Tiba pada akhirnya Ya’qub di depan pintu gerbang kota Fadan A’ram setelah berhari-hari siang dan malam menempuh perjalanan yang membosankan tiada yang dilihat selain dari langit di atas dan pasir di bawah. Alangkah lega hatinya ketika Ia mulai melihat binatang-binatang peliharaan berkeliaran di atas ladang-ladang rumput, burung-burung berterbangan di udara yang cerah dan para penduduk kota berhilir mundir mencari nafkah dan keperluan hidup masing-masing.
Sesampainya disalah satu persimpangan jalan Ia berhenti sebentar bertanya salah seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya yang kenamaan pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya’qub:”Kebetulan sekali, itulah Dia puterinya Laban yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya, Ia bernama Rahel.
Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya’qub menghampiri yang ayu itu dan cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya, Ia mengenalkan diri, bahwa Ia adalah saudara sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama Rifqah adalah saudara kandung dair ayah si gadis itu. Selanjutnya Ia menerangkan kepada gadis itu bahwa Ia datang ke Fadam A’raam dari Kan’aan dengan tujuan hendak menemui Laban ,ayahnya untuk menyampaikan pesanan Ishaq, ayah Ya’qub kepada gadis itu. Maka dengan senang hati sikap yang ramah muka yang manis disilakan Ya’qub mengikutinya berjalan menuju rumah Laban bapak saudaranya.
Berpeluk-pelukanlah dengan mesranya si bapak saudara dengan anak saudara, menandakan kegembiraan masing-masing dengan pertemuan yang tidak disangka-sangka itu dan mengalirlah pada pipi masing-masing air mata yang dicucurkan oleh rasa terharu dan sukcita. Maka disapkanlah oleh Laban bin Batu’il tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya Ya’qub yang tidak berbeda dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri di mana Ia dapat tinggal sesuka hatinya seperti di rumahnya sendiri.
Setelah selang beberapa waktu tinggal di rumah Laban, bapak saudaranya sebagai anggota keluarga disampaikan oleh Ya’qub kepada bapak saudaranya pesanan Ishaq ayahnya, agar mereka berdua berbesan dengan mengahwinkannya kepada salah seorang dari puteri-puterinya. Pesanan tersebut di terima oleh Laban dan setuju akan mengawinkan Laban dengan salah seorang puterinya, dengan syarat sebagai maskawin, Ia harus memberikan tenaga kerjanya di dalam perusahaan penternakan bakal mentuanya selama tujuh tahun. Ya’qub menyetujuinya syarat-syarat yang dikemukakan oleh bapak saudaranya dan bekerjalah Ia sebagai seorang pengurus perusahaan penternakan terbesar di kota Fadan A’raam itu.
Setelah masa tujuh tahun dilampaui oleh Ya’qub sebagai pekerja dalam perusahaan penternakan Laban, Ia menagih janji bapak saudaranya yang akan mengambilnya sebagai anak menantunya. Laban menawarkan kepada Ya’qub agar menyunting puterinya yang bernama Laiya sebagai isteri, namun anak saudaranya menghendaki Rahel adik dari Laiya, karena lebih cantik dan lebih ayu dari Laiya yang ditawarkannya itu. Keinginan mana diutarakannya secara terus terang oleh Ya’qub kepada bapak saudaranya, yang juga dari pihak bapak saudaranya memahami dan mengerti isi hati anak saudaranya itu. Akan tetapi adat istiadat yang berlaku pada waktu itu tidak mengizinkan seorang adik melangkahi kakaknya kawin lebih dahulu. Maka, sebagi jalan tengah agak tidak mengecewakan Ya’qub dan tidak pula melanggar peraturan yang berlaku, Laban menyarankan agar anak saudaranya Ya’qub menerima Laiya sebagai isteri pertama dan Rahel sebagai isteri kedua yang akan di sunting kelak setelah Ia menjalani masa kerja tujuh tahun di dalam perusahaan penternakannya.
Ya’qub yang sangat hormat kepada bapak saudaranya dan merasa berhutang budi kepadanya yang telah menerimanya di rumah sebagai keluarga, melayannya dengan baik dan tidak dibeda-bedakan seolah-olah anak kandungnya sendiri, tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima cadangan bapak saudaranya itu. Perkawinan dilaksanakan dan kontrak untuk masa tujuh tahun kedua ditanda-tangani.
Ya’qub yang sangat hormat kepada bapa saudaranya dan merasa berhutang budi kepadanya yang telah menerimanya di rumah sebagai keluarga, melayannya dengan baik dan tidak dibeda-bedakan seolah-olah anak kandungnya sendiri, tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima cadangan bapa saudaranya itu. Perkawinan dilaksanakan dan kontrak untuk masa tujuh tahun kedua ditanda-tangani.
Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dikawinkanlah Ya’qub dengan Rahel gadis yang sangat dicintainya dan selalu dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota Fadan A’raam. Dengan demikian Nabi Ya’qub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan adik, hal mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada waktu tidak terlarang akan tetapi oleh syariat Muhammad s.a.w. hal semacam itu diharamkan.
Laban memberi hadiah kepada kedua puterinya yaitu kedua isteri ya’qub seorang hamba sahaya untuk menjadi pembantu rumahtangga mereka. Dan dari kedua isterinya serta kedua hamba sahayanya itu Ya’qub dikurniai dua belas anak, di antaraya Yusuf dan Binyamin dari ibu Rahel sedang yang lain dari Laiya. (hidayah)