PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah – Pasca bentrok dan pembubaran paksa aksi dari kalangan mahasiswa dan ormas, Kamis (15/10), Polresta Banyumas menemui Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Dr Anjar Nugoroho.
Kunjungan itu, selain untuk memperkuat tali silaturahmi, sekaligus untuk menyamakan persepsi dan klarifikasi terkait insiden bentrok saat unjuk rasa penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja, di Alun-alun Purwokerto.
“Menyampaikan pendapat di muka umum (demonstrasi) ini bagian dari proses demokrasi, hak warga negara dan diatur UU, dan kami tidak bisa melarang mahasiswa,” ujar Anjar, Jumat (16/10).
Rektor UMP, Dr Anjar Nugroho mengatakan, ada beberapa mahasiswa UMP mengalami luka-luka saat pembubaran aksi unjuk rasa. Saat ini masih ada satu mahasiswa yang masih dirawat di RS Islam, karena mengalami luka cukup parah akibat terkena semprotan gas air mata. Sedangkan yang lain, hanya cukup dirawat di klinik UMP.
Terkait potensi aksi mahasiswa ditunggangi kepentingan tertentu, kata dia, hasutan atau tunggangan dalam aksi-aksi mahasiswa yang menyuarakan hati nurani dan kepentingan masyarakat, akan selalu terjadi dari dulu sampai ke depannya.
“Hal-hal seperti ini yang harus diwaspadai kalangan mahasiswa, biar niat suci atau keinginan baik temen-temen mahasiswa untuk melakukan kritik terhadap kekuasaan yang memang ada beberapa hal yang harus dikritik, jangan sampai ditunggangi oleh pihak lain yang memiliki kepentingan politik tertentu,” tandasnya.
Pihaknya mengingatkan kepada kalangan mahasiswa, bahwa sasaran aksi unjuk rasa terkait UU Cipta Kerja adalah politisi yang ada di Jakarta. Jangan sampai aksi yang di daerah berbenturan antara mahasiswa dengan pihak kepolisian.
“Saat demo harus diusahakan untuk meminimalisasi korban, baik di pihak mahasiswa dan aparat. Kami cukup memahami langkah-langkah yang dilakukan pihak kepolisian dalam mengamankan aksi mahasiswa,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolresta Banyumas Kombes Whisnu Caraka menyampaikan pihaknya tidak mengajukan permintaan agar kampus (kalangan mahasiswa) tidak melakukan demonstrasi-demontrasi lagi. Hal itu, katanya, karena penyampaian pendapat dimuka umum dilindungi UU. Sehingga polisi tidak ada alasan untuk melarang.
“Kami juga jelaskan soal SOP (pengamanan unjuk rasa), dan kalau ada yang tidak berkenan, kami mohon maaf saat ada kejadian seperti itu,” ujarnya.
Kapolresta juga mengungkapkan, saat kalangan mahasiswa melakukan unjuk rasa supaya bisa memperketat kembali dari para penunggang gelap untuk kepentingan lain. Pihaknya menilai, aksi gabungan dari kalangan mahasiswa dan sejumlah ormas (Komas), ada indikasi ditunggangi.
“Kita melakukan (pembubaran), ini juga untuk tujuan lebih baik. Kita juga himbau melaksanakan unjuk rasa malam itu memang akan berakibat dan berefek lebih jelek daripada siang hari,” katanya.
Terkait sejumlah pelajar yang sempat diamankan saat unjuk rasa pada malamnya, katanya, dari empat pelajar yang diamankan sudah dimintai keterangan dan tidak ditahan. Mereka sudah dipulangkan.
“Tidak ada provokator, kan tidak mengarah kerusuhan. Yang kita ambil itu dari pelajar-pelajar dan sudah kita mintai keterangan semalam. Dan dari mahasiswa juga tidak ada perusakan,” pungkasnya. (tgr)