108 Tahun Muhammadiyah, Melangitkan Jiwa Irfani Umat Manusia

Oleh Muhammad Adam Ilham Mizani

Beragam Amal warga Muhammadiyah

Apa yang membuat Muhammadiyah itu masih ujuk taring dakwahnya sampai umur 108 Tahun? bukankah secara psikologis umur 108 Tahun itu bagi seorang manusia,umur yang sudah renta,bau tanah,sudah tidak kuat berjalan, pikun dan lemah atau kondisi kesehatan melemah. Salah satu keberkahan organisasi Muhammadiyah mampu eksistensi dengan segar.

Ialah, banyak orang orang yang berjuang di Muhammadiyah dengan ikhlas, rela mengeluarkan harta bendanya untuk kemanusian, menyumbangkan tenaga untuk gotong royong, memimpin tanpa digaji dan ikhlas mencerdaskan bangsa dengan ilmu walaupun tidak dapat jatah kursi jabatan di Pemerintah.

Kehadiran Organisasi Islam terbesar ini,membawa potret kehidupan umat manusia ( Indonesia) berubah menjadi 360 derajat kearah perubahan lebih baik dari segala penjuru aspek bidang (Agama, sosial, pendidikan dan ekonomi).

Jika masih ragu dengan dakwah Muhammadiyah. Mari bersama, renungkan sejenak jiwa irfani tokoh Muhammadiyah, seperti Ahmad Dahlan beliau rela menghabiskan seluruh hartanya demi dakwah,rela dicaci maki bahkan hujatan Kyai Kafir, tempat dakwah dirusak.

Sosok lain, seperti KH. AR-Fakhrudin tetap tampil sederhana,tidak mau memakai kendaran dinas, selalu jujur disetiap langkah. Muhammadiyah tidak hanya menampilkan tokoh dari sosok religus saja.

Beragam corak mewarnai semua aspek dalam jiwa kepemimpinanya. Sebutlah seperti Buya Syafi’i Ma’arif, Amien Rais walaupun umur sudah lanjut usia, semangat membaca, menulis dan selalu tampil dengan wawasan pengetahuan ,keislamaan dan kebangsaan yang sejuk enak didengar dan dirasakan dalam sanubari banyak masyarakat.

Maka tidak heran jika negara lagi carut marut tentang kebijakaan yang tidak Pro-Rakyat seperti Omnibuslaw, polemik kebijakaan pandemi. Di situlah Muhammadiyah selalu hadir dengan kata kata wasathaniyyah yang mampu menggerakan irfani umat Islam.

Apa itu irfani Muhammadiyah

Kalau dipahami secara normatif,maka irfani ini menjadi salah satu pendekatan ijtihad Muhammadiyah (bayani,burhani dan irfani). Sebagaimana yang dijelaskan dalam manhaj tarjih, irfani merupakan upaya meningkatkan kepekaan nurani dan ketajamaan intuisi batin melalui pembersihan jiwa.

Jika menghadapi problematika atau dinamika keagamaan dan kebangsaan,tidak hanya merasionalkan dengan akal atau ketajamaan otak, tetapi juga menginsapi dengan hati yang dalam, tentu untuk mendapatkan jiwa irfani di-perlukan kejiwaan yang bersih, amalan yang sesuai dan sifat Ihsan disetiap ibadah.

Jiwa irfani ini memiliki urgensi bagi setiap langkah gerak manusia,organisasi ataupun para pemimpin. Muhammadiyah secara realita, sudah banyak memberikan amalan konkret bagi jutaan bahkan ratusan umat manusia.

Berdakwah dan memimpin menjadi medan jihad Muhammadiyah untuk bertekad mewujudkan mimpi mencapai tatanan hidup yang bisa menjadi suri tauladan dan representasi bagi seluruh umat manusia.

Bagi penulis, untuk bisa mendapatkan sifat irfani disetiap gerak amal,diperlukan penegakkan nilai-nilai kesholehan individu dan penegakkan pada nilai kemanusian. Dengan dua nilai penegakkan itulah yang akan membumikan misi profetik (kenabian) yang universal (menyeluruh). Momentum milad 108 tahun muhammadiyah menjadi refleksi kritis untuk menumbuhkan semangat pembaharuan dakwah Muhammadiyah.

Muhammad Adam Ilham Mizani, Guru SMK Muhammadiyah 5 Surakarta

Exit mobile version