Idah Wafat dan Peminangan Pada Masa Idah (3) Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 234-235
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهٖ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِيْٓ أَنْفُسِكُمْۚ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُوْنَهُنَّ وَلٰكِنْ لَّا تُوَاعِدُوْهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَنْ تَقُوْلُوْا قَوْلًا مَّعْرُوْفًاۚ وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ أَجَلَهٗۚ وَاعْلَمُوْآ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُۚ وَاعْلَمُوْآ أَنَّ اللهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ ٢٣٥
Tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun (235)
Setelah menjelaskan idah wafat dengan segala aturannya, termasuk larangan menerima pinangan dan menikah, maka pada ayat berikut akan dijelaskan batas yang dibolehkan terkait persoalan perkawinan selama masa idah yang belum berakhir. Allah berfirman,
لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهٖ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِيْٓ أَنْفُسِكُمْ
Tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Ayat ini berbicara tentang laki-laki yang ingin menikahi wanita yang sedang dalam idah karena ditinggal mati suaminya. Bagi laki-laki yang memiliki keinginanan meminang wanita yang sedang dalam idah wafat diperbolehkan dengan sindiran, namun tidak diperbolehkan secara terang-terangan. Di antara alasan tidak boleh meminang secara terang-terangan terhadap wanita yang sedang dalam idah wafat, karena wanita-wanita diperintahkan untuk berkabung sehubungan dengan meninggalnya suaminya. Keadaan berkabung adalah masa bersedih dan berduka. Hal itu berlawanan dengan pernikahan yang merupakan kegembiraan dan kebahagiaan.
Setelah membolehkan sindiran, dibolehkan pula menyembunyikan keinginan untuk menikahi mereka dalam hati. Allah memahami bahwa perasaan dan kecenderungan kepada lawan jenis itu adalah satu naluri yang tidak mudah dibendung. Menyebutkan kecantikan seorang wanita, kelemahlembutannya dan sebagainya adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, apalagi bagi orang yang jatuh cinta. Karena itu, Allah menyebutkan bahwa perasaan yang dipendam oleh seorang laki-laki itu cepat atau lambat, pasti akan dinyatakan, sebagaimana firman Allah,
أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِيْٓ أَنْفُسِكُمْۚ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُوْنَهُنَّ وَلٰكِنْ لَّا تُوَاعِدُوْهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَنْ تَقُوْلُوْا قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
Atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, akan tetapi janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf.
Allah mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati manusia. Oleh karena itu, Allah memberi kelapangan kepada manusia untuk mengungkapkannya, tetapi harus sesuai dengan aturan. Aturan Islam sangat sesuai dengan fitrah manusia dan sangat realistis. Islam tidak memasung naluri manusia, tidak melarang bisikan halus di hati dan getaran cinta yang menggelora di jiwa. Akan tetapi, Islam mengatur dan memberikan batasan supaya tidak menimbulkan dampak negatif, yaitu dengan larangan membuat janji secara rahasia untuk menikah dengan mereka. Karena hal itu akan mengundang fitnah dan akan menjadi buah bibir orang banyak.
Ayat di atas juga menegaskan batasan yang boleh dan tidak menyangkut ucapan seorang pria terhadap wanita yang sedang dalam idah wafat. Sesuatu yang dilarang terkait dengan hal ini adalah menyatakan keinginan secara terus terang dengan kata-kata yang tidak sopan dan membuat perjanjian rahasia. Akan tetapi kalau keinginan itu disampaikan dengan mengikuti aturan dengan makruf, sopan, dan halus, yaitu dengan sindiran seperti yang dajarkan olah agama, maka tidak ada larangan.
Diperbolehkannya meminang dengan sindiran akan bermanfaat bagi wanita untuk menentukan langkah setelah masa idah selesai. Karena ia telah mengetahui siapa saja yang berkeinginan untuk menikahinya. Dengan demikian mereka bisa menentukan pilihan suami yang dianggap pantas untuk mendampinginya. Namun, seorang laki-laki tidak dibolehkan sama sekali untuk mengikat janji menikah walaupun meminang dengan sindiran pada masa idah wafat itu dibolehkan sebagaimana firman Allah,
وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ أَجَلَهٗۚ
Janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya.
Sebelum masa idah berakhir, dilarang berketetapan hati atau memastikan janji akan menikah. Janganlah kamu berketetapan hati untuk berakad nikah sebelum habis masa idahnya. Kalau berketetapan hati untuk berakad nikah saja dilarang, terlebih lagi melakukan akad nikah. Ini merupakan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah sehingga tidak boleh dilanggar karena Allah Maha Mengetahui apa yang tersimpan di hati, sebagaimana firman-Nya,
وَاعْلَمُوْآ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُۚ
Janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis idahnya. Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya.
Allah mengetahui apa yang dipikirkan manusia, hasrat dalam jiwanya, niat dan rencana yang ingin ia lakukan. Tidak ada satu pun yang ada pada diri manusia yang tidak diketahui Allah. Oleh karena itu, hendaknya manusia berhati-hati dan tidak berniat dalam hati untuk melanggar aturan Allah. Hendaknya mereka takut kepada-Nya dan menjauhkan dirinya dari keinginan yang tidak dibenarkan. Namun demikian, jika seseorang terlanjur bersalah hendaknya cepat bertaubat, karena Allah Maha pengampun dan penyantun, sebagaimana firman Allah,
وَاعْلَمُوْآ أَنَّ اللهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ
Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap aturan dan batasan Allah, kemudian ia sadar dan bertaubat kepada-Nya, maka Allah akan memberi ampunan kepadanya. Allah tidak akan segera menghukum hamba-Nya yang bersalah dan melanggar aturan-aturan-Nya. Padahal Dia mampu melakukannya.
Allah akan menutupi rahasia hamba-Nya, akan memberi waktu dan kesempatan untuk memperbaiki diri dan menghapus kesalahannya dengan berbagai perbuatan baik. Oleh karena itu, hendaknya seseorang mempergunakan kesempatan dan kasih sayang Allah dengan sebaik-baiknya. Memperbaiki segala kekurangan, bertaubat atas segala dosa dan menjadi orang yang benar-benar taat kepada-Nya. Selesai
Tafsir Tahliliy ini disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan naskah awal disusun oleh Dr. Isnawati Rais, MA
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2018