai kawasan negeri Melayu menjadi kekuatan dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Penjelasan itu terangkum pada seminar internasional yang diselenggarakan secara virtual Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ( UMSU ) bersama dua universitas lainnya di Malaysia. Yakni University Putra Malaysia (UPM) dan Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI ). Seminar yang bertajuk “Budaya Melayu pada Era Normal Baru”, Selasa (21/7) di Kampus Pascasarjana UMSU Jalan Denai Medan.
Seminar dibuka secara resmi oleh Rektor UMSU Dr. Agussani MAP. Hadir beberapa tokoh Melayu di Sumatera Utara, seperti Prof. Dr. Djohar Arifin Husin, Guru Besar Besilam Dr Zikmal Fuad, Kepala Pusat Kajian Budaya Melayu UMSU Prof. Dr, Khairil Ansari, Ketua MUI Kota Medan Prof. DR. Mohammat Hatta. Dari negeri jiran hadir rof. Dr. Aini Ideris dan Prof. Datuk Mohammad Shatar bin Sabran.
Dua pembicara dari Malaysia adalah, Dr. Samsuddin bin Suhaili dan Dr. Shamsuddin bin Othman. Rektor UMSU yang juga tokoh Melayu Sumatera Utara Dr. Agussani MAP mengatakan Melayu menjadi yang kuat memegang agama dan adat sebagai rujukan. Mengutip pepatah melayu, adat bersendi sara’, sara’ bersendikan kitabullah.
Kata Agussani, kehadiran Pusat Kajian Melayu di UMSU diharapkan dapat mendorong dilakukannya kajian yang konprehensif dalam prespektif budaya untuk kemajuan Melaya dimasa datang.
Sambutan juga disampaikan oleh Prof. Dr. Djohar Arifin Husin tokoh Melayu yang juga Anggota DPRRI Komisi X yang membidangi pendidikan. Kata Djohar, ada lima sifat orang Melayu yang harus dijaga dengan baik, yakni: memiliki sifat taat (taat kepada Allah, Rasul dan pemimpin), sifat jujur dan amanah, sifat bersih (bersih diri, bersih dari dosa), beradat dan terakhir beradat. Kata Djoar orang Melayu akan merasa sangat malu bila dikatakan ‘ tidak ber-adat’. Lima sifat ini adalah warisan yang harus dipelihara.
Sementara itu, Tuan Guru Besilam Dr. Zikmal Fuad, memberikan pandangan antara hubungan Melayu dan Tariqat Naqsabandiyyah dengan Kebiasaan Baru dalam menghadapi wabah Covid19. Tuan Guru Basilam mengangkat judul “ Tradisi Suluk dalam Presfektif Karantina Mandiri”.
Sebut Dr. Zikmal Fuad, dilihat dari waktu dan aturan yang diterapkan suluk identik dengan karantina mandarin yang membatasi hubungan sosial, tetap menjaga kebersihan serta beberapa aturan lainnya. Selama melakukan persukukan, salik tidak boleh putus dari wudu’. Mungkin itulah sebabnya kawasan persulukan tidak ‘dimasuki’ Covid19 karena mereka selalu bersih dan yang lebih penting, sebut tuan guru Besilam itu, para salik (orang yang suluk) sangat membatasi bersosialisasi dengan pihak lain.
Tiga pembicara lainnya adalah Prof. Dr. Khairil Anshari bersama dua dua pembicara dari Malaysia adalah, Dr. Samsuddin bin Suhaili dan Dr. Shamsuddin bin Othman. Bertindak sebagai moderator seminar virtual adalah Dr. Rudianto, Wakil Rektor III UMSU yang juga Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga PW Muhammadiyah Sumatera Utara. (Syaifulh/Riz)