Hukum Germo dan Korban Pelacuran
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Apa hukum dan sanksinya jika seseorang menjadi germo yang bekerja melacurkan orang untuk mendapat keuntungan dari usahanya? Zaman sekarang telah banyak ditemui di tempat lokalisasi perbuatan seperti ini. Bagaimana pula status korban yang dilacurkan tersebut?
(disidangkan pada Jumat, 15 Rajab 1440 H / 22 Maret 2019 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam wr.wb.
Pelacuran atau perzinaan merupakan suatu perbuatan yang dilarang dan diharamkan oleh agama, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadis Nabi saw,
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ [النور، 24: 2].
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman [QS. an-Nuur (24): 2].
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ وَأَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ تَخَافُ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ [رواه البخاري].
Dari Abdullah (diriwayatkan) ia berkata, aku bertanya kepada Nabi saw, dosa apa yang paling besar dari sisi Allah? Beliau menjawab, kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia-lah yang telah menciptakan kamu. Aku bertanya lagi, kemudian dosa apa lagi? Beliau menjawab, kamu membunuh anakmu karena takut kalau ia akan makan bersamamu. Aku bertanya lagi, kemudian dosa apa lagi? Beliau menjawab, kamu berzina dengan istri tetanggamu [HR. al-Bukhari: 4117].
Adapun hukuman bagi pezina telah disebutkan dalam hadis berikut ini,
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ [رواه مسلم].
Dari ‘Ubadah bin Shamit (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda, ikutilah semua ajaranku, ikutilah semua ajaranku. Sungguh, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka (kaum wanita), perjaka dengan perawan hukumannya adalah cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun, sedangkan laki-laki dan wanita yang sudah menikah hukumannya adalah dera seratus kali dan dirajam [HR. Muslim: 3199].
Bahkan mendekati perbuatan zina pun dilarang, sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا [الإسرأء، 17: 32].
Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk [QS. al-Isra (17): 32].
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa germo atau muncikari adalah induk semang bagi perempuan lacur. Pelacuran merupakan perbuatan maksiat atau dosa, sehingga mempekerjakan orang untuk berbuat maksiat pada hakikatnya juga adalah perbuatan dosa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan sebagai germo adalah pekerjaan yang membantu terjadinya perbuatan maksiat atau dosa yang dilarang oleh agama. Allah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ [المآئدة، 5: 2].
… Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan … [QS. al-Maidah (5): 2].
Dalam Fikih Jinayat atau Hukum Pidana Islam, pebuatan pidana dibagi menjadi tiga macam, yaitu,
- Qisas dan Diyat, yaitu hukuman tentang jarimah (tindak pidana) yang berkaitan dengan pembunuhan dan penganiayaan.
- Hudud, yaitu tindak pidana yang hukumannya sudah ditetapkan oleh syara’ yang meliputi,
- Zina
- Qadzaf (menuduh berbuat zina tanpa dapat mendatangkan empat orang saksi)
- Pencurian
- Mengonsumsi zat-zat yang memabukkan
- Qath’u ath-Thariq (pembegalan)
- Bughah (pemberontakan)
- Murtad
- Takzir yaitu tindak pidana selain yang disebutkan di atas yang hukumannya diserahkan kepada penguasa atau pemerintah dalam suatu tempat atau negara, untuk menjatuhkan hukuman yang seadil-adilnya, dari yang seringan-ringannya sampai dengan yang seberat-beratnya berupa hukuman mati.
Dalam hal ini, perbuatan germo tidak termasuk dalam Qisas dan Diyat, juga tidak termasuk dalam Hudud, yang oleh karenanya germo ini termasuk dalam tindak pidana Takzir.
Germo adalah orang yang termasuk dalam tindak pidana perdagangan orang karena telah menggunakan atau memanfaatkan korban untuk bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) dan mengambil keuntungan dari mengeksploitasi korban. Dalam Hukum Positif di Indonesia, germo diatur dalam Undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) Pasal 12, setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang diancam dengan pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
Oleh karena pekerjaan germo merupakan perbuatan yang haram, maka keuntungan yang didapatkan pun adalah haram. Allah swt melarang untuk mencari dan memakan harta yang haram, sebagimana firman-Nya,
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ… [البقرة، 2: 188]
Janganlah kamu makan harta di antara kamu dnegan jalan yang bathil… [QS. al-Baqarah (2): 188].
Mengenai status korban yang dilacurkan, selama korban melakukannya secara sadar, tidak dipaksa dan atas kesediaannya, maka sejatinya ia bukan korban, melainkan pihak yang bekerjasama dalam perbuatan dosa dengan si germo, sehingga ia dihukumi sebagai orang yang berbuat zina sebagaimana telah disebutkan di atas. Namun jika korban melakukan bukan atas kesediannya dan di bawah paksaan bahkan ancaman, maka statusnya sebagai pihak yang harus diselamatkan dan hukumnya dimaafkan, sebagaimana hadis Nabi saw,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ تَـجَاوَزَ لِـيْ عَنْ أُمَّتِي الْـخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ [رواه ابن ماجه والبيهقي].
Dari Ibnu ‘Abbâs r.a. (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya Allâh memaafkan kesalahan (tanpa sengaja), karena lupa dan karena terpaksa dilakukan [HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi].
Wallahu a‘lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 1 Tahun 2020